Connect with us

Kabupaten Barito Kuala

Produk ‘Sampah Jurnalistik’ Jadi Sorotan, AJI Biro Banjarmasin Minta Pers Kembali pada Kaidah Jurnalistik!

Diterbitkan

pada

Ilustrasi pers. Foto : ist

KANALKALIMANTAN.COM, MARABAHAN – Menjamurnya media berbasis online sebagai dampak dari kebebasan pers dan berekspresi di daerah, menjadi dua sisi koin yang tak terhindarkan. Lahirnya produk jurnalistik instan tanpa mengedepankan kaidah jurnalistik menjadi sorotan!

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Nasrullah, menyoroti fenomena ini sebagai membanjirnya ‘sampah jurnalistik’. Dia menyampaikan keprihatinannya terhadap perkembangan media di Kabupaten Batola sebagai contoh kasus.

Menurutnya, saat ini banyak pemberitaan diisi oleh karya jurnalistik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Alih-alih berfungsi edukasi, justru tidak mencerdaskan.

“Tentunya kasus ini bukan ditujukan pada kawan-kawan jurnalis yang memang mencari berita ke lapangan, mewawancarai narasumber berkompeten, dan mereka telah menghasilkan produk jurnalistik yang disaring di meja redaksi sebelum dipublikasikan,” tulis Nasrullah.

 

Baca juga  : Ary Egahni Salurkan Bantuan Alsintan dari Kementan RI di Kapuas

Nasrullah mengatakan, jika mengacu kepada UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, maka fungsi yang harus dimainkan media adalah sebagai penyebar informasi, pendidik, hiburan dan kontrol sosial. Jika fungsi-fungsi ini tidak dijalankan oleh media online, bisa jadi menurutnya kehadirannya tidak memberikan dampak positif.

Padahal, media apapun seharusnya bisa membuat masyarakat semakin cerdas sekaligus mampu mengungkap banyak kasus penyimpangan yang dilakukan penyelenggara pemerintah.

“Sebaliknya, publik bisa makin bingung karena media online hanya mengejar target ekonomi. Dalam kondisi seperti itu, konten yang ditawarkan hanya mengikuti selera pemesan informasi, tidak menampilkan produk jurnalistik yang profesional,” tegas pria yang pernah menempuh pendidikan jurnalistik baik pelatihan, perkuliahan, dan mantan wartawan ini.

Ia menyayangkan, jika produk berita diisi oleh pemberitaan tidak berkualitas dan tersesat dari kaidah jurnalistik.

Baca juga  : Tak Ada Laporan Pelanggaran Kode Etik, Ketua PWI Kalsel: Bukan Berarti Tidak Ada Masalah

“Dari segi teknis, penulisan berita bertabur kesalahan ketik di mana-mana, surplus pengulangan kata sambung, penulisan nama orang, tempat, kota secara sembarangan mengabaikan ketentuan huruf kapital dan huruf kecil, tidak jelas menggunakan tanda kutip atau tanda baca sebagai pernyataan narasumber, atau kalimat pernyataan dari penulis berita, metafora memenuhi tubuh berita untuk menambah jumlah kalimat yang saya yakin jurnalis aliran jurnalisme sastrawi akan berduka membacanya,” sambungnya.

“Saya mengajak kawan-kawan akademisi, organisasi jurnalis bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Barito Kuala melalui instansi terkait bahu membahu menyosialisasikan berita yang menarik dibaca, mencerdaskan pembaca, dan layak disebarkan ke berbagai grup media sosial,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan Biro Banjarmasin Didi Gunawan, mengajak wartawan untuk meningkatkan kompetensi, guna menghasilkan produk jurnalis berkualitas.

Ia mengatakan, media yang dibangun asal-asalan, tanpa memperhatikan standar media itu sendiri, alur proses redaksi, hingga penerbitan berita, mengakibatkan kaidah jurnalistik yang harusnya menjadi rambu-rambu untuk wartawan banyak diabaikan.

Baca juga  : 30 Wartawan Ikuti Pelatihan Peningkatan Kompetensi Gelaran PWI Banjarbaru

“Profesi wartawan itu adalah profesi yang mulia, jangan sampai dinilai profesi yang ecek-ecek, dianggap orang sebelah mata. Jadi berhati-hatilah ketika membuat berita, wartawan itu tidak hanya ketika punya modal bisa beli website, lalu mengaku punya media. Buat kartu pers di percetakan, namun produk jurnalistik yang dihasilkan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, itu yang paling penting,” katanya.

Didi menilai apa yang dilakukan oleh Nasrullah adalah auto kritik bagi wartawan di Batola, yang mana wartawan memang harus memiliki standar kompeten.

Tanggapan serupa juga diutarakan Muhammad Risanta, ahli pers dari Dewan Pers. Dia mengatakan, fenomena di Kabupaten Barito Kuala juga sering terjadi di wilayah lain.

“Yang saya baca itu yang diinginkan bang Nasrullah tulisan wartawan kualitas bukan kuantitas. Anggap saja itu kritikan yang membangun, dia itukan background jurnalis juga, jadikan itu obat, sesuatu yang bagus, itu bentuk sayangnya, jangan dideskripsikan itu suatu yang negatif,” ujarnya.

Baca juga  : Pasar Induk Nanga Bulik Diterpa Angin Kencang, Personel Polres Lamandau Turun Membantu

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Barito Kuala, Hery Sasmita mengatakan, di era informasi publik dan transformasi digital saat ini, masyarakat memang sangat tergantung pada keterbukaan informasi.

Peran jurnalis adalah menangkal informasi yang sifatnya hoax atau data yang tidak berdasar. Informasi yang bergizi, seimbang hingga menyehatkan, diharapkan Hery dapat mencerdaskan bangsa.

“Di situlah peran jurnalis yang cerdas, harus memberikan informasi yang relevan, up to date, aktual hingga data yang akurat,” singkatnya. (Kanalkalimantan.com/rdy)

Reporter : rdy
Editor : cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->