Connect with us

Kota Banjarmasin

Hindari Tumpang Tindih, Pemprov Atur Penangangan Kawasan Permukiman

Diterbitkan

pada


BANJARMASIN, Guna menghindari tumpang tindih dalam pengaturan kawasan permukiman, Pemprov Kalsel mengusulkan kebijakan dalam Raperda yang khusus mengatur tentang penyelenggaraan dan kawasan permukiman serta perubahan atas Perda No 7 tahun 2016 tentang RPJM Kalsel tahun 2016-2017. Raperda tersebut dibahas dalam agenda DPRD Kalsel, Rabu (7/11).

Sekdaprov Kalsel Haris Makkie yang mewakili Gubernur Sahbirin Noor pada pertemuan tersebut mengatakan, rapat dalam rangka meminta masukan sehingga bisa segera ditetapkan sebagai Perda. “Ini semua untuk kepentingan masyarakat dan daerah. Saya kira dengan diaturnya perda ini, bisa banyak hal akan lebih tertib lagi,” jelasnya.

Sementara Kepala Dinas Permukiman dan Perumahan (Perkim) Arifin Noor mengatakan, pengaturan kewenangan pusat, provinsi, dan kabupaten kota untuk penanganan kawasan perumahan dan permukiman ini mutlak dilakukan. “Urusan wajib artinya infrastruktur perumahan dan kawasannya adalah unsur kewenangan wajib yang diselenggarakan oleh kabupaten kota dan provinsi,” jelasnya.

Sehingga dalam rangka mendorong agar penangannya maksimal, diperlukanlah payung hukum yang jelas. Menurutnya, UU No 23 dan KEPMEN itu masih abu-abu. “Contohnya untuk penanganan rumah tidak layak huni, di sana dikatakan bahwa rumah yang tidak layak huni harus punya sertifikasi. Tapi kenyataan di lapangan, orang yang mempunya rumah tidak layak huni rata-rata mereka pinjam tanah orang,” ungkapnya.

Hal seperti inilah yang Dinas Perkim dorong sehingga apakah nanti permasalahan itu bisa ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota dan provinsi. Seperti misalnya membelikan tanah dan langsung mendirikan rumah yang layak untuk masyarakat.

Dalam hal ini, Dinas Perkim juga mengharapkan agar pemerintah juga berfokus pada perekonomian masyarakat. Sehingga jika perekonomiannya membaik maka bisa membantu mencapai nawacita sejuta rumah Presiden Jokowi.

Arifin menambahkan, sinergisitas antara kabupaten kota dan provinsi untuk mendorong penghapusan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Sehingga hal inilah yang nanti menjadi pokok proposal yang difokuskan untuk rancangan APBD sekarang atau berikutnya.

Perihal anggaran, Arifin mengatakan bahwa semuanya tergantung kewenangan. “Kalau misalnya kita rusun atau perbaikan kualitas kumuh, itu ada melalui pemerintah pusat. Tapi untuk perbaikan kualitas jalur lingkungan, tergantung daripada yang diserahkan bupati atau walikota kepada provinsi. Dari situ dilihat apakah kita atau mereka sendiri yang masih mampu menangani,” terangnya.

Bagi wilayah kumuh di bawah 10 hektare adalah kewengan kabupaten/kota, 10-15 hektare kewenangan provinsi, dan 15 hektare ke atas adalah kewenangan pusat.

Untuk anggaran pembangunan rumah, provinsi menganggarkan 300 unit dan dari pusat mengusul hampir 5000. Dari 56.000 data rumah yang tidak layak huni, provinsi bergerak pelan-pelan dari 2016 hingga 2018 sudah mendapatkan 8.000 unit.”Tahun ini kita dapat 300 dari APBN. Kalau APBD hanya 38 buah unit rumah,” Arifin menambahkan. (mario)

Reporter: Mario
Editor: Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->