Connect with us

HEADLINE

Mengharap ‘Kepatuhan’ Saat Pandemi; dari Sanksi Push Up hingga Bayar Rp 250 Ribu. Efektifkah?

Diterbitkan

pada

Sanksi push up bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan di Banjarbaru Foto : kanal

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU– Sejumlah jurus pun dilakukan pemerintah untuk mengembalikan kepatuhan warganya menjalankan protokol Covid-19. Beberapa sanksi diterapkan, meski mengundang pro dan kontra. Dari menyanyi, push up, memberi makan orang gila, hingga berupa denda senilai ratusan ribu rupiah. Pertanyaannya, efektifkah?

Jumlah kasus Covid-19 tak menunjukkan akan segera meredah. Bahkan, setelah adaptasi kehidupan baru dimulai, angka pasien positif corona semakin tinggi. Di Kalimantan Selatan (Kalsel), hingga saat ini sudah mencapai 4.621 kasus. Peningkatan ini terjadi karena kesadaran warga akan bahaya Covid-19, termasuk menjalankan protokol kesehatan yang kian longgar.

Saat ini, Pemko Banjarbaru tengah mensosialisasi Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 20 tahun 2020, yang terbit pada 9 Juli lalu tentang adanya sanksi denda mencapai Rp 250 ribu bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan. Tapi, sanksi ini menuai protes sejumlah masyarakat di kota Idaman ini.

Seperti halnya yang diutarakan Rama (24), warga Kecamatan Banjarbaru Utara, yang tengah berkumpul bersama teman-temannya, di kawasan Minggu Raya. “Kalau saya tidak setuju, mas. Ini saya kumpul dengan dua teman saya. Tapi karena ini tempat umum, jadi banyak juga yang bersantai di sini. Jadinya, di satu meja ini kelihatan banyak kan? lebih dari lima orang. Nah, Apa kami salah? Kami makai masker kok. Bawa handsanitizer juga. Masa dikenakan denda,” katanya kepada kanalkalimantan.com.

Begitu pula dirasakan oleh salah satu pedagang di Pasar Banjarbaru, Arif (31), yang mengaku bahwa sanksi denda sangat memberatkan bagi dia yang tergolong ekonomi menengah ke bawah. “Penghasilan sehari-hari saya tidak seberapa. Ini kalau saya kena denda, bingung mau bayarnya gimana. Saya juga tidak punya stok masker, mas,” keluh dia.

Tak hanya Banjarbaru, sejumlah kota lain juga melakukan hal yang sama. Di Surabaya, Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Eddy Christijanto mengatakan, pihaknya bakal memberlakukan sanksi sosial kepada pelanggar protokol kesehatan virus corona yang tidak menggunakan masker. Jika sebelumnya pelanggar diberi sanksi berupa push up, joget, hingga menyapu jalan, kali ini mereka akan disanksi membantu petugas di Liponsos Keputih untuk memberi makan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Eddy mengatakan, dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 28 Tahun 2020 Pasal 34 ayat 3 C, diatur tentang sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Salah satunya yakni, pemerintah dapat memberikan tindakan lainnya yang bertujuan menghentikan pelanggaran dan atau pemulihan.

Sedangkan di Bandung, Jawa Barat, setelah diberi sanksi sosial, seperti menyapu jalan, menyanyi hingga hukuman fisik, sebagian warga masih enggan mengenakan masker. Kini Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyiapkan sanksi denda hingga Rp150.000.

Mulai 27 Juli, Pemprov Jabar akan memberlakukan sanksi denda bagi warga yang tidak memakai masker di tempat umum. Sanksi ini diterapkan di tengah adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang diberlakukan di Provinsi Jabar sejak awal Juni lalu.

“Wacananya dengan pergub (peraturan gubernur), tapi masih dalam kajian tim ahli, termasuk oleh kejaksaan tinggi,” kata Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid 19 Jabara, Berli Hamdani, di Bandung, Selasa (14/07), dilansi BBCindonesia.com.

Disebutkan bagi warga yang ketahuan tidak mengenakan masker di tempat umum, terutama di pusat-pusat keramaian, akan didenda antara Rp100.000 hingga Rp150.000. Menurut Berli, mekanisme pembayaran denda akan menggunakan fitur pada aplikasi Pusat Informasi dan Koordinasi Covid 19 Jawa Barat (Pikobar).

“Warga di seluruh Jawa Barat akan diminta mengunduh Pikobar. Setiap kali ada pelanggaran, mekanismenya dilakukan melalui Pikobar, dan (uang denda) langsung masuk ke kas daerah,” jelas Berli. Dalam aturan itu, denda bisa diganti sanksi kurungan atau kerja sosial.

Efektifkah?
Pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Padjajaran, Deni Kurniadi Sunjaya mengatakan, hal yang diperlukan dalam mencegah penularan penyakit adalah perubahan perilaku. Dia menyebutkan, ada tiga cara untuk mengubah perilaku, yaitu dibujuk, diberi penghargaan, dan dihukum.

Menurutnya, tidak salah jika pemerintah akan memberlakukan sanksi bagi warga yang tidak memakai masker. Namun, Deni berpendapat, cara itu tidak akan efektif. “Jadi menurut saya, kalaupun diterapkan (denda) tidak akan efektif karena belum siap mekanismenya maupun regulasinya.”

“Lihat di DKI Jakarta, sampai sekarang tidak dijalankan, padahal peraturannya sudah ada. Permasalahannya itu pada sosialisasi,” kata Deni.

Dari pengamatannya, yang dilakukan pemerintah selama ini adalah diseminasi informasi, dan bukan sosialisasi. Ia menjelaskan, diseminasi informasi itu hanya memberikan informasi, sedangkan sosialisasi adalah suatu proses yang mengubah perilaku seseorang agar menjadi bagian kehidupan sehari-hari.

Deni memberikan contoh, perilaku masyarakat Jepang yang memakai masker saat sedang sakit influenza agar tidak menulari orang lain. “Perilaku itu sudah menjadi kebiasaan warga Jepang sejak belasan tahun lalu,” ungkapnya.

Supaya berjalan efektif, Deni menyarankan agar pemerintah menggulirkan penggunaan masker dengan titik tekan pada kearifan lokal, yaitu menghormati orang lain. “Kalau dibilang untuk mencegah supaya tidak sakit, itu bakal banyak penolakan dari orang-orang yang memang tipenya tidak mau.

Presiden Siapkan Inpres
Presiden Joko Widodo akan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai payung hukum sanksi bagi pelanggar protokol Kesehatan selama pandemi Covid-19. Jokowi mengaku sedang membuat instruksi presiden sebagai dasar hukum sanksi pelanggar protokol Kesehatan.

Jokowi pun menyebut Inpres tersebut akan keluar dalam waktu dekat. Sebab, penanganan Covid-19 terkendala akibat ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan. “Yang kita hadapi sekarang ini protokol kesehatan yang tidak dilakukan secara disiplin,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/7/2020).

Jokowi kemudian menyinggung hasil survei di suatu daerah yang menyatakan 70 persen warganya enggan menggunakan masker selama pandemi Covid-19. Dalam sebuah survei di Jawa Timur, orang yang patuh mengunakan masker hanya 30 persen.(Kanalkalimantan.com/rico)

Reporter : Rico
Editor : Cell



iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->