Connect with us

HEADLINE

JATAM: 3.092 Lubang Tambang Dibiarkan Tanpa Reklamasi, 814 Ada di Kalsel

Diterbitkan

pada

JATAM merilis banyaknya lubang tambang yang belum direklamasi Foto: dok kanal

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA– Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat ada 3.092 lubang tambang yang dibiarkan tanpa reklamasi atau perbaikan oleh perusahaan tambang di seluruh Indonesia.

Divisi Jaringan dan Simpul JATAM Nasional Ki Bagus mengatakan, sebaran ribuan lubang tambang itu ada di Aceh (6), Riau (19), Sumatera Barat (22), Bengkulu (54), Lampung (9), Jambi (59), Sumatera Selatan (163), Banten (2), Kalimantan Selatan (814), Kalimantan Utara (44), Kalimantan Timur (1.735), dan Sulawesi Selatan (2).

“Kita mencatat dari 2014-2020 ada 168 warga menjadi korban di lubang tambang, mayoritas anak-anak, contoh di Samarinda Kaltim ada sekitar 39 anak meninggal karena tenggelam di lubang tambang, ada juga yang terbakar karena jatuh ke lubang yang masih ada batu baranya,” ungkapnya, dalam jumpa pers virtual, Minggu (24/1/2021).

Sebanyak 210 lubang bekas tambang di Kalsel saat ini masih belum direklamasi. Hal tersebut selain berimbas pada kerusakan ekologis, juga menjadi model buruk investasi di Kalsel yang belum concern pada isu lingkungan.

Namun demikian, data JATAM tersebut berbeda dengan data yang disampaikan Dinas ESDM Provinsi Kalsel. Saat menggelar pertemuan dengan forum Kepala Teknik Tambang (KTT) se-Kalsel, Rabu (22/1/2020) tahun lalu, data per Januari 2020 ketika itu, tercatat ada 210 void tambang batu bara se-Kalsel. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kalsel, Isharwanto mengklaim masih banyaknya void eks tambang adalah dampak penerbitan izin semasa di Kabupaten.

“Ini kan data dari kabupaten, penambang yang melakukan kegiatan, void mau diapakan. Jangan jeleknya saja, tapi harus ada positifnya. Memang ada juga void yang sudah ditata, digunakan embung, di Senakin untuk air baku,” kata Isharwanto.

Sementara itu, Kabid Mineral dan Batubara Dinas ESDM Kalsel, Gunawan Harjito, ketika itu merincikan ada delapan kabupaten di Kalsel yang berkontribusi menyumbang void tambang periode Januari – Agustus 2019.

Adapun ke 8 wilayah ini ialah, Kabupaten Banjar (65 void dari 6 perusahaan), Tapin (32 void dari 8 perusahaan), Kabupaten HSS (3 void dari 1 perusahaan), Balangan (3 void dari 3 perusahaan), Tabalong (belum rekapitulasi), Tanah Laut (24 void dari 10 perusahaan), Tanah Bumbu (50 void dari 10 perusahaan), dan Kotabaru (6 void dari 5 perusahaan).

“Kalau ditotalkan luasnya void dari seluruh pemegang IUP di Kalsel, mencapai 1.579,04 hektare. Apabila digabung pemegang IUP dan PKP2B pada periode yang sama, maka ada 224 void yang belum reklamasi. Rinciannya, terdiri dari IUP sebanyak 183 void dari 43 perusahaan dan PKP2B sebanyak 41 void dari 7 perusahaan,” Gunawan melanjutkan.

Gunawan mengkalkulasikan titik void sebanyak itu setara luas 3.991,15 hektare. Ia meyakini angka void tersebut bisa lebih banyak lagi mengingat aktivitas pertambangan terus bergerak di Kalsel.

Sebelumnya, terkait persoalan lingkungan di Kalsel, Koordinator Jatam, Merah Johansyah mengatakan selain lubang tambang, pihaknya mencatat terdapat 700 hektare lahan tambang di Kalimantan Selatan tumpang tindih dengan permukiman masyarakat. Bahkan, kawasan transmigrasi di Kalimantan Selatan digusur untuk pertambangan.

“Transmigrasi di kawasan pemukiman sudah digusur orang-orang itu, dirampas tanahnya. Sudah lama itu,” jelas dia dilansir Merdeka.com.

Merah Johansyah juga menyampaikan, 251 ribu hektar pertambangan kini berada di kawasan pertanian dan ladang Kalimantan Selatan. Sementara itu, 464 ribu hektar pertambangan berada di 34 kawasan hutan.

Gunung Meratus yang memiliki ketinggian 1.901 mdpl (meter di atas permukaan laut) pun sudah dikaveling untuk pertambangan. Padahal, Gunung Meratus merupakan jantung Kalimantan Selatan.

Kondisi ini, menurut JATAM akan semakin parah karena disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR.

“Apalagi sekarang kewenangan memberi izin, mengawasi pertambangan itu seluruhnya diserahkan ke pemerintah pusat lewat UU Cipta Kerja, sementara saat dikerjakan pemerintah daerah saja seperti ini potret daya rusaknya, bagaimana kalau semua terpusat di Jakarta,” tutupnya.

Selain itu, JATAM juga mencatat selama 6 tahun Jokowi berkuasa ratusan orang tewas karena konflik tambang. Ada 116 Konflik Tambang di 1.640.400 Ha tanah selama Jokowi jadi Presiden. Konflik itu sepanjang 2014-2020 atau masa pemerintahan Joko Widodo. Ada 168 orang meninggal dunia.

Angka konflik pertanahan antara warga dan perusahaan tambang pada tahun 2020 saja tercatat ada 45 konflik di atas 714.692 hektar tanah, untuk dibayangkan luas ini setara dengan 3x luas wilayah Hong Kong.

“Di 2019 ada 11 konflik, kemudian tahun 2020 mencapai 45 konflik, atau hanya dalam satu tahun lonjakannya lebih dari empat kali, konflik yang paling banyak itu terkait perampasan lahan dan kriminalisasi,” kata Ki Bagus.
Jika ditotal dalam masa kepemimpinan Jokowi, sejak 2014 sampai 2020 tercatat sudah ada 116 konflik tanah tambang dengan luasan 1.640.400 hektar atau setara 3x luas Pulau Bali.

“Ini catatan yang sangat buruk, karena dalam waktu setahun saja konflik yang terjadi bisa 5 kali lebih banyak dari tahun 2019,” jelasnya. (Kanalkalimantan.com/suara)

Editor : Cell

 

 

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->