Connect with us

NASIONAL

Langit Merah di Jambi Juga Pernah Terjadi di China, Kapan Persisnya?

Diterbitkan

pada

Langit merah juga pernah terjadi di China tahun 2015 silam. foto: net

JAKARTA, Fenomena langit merah muncul di Pulau Mentaro, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. Langit merah tersebut muncul, bukan karena matahari terbit maupun matahari akan tenggelam, lantaran kejadian di Jambi terjadi pada Sabtu (21/9) siang sekitar pukul 10.42 WIB hingga pukul 14.00 WIB.

Plt Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo Soetarno mengungkapkan, warna merah yang muncul terjadi karena pergerakan kabut asap dari titik api atau hotspot yang ada di provinsi bagian selatan Provinsi Riau.

Agus juga menerangkan, dulu di tahun 2015, tepatnya di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan lokasi di mana titik api paling besar dan tidak bisa dipadamkan warnanya juga orange kemerahan.

Sebelumnya, pada tahun 24 Desember 2015 silam, warna langit yang tidak lazim juga pernah terjadi di China. Ketika itu, kabut asap di China disebut memasuki “level terbaru” yang ditandai dengan berubahnya warna langit yang ekstrem yakni menjadi merah muda. Warna merah muda atau pink yang timbul, diyakini terjadi oleh refraksi matahari terbenam oleh partikel-partikel kabut asap.

Adapun saat itu, wilayah China dilanda kabut asap parah sejak bulan November 2015. Asap pembakaran pabrik dan kendaraan bermotor ditengarai menjadi penyebab tertutupnya langit kota-kota besar di China.

Selain itu, banyaknya tungku-tungku batubara yang digunakan sebagai penghangat rumah diyakini juga ikut menambah buruknya polusi udara di China. Akibat adanya langit merah muda saat itu, ramai komentar netizen yang membandingkan fenomena ini seperti langit London masa revolusi industri. Fenomena warna langit menunjukkan kondisi kualitas udara pernah pula dibahas dalam penelitian.

Melansir dari Scientific American, para peneliti mengamati bagaimana kondisi udara masa lalu dengan melihat bagaimana lukisan para pelukis terhadap warna langit pada masa lalu. Para peneliti mengamati, warna matahari terbenam selama 150 tahun terakhir menjadi lebih merah. Hal ini menurut mereka mencerminkan peningkatan polusi udara.

Semakin dalam warna merah dilukis, semakin banyak polusi yang ada. Seperti contoh, lukisan setelah gunung berapi, langit akan tampak menjadi lebih merah. ” Lukisan dapat memberikan perkiraan tentang aerosol di atmosfer pada waktu sebelum adanya pengukuran instrumental,” ujar Christos Zerefos, penulis studi utama dan profesor fisika atmosfer di Akademi Athena di Yunani.

Aerosol sendiri merupakan partikel kecil yang tergantung di atmosfer, menyebarkan sinar matahari sehingga matahari terbenam tampak lebih kemerahan. Aerosol dapat berasal dari sumber alami seperti letusan gunung berapi, kebakaran hutan atau badai debu, atau dari sumber buatan manusia seperti jelaga dari mesin mobil dan truk.

Salah satu contoh lukisan yang mereka amati adalah lukisan seniman Jerman Caspar David Friedrich tahun 1818 berjudul “Woman in Front of Setting Sun”. Dalam lukisan tersebut siluet wanita dengan tangan telentang tampak berada di bawah langit merah yang dalam. Peneliti menganggap hal tersebut sangat mungkin terjadi, karena ketika tahun 1815 gunung berapi Tambora di Indonesia meletus.

Letusan tersebut menyebarkan partikel-partikel tinggi ke atmosfer yang menyebabkan langit di Eropa berwarna demikian. Dalam studi yang diterbitkan jurnal Atmospheric Chemistry and Physics , para peneliti mengamati 124 matahari terbenam dilukis oleh seniman Eropa dari tahun 1500 hingga 2000. Para peneliti menemukan bahwa matahari terbenam semakin merah usai gunung berapi meletus, dan seiring waktu matahari menjadi lebih merah usai Revolusi industri. (kom)

Reporter : kom
Editor : Chell

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->