Connect with us

HEADLINE

5.918 Demonstran Ciptaker Ditangkap dan 28 Jurnalis Alami Kekerasan oleh Polisi!

Diterbitkan

pada

Demo penolakan UU Ciptaker terjadi di berbagai daerah. Foto: ilustrasi grafis Yuda

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Sebanyak 5.918 orang di seluruh Indonesia ditangkap polisi saat berunjuk rasa menolak UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020). Mereka ditangkapi karena dituduh membuat kericuhan.

Dari hampir 6.000 orang yang ditangkap itu, hanya 240 yang disangkakan bersalah–dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan. Data tersebut disampaikan Mabes Polri, melalui konferensi pers yang disampaikan oleh Kadiv Humas Irjen Argo Yuwono, Sabtu (10/10/2020).

“Sementara 153 orang masih dalam proses pemeriksaan, 87 orang sudah dilakukan penahanan,” kata Argo. Mantan Karo Penmas Divisi Humas Polri ini menegaskan penegakan hukum terhadap pedemo yang melakukan tindak anarkis sebagai upaya Polri menjaga wibawa negara sekaligus memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.

“Negara tidak boleh kalah oleh premanisme dan intoleran,” tegas jenderal bintang dua ini. Untuk itu, Polri menghimbau agar elemen masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja agar menempuh jalur hukum melalui gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) ketimbang turun ke jalan yang berisiko tertular Covid-19.

Demonstrasi mahasiswa tolak pengesahan UU Omnibus Law di Banjarmasin Kamis (8/10/2020). Foto: Fikri

Demo mahasiswa, buruh, dan pelajar diwarnai kericuhan di berbagai daerah di Indonesia, imbas pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja oleh Pemerintah dan DPR. Gelombang demonstrasi terjadi sejak 6 hingga 9 Oktober lalu.

Sejumlah fasilitas umum rusak akibat kericuhan antara demonstran dengan aparat.  Menko Polhukam Mahfud MD dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan demo mahasiswa, buruh, dan pelajar ditunggangi oleh elite dan kelompok tertentu. Namun mereka tak mengungkap dalang demo tersebut.

Di sisi lain, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia membantah aksi mereka tersebut ditunggangi elite. BEM SI menegaskan demo mahasiswa murni mewakili aspirasi keresahan masyarakat atas pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.

Dari data yang dihimpun Kanalkalimantan.com, sejumlah kasus kekerasan mewarnai penangkapan pendemo dan jurnalis peliput penolakan UU Cipta Kerja. Mengutip data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, tercatat ada 28 kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrin merinci, untuk jenis kasus kekerasan paling banyak adalah pengerusakan alat dan perampasan data hasil liputan.

“Yakni ada 9 kasus. Lalu, intimidasi 7 kasus, kekerasan fisik 6 kasus, dan penahanan 6 kasus,” ujar Sasmito melalui diskusi daring pada Sabtu (10/10/2020).

Adapun untuk pelaku kasus kekerasan, seluruhnya adalah polisi. Sehingga, AJI menilai bahwa kepolisian dalam beberapa tahun ini selalu menunjukkan menjadi musuh atas kebebasan pers.

Apalagi, dalam 28 kasus ini, sebagian jurnalis sudah menunjukkan ID pers atau kartu identitas. “Tapi tetap mendapat kekerasan. Bahkan enam jurnalis di Jakarta, ditahan hampir 1×24 jam atau 2×24 jam. Mereka dibebaskan 9 Oktober malam dari PMJ (Polda Metro Jaya),” kata Sasmito.

Atas temuan itu lah, AJI mengimbau kepada perusahaan media untuk memberikan konseling pemulihan trauma kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan saat meliput penolakan UU Cipta Kerja.

Sedangkan untuk polisi, AJI mendesak agar pimpinan mengusut tuntas dan menggunakan Pasal 18 ayat 9 UU Pers. “Jangan pakai pasal kode etik, harus pakai pasal pidana, untuk menyelesaikan kasus kekerasan ini,” ucap Sasmito.

Sorot Belanja Rp 408 Miliar

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat polisi menghabiskan Rp408,8 miliar untuk pembelian lima paket pengadaan barang ‘mendesak’ periode September 2020. Semuanya terkait dengan antisipasi demonstrasi seperti pengadaan helm dan rompi anti peluru serta tactical mass control device.

Namun, Argo Yuwono membantah anggapan bahwa pihaknya telah berbelanja peralatan sebesar Rp 408 miliar sejak September khusus untuk menangkal demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Tidak benar kalau ada anggapan bahwa pengadaan untuk pengamanan demo UU Ciptaker,” kata Argo dilansir CNNIndonesia.

Argo mengatakan belanja peralatan pada tahun ini baru dipakai untuk tahun depan. Tidak langsung dipakai. Termasuk anggaran yang dibelanjakan pada September lalu. “Pengadaan di kepolisian direncanakan dan diajukan ke DPR tahun ini, untuk dilaksanakan tahun depan,” katanya.

Argo juga mengatakan bahwa pembelian peralatan untuk pengamanan tidak hanya dipakai untuk di wilayah Jakarta. Justru disebarkan ke berbagai wilayah Indonesia terutama yang menggelar Pilkada 2020.

Diketahui, Pilkada 2020 akan dihelat serentak di 270 daerah. Pemungutan suara akan dilaksanakan pada 9 Desember mendatang. “Didistribusikan ke seluruh Indonesia dan yang diutamakan yang ada pilkadanya,” kata Argo.

Dia menegaskan bahwa masyarakat bisa mengakses LPSE untuk melihat pengadaan yang dilakukan oleh Polri. Masyarakat bisa memantau jika memang ada pengadaan yang tidak sesuai aturan.(kanalkalimantan.com/berbagai sumber)

Editor: Cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->