Connect with us

HEADLINE

Bentuk Posko Pengaduan ‘Class Action’ Banjir Kalsel, Ini Langkah Warga Lakukan Gugatan!

Diterbitkan

pada

Tim Advokasi banjir Kalsel telah membuka posko untuk pelaporan gugatan class action Foto : Andy

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Upaya melakukan gugatan class action kepada Gubernur Kalsel Sahbirin Noor terkait bencana banjir memasuki tahap baru. Puluhan advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Hukum Korban Banjir Kalsel mulai membentuk posko pengaduan untuk mendapatkan mandat publik.

Posko pengaduan yang bertempat di jalan Brigjen H. Hasan Basri, No. 37 Kelurahan Alalak Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin itu, mulai dibuka sejak hari ini, Senin (1/2/2021) hingga 14 Februari 2021. Yang dimana posko ini terbuka untuk semua korban yang terdampak dari banjir ini.

Muhamad Pazri, SH, MH, selaku koordinator posko pengaduan mengatakan, posko ini guna membantu dan mendampingi para korban yang merasa dirugikan akan terjadinya musibah banjir Kalsel yang sebelumnya ditaksir menyebabkan kerugian senilai Rp1,349 triliun.

“Dasar utama dari dilakukannya kegiatan ini ada dua. Pertama, diduga Pemprov Kalsel dinilai lalai, karena tidak mengeluarkan peringatan dini atas musibah banjir ini. Dan yang kedua dalam penanganan korban banjir, pihak pemerintah dan pihak terkait lainnya tidak sigap dalam menangani para korban dan lambat dalam mengirim bantuan. Sehingga banyak korban yang melakukan evakuasi mandiri dan kekurangan bahan pokok makanan,” ujarnya.

Dalam gugatan tersebut, tim advokasi menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 1 Tahun 2002, tentang gugatan perwakilan kelompok dan Perma No 2 Tahun 2019 tentang pedoman penyelesaian sengketa tindakan Pemerintah dan kewenangan mengadili Perbuatan melanggar hukum Oleh badan dan/atau pejabat pemerintah.

Pria yang juga merupakan salah satu advokat dari tim tersebut menambahkan, dalam pengajuan gugatan ini memang memiliki syarat-syarat tertentu. Namun syarat-syarat tersebut tidaklah mutlak harus terpenuhi semuanya.
“Setelah kita verifikasi korban memiliki kronologis dan dokumentasi yang komprehensif, itu sudah kita bisa kita tangani,” tambahnya.

Di antaranya sejumlah syarat yang diperlukan memberikan Kuasa Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) untuk menuntut Ganti Rugi kepada Pemerintah antara lain:

1. Scan/Fotocopy atau Foto KTP alamat tinggal.
2. Membuat kronologi tertulis mengenai terjadinya banjir hingga kerugian yang dialami akibat banjir.
3. Bukti foto-foto saat dan pasca Banjir
4. Bukti-Bukti kwitansi /nota-nota perbaikan pasca banjir (apabila ada)
5. Menulis kesanggupan jika berminat menjadi calon penggugat dalam permasalahan banjir yang dikuasakan pada Tim Advokasi Hukum (Ya/Tidak)
6. Mempunyai nomor telepon yang bisa dihubungi

Pazri sebagaimana dalam rilisnya yang disampaikan ke Kanalkalimantan.com mengatakan, bahwa seluruh proses keikutsertaan dalam advokasi bencana banjir tidak akan dikenakan biaya apa pun.

“Selanjutnya, apabila memenuhi kriteria, Tim Advokasi Hukum akan menghubungi pelapor serta menjaga dan menjamin kerahasiaan seluruh data pribadi,” tegasnya.

Untuk itu, semua data diharapkan dikirim melalui E-Mail: advokasibanjirkalsel@gmail.com dengan Format Subject : Korban Banjir_(Nama Pengadu). Atau bisa menghubungi melalui Telpon/Whatsapp: 0822-5121-3399 dan langsung datang ke Posko pada jam kerja.

“Kita akan buka Senin -Kamis pukul 09.00- 15.00 WITA dengan membawa berkas persyaratan pemberian kuasa Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action),” terangnya.

Untuk ke depannya, tim ini juga akan melibatkan tim ahli dalam hal administrasi dan lingkungan hidup, guna untuk menghitung kerugian akibat banjir ini. “Dalam hal ini, kita juga tidak memiliki batas untuk yang kerugian dialami korban, untuk bisa kita layani, berapa pun kerugiannya akan tetap kita layani. Perlu kami tegaskan, kami tidak ada keterkaitan dalam hal politik apapun yang ada di Kalsel,” tegas Pazri.

Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, masyarakat mempunyai hak menggugat pemerintah.

Terkait kebencanaan dan lingkungan hidup, masyarakat bisa bersandar pada UU HAM, UU Lingkungan Hidup, KUH Perdata, dan UU Administrasi Pemerintah.

“Dalam hukum sekarang berkembang mekanisme gugatan class action misalnya, warga bisa menggugat melalui perwakilan kelompok, atau bisa melalui citizen law suit,” ujar Isnur, beberapa waktu lalu dilansir Tirto.id.

Gugatan class action di Indonesia ada pada sejumlah undang-undang. Semisal UU 23/1997 tentang Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Konsumen hingga UU Kehutanan yang terbit 1999.

Mahkamah Agung mengatur konsep class action melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 (PERMA 1/2002). Pasal 1 PERMA 1/2002 mendefinisikan gugatan class action sebagai suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.

Dalam gugatan class action, penggugat harus mengalami kerugian secara langsung akibat perbuatan oleh tergugat atau pemerintah. Nantinya, berbagai kerugian itu akan dikelompokkan ke dalam kelas-kelas dan dimasukkan ke dalam berkas gugatan.

Sementara citizen law suit, penggugat tidak mesti memiliki hubungan sebab akibat dengan perbuatan pemerintah. Dengan demikian, penggugat tak bisa mengajukan ganti rugi.

Dalam menggugat, menurut Isnur, masyarakat bisa menentukan target gugatan; semisal menuntut ganti rugi atau perubahan kebijakan. “Masyarakat perlu mempersiapkan semua yang dibutuhkan dalam prosedur hukum: gugatan, bukti-bukti, dan dalil,” ujar Isnur.

Gugatan class action pernah ditempuh tiga pengacara untuk menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke pengadilan pada akhir 2019. Mereka menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lalai dan gagal mengatasi banjir.

Kelompok masyarakat sipil pernah juga menggugat Presiden RI, Menteri LHK, Menteri Pertanian, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Kesehatan, Gubernur Kalimantan Tengah, dan DPRD Kalimantan Tengah; lantaran kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan. Pada 22 Maret 2017, hakim Pengadilan Negeri Palangkaraya menyatakan tergugat bersalah.(Kanalkalimantan/Tius)

 

Reporter : Tius
Editor : Cell

 

 

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->