Connect with us

HEADLINE

Sidang Kasus Mardani Maming, Terdakwa Tanyakan Soal Perusahaan Bodong

Diterbitkan

pada

Sidang kasus pengalihan IUP OP terdakwa mantan Bupati Tanbu Mardani H Maming, Kamis (22/12/2022) siang, di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Foto: rizki

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Sidang kasus pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, Kamis (22/12/2022) siang.

Sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin kali ini, kuasa hukum Mardani Maming menghadirkan saksi ahli.

Dua saksi ahli yang dihadirkan penasehat hukum terdakwa yaitu Prof Dr Achmad Cholidin, ahli hukum perdata dari Universitas Jember dan Dr Choirul Huda, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Prof Dr Achmad Cholidin dimintai pendapat dan menjelaskan terkait perjanjian antara orang per orangan atau antara badan hukum yang diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

 

Baca juga  : Sidang Korupsi Pengalihan IUP, Mardani Maming Hadirkan 2 Saksi Meringankan

Menurut saksi ahli ini, perjanjian seperti Undang-Undang dan perjanjian dapat dikatakan mengikat jika para pihak bersepakat atas isi perjanjian tersebut.

“Sifat mengikatnya suatu perjanjian, yaitu para pihak yang sudah sepakat,” katanya.

“Dan sifat mengikatnya ini sama seperti Undang-Undang, dengan catatan perjanjiannya harus sah, baru perjanjiannya mengikat para pihak,” jelas Prof Cholidin.

Lebih jauh, saksi ahli ini menerangkan terkait pembagian deviden perusahaan yang menurutnya terbagi menjadi dua yaitu ada deviden sementara dan deviden final.

“Keuntungan perusahaan dibagi dalam bentuk deviden kepada pemegang saham, ada pembagian sementara ada pembagian final,” ujarnya.

 

Baca juga  : Tabrak Truk Parkir di Jalan Gubernur Soebarjo, Dua Pengendara PCX Meninggal Dunia

“Kalau deviden sementara dapat dibagikan atas kebijakan direksi tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),” tambahnya.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin juga menanyakan kepada ahli terkait istilah perusahaan bodong dan perusahaan kosong.

“Kalau PT kosong itu, dia punya perusahaan tapi tidak punya modal atau rugi, sementara itu PT bodong itu perusahaan yang tidak berdasarkan legalitas hukum atau tidak sah,” pungkas Prof Cholidin.

Sementara itu, terdakwa Mardani Maming yang hadir melalui layar virtual dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sempat menanggapi terkait keterangan saksi ahli dan melemparkan sejumlah pertanyaan kepada saksi ahli.

Terutama terkait perusahaan miliknya yang diungkapnya dijalankan sesuai dengan aturan hukum dan taat terhadap retribusi pajak.

Baca juga  : 8 Kasus Kematian Ibu Periode Januari-November, Ini Langkah Pemkab HSU Tekan AKI-AKB

“Perusahan itu milik kita yang membayar pajak, dan ada pekerjaannya dan tidak ada disembunyikan, ada rekening banknya, ada transaksinya,” kata Mardani Maming.

“Lalu perusahaan holding tahun 2021 membayar pajak Rp 530 miliar, setelah itu 2022 ini Rp 560 miliar, dan kelima terbesar perusahaan penyumbang pajak di Kalimantan Selatan, apakah ini bisa dibilang perusahaan abal-abal atau bagaimana saudara ahli?,” tanya terdakwa.

“Saya punya IUP dan saya yang mempunyai lahannya, modal saya hanya izin dan punya lahan, dan perusahaannya saya yang mendirikanya, kemudian saya bersepakat dengan investor di Cina, kesepakatannya itu dia yang membangun pelabuhannya, dia yang menambangnya, habis itu kita nego pembagiannya 70 persen 30 persen,” ungkap Mardani Maming.

“Lalu karena kita tidak dalam operasional tambang itu, sehingga sulit mempertanggungjawabkan berapa pembagian sahamnya, dilahirkanlah lagi perjanjian dengan kesepakatan jika 30% itu disamakan dengan 30 ribu per ton, dan disebutkan disana dalam perjanjian hak dan kewajibannya, apakah itu sah dalam perjanjian perseroan?,” tanya terdakwa.

“Sepanjang perjanjian itu telah memenuhi 1320 KUHPerdata, itu sah,” jawab saksi ahli perdata Prof Cholidin.

Baca juga  : PWNU Kalsel Terima SHM Gedung NU di Jalan Hasanuddin HM Banjarmasin

Sementara itu, Abdul Qodir, penasehat hukum terdakwa juga menegaskan jika perusahaan PT Batulicin 69 dan anak perusahaan yang dimiliki oleh terdakwa merupakan perusahaan yang benar dan bukan perusahaan bodong ataupun PT kosong.

“Mengenai PT kosong dan PT bodong, kalau sejauh aktivitas itu ada aktivitasnya itu bukan PT bodong, apalagi PT itu membayar pajak miliaran,” ujar Abdul Qodir.

“Perusahaan PT Batulicin 69 dan anak perusahaannya adalah PT yang benar-benar punya usaha, punya pelabuhan, punya pabrik, dan kalau ada perusaan punya karyawan 5000 orang dibilang PT kosong, ngawur itu pasti,” tutupnya.

Sidang akan kembali digelar pada Jumat (22/12/2022) siang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin dengan agenda pemeriksaan terdakwa. (Kanalkalimantan.com/rizki)

Reporter : rizki
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->