Connect with us

kampus

Tiga Tantangan Besar yang Kian Mengancam Ideologi Pancasila

Diterbitkan

pada

Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP ULM, Dedy Ari Nugroho MPd. Foto: Dedy Ari Nugroho untuk Kanalkalimantan

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN — Ideologi Pancasila terus tumbuh dan berkembang beriringan dengan pesatnya kemajuan teknologi saat ini, punya tantangan tersendiri.

‎Seiring perjalanan waktu, terdapat sejumlah tantangan serius mengancam keutuhan ideologi bangsa Indonesia tersebut.

‎Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dedy Ari Nugroho MPd merangkumnya menjadi tiga tantangan utama.

‎Tantangan tersebut antara lain disinformasi, krisis keteladanan, serta radikalisme dan intoleransi.

Baca juga: Wakili Kabupaten Banjar, SDN Tungkaran Dikunjungi Tim Verifikasi Lapangan Lomba Sekolah Sehat Kalsel

Disinformasi

‎Tantangan pertama adalah disinformasi atau penyampaian informasi yang salah (dengan sengaja) untuk membingungkan orang lain.

‎Menurut Dedy, faktor inilah yang seringkali memecah belah masyarakat di era digital sekarang.

‎“Berita hoaks belum rampung ditangani karena memang filternya kita sendiri ya, baru baca judul langsung share, itu yang bahaya,“ kata Dedy melalui pesan WhatsApp, Rabu (1/10/2025) siang.

Krisis Keteladanan

‎Tantangan berikutnya adalah krisis keteladanan yang perlu segera diperbaiki dengan berusaha menjadi sosok teladan.

‎“Kita membutuhkan sosok teladan yang menginspirasi, mulai dari para pemangku pemerintahan sampai kita sebagai masyarakat,“ ungkap Dedy.

Radikalisme dan Intoleransi

‎Masih banyaknya masyarakat yang belum paham tentang arti “beragam” menjadi awal mula merebaknya radikalisme dan intoleransi.

‎Dedy turut menyayangkan adanya konflik yang disebabkan keberagaman, padahal rakyat Indonesia lahir dari keberagaman itu sendiri.

‎“Ini yang harus dijadikan catatan bahwa kita harus memupuk rasa menghargai sesama umat manusia, seperti amanat sila kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab,“ ujar akademisi ULM itu.

‎Oleh sebab itu, perlu adanya penguatan karakter bagi setiap warga berupa cinta tanah air, rasa ingin bersatu, dan anti diskriminasi.

Baca juga: Kearifan Sosial Budaya Banjar dari Tari Jukung Barenteng

‎“Di tengah kemelut persoalan bangsa, saya kira itu yang harus dimiliki oleh setiap orang agar ke depan tidak mudah terprovokasi karena punya bekal nilai pancasila yang luhur,“ terangnya.

‎Di sisi lain, Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati tiap 1 Oktober menjadi pengingat akan nilai-nilai luhur Pancasila yang diwariskan para pendahulu.

‎“Kita ada sampai detik ini dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang masih relevan hingga saat ini adalah buah keteguhan para pendahulu,“ tutur Dedy.

‎Masyarakat Indonesia mesti bersyukur atas nilai Pancasila yang masih eksis sebagai pedoman berbangsa dan bernegara.

Baca juga: Lewati 100 Hari Kerja: Seliweran Kabel Optik di Panglima Batur Tetap Ada, Tiang Masih Kokoh Berdiri

‎Sebagai pendidik, dirinya memiliki tanggung jawab untuk membekali anak-anak didiknya agar menghormati pendahulu yang telah bertumpah darah memperjuangkan nilai Pancasila.

‎“Kita dosen atau guru punya posisi strategis dalam memberikan bekal kepada mahasiswa tentang rasa penghormatan untuk para pendahulu yang mampu mempertahankan Pancasila di tengah ideologi lain yg semakin mudah masuk ke berbagai arah,“ tukasnya.

‎Dalam momentum peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini, Ia berharap agar warga Indonesia tetap kokoh menjaga persatuan dan tidak mudah terprovokasi.

‎“Semoga juga di momen ini kita semakin mencintai Indonesia dengan ikhlas dan syukur,“ pungkas Dedy. (Kanalkalimantan.com/fahmi)

Reporter: fahmi
Editor: bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca