Connect with us

HEADLINE

Diusulkan Gelar Pahlawan, Ulama Asia Tenggara Sanad Keilmuan ke Syekh Arsyad Al Banjari

Diterbitkan

pada

Seminar Nasional Rekam Jejak Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Rabu (16/3/2022). Foto: mckalsel  

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kelampayan terus diperjuangkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel) mendapat gelar pahlawan.

Salah satunya dengan menggelar Seminar Nasional Rekam Jejak Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Rabu (16/3/2022).

Seminar dibuka Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor, hadir narasumber dalam seminar dari Jakarta via virtual, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof Azyumardi Azra.

Ada guru besar sejarah dan peradaban Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin Prof Abdul Hafiz Anshari, sejarawan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin Prof Bambang Subiyakto dan Prof Ersis Warmansyah Abbas dengan moderator Dr Taufik Arbain.

 

 

Baca juga: Polisi Bongkar Penimbunan CPO dan Kapal Tanker, 6 Kontainer di Pelabuhan Batulicin Ikut Disegel

Pembahas lainnya dihadirkan sejarawan UIN Antasari Prof Zulfa Jamalie, Dr Abdul Rochim Al Audah, Adhi Surya Said, dan Muhammad Iqbal.

Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor, mengatakan pengusulan gelar pahlawan nasional dikarenakan rekam jejak Datu Kelampayan yang sangat berpengaruh di Nusantara semasa hidupnya bahkan hingga sekarang.

“Kita berusaha dari Waja Sampai Kaputing. Prosesnya telah kita ikuti dari awal, mulai dari pendataan, pendapat tokoh-tokoh masyarakat, akademisi, cendekiawan dan sebagainya,” kata Sahbirin.

Menurut Sahbirin, dukungan penganugerahan juga datang dari berbagai elemen, mulai dari nasional hingga mancanegara. Sehingga Pemprov Kalsel optimis gelar pahlawan nasional bakal terwujud.

“Salah satunya dengan mengadakan seminar ini sebagai salah satu persyaratan yang diwajibkan untuk bisa dipenuhi. Pemberian usulan pahlawan tidak hanya sebagai gelar saja, akan tetapi diharapkan sebagai simbol tauladan bagi semua kalangan baik di Banua maupun secara nasional,” ucap Sahbirin.

Perlu diketahui, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari ini tak hanya terkenal di Indonesia, tapi juga popular di Kamboja, Thailand (Patani), Malaysia, dan Brunei Darussalam. “Ini karena karya fenomenal beliau, kitab Sabilal Muhtadin yang banyak dipelajari umat Islam di negara-negara Asia Tenggara. Apalagi, kitab itu juga disimpan di berbagai perpustakaan besar dunia seperti di Mekkah, Mesir, Turki dan Beirut Lebanon,” papar Prof Dr Hafiz Anshari.

Baca juga: Minyak Goreng Sawit Langka, Warga Ini Bikin Minyak Sendiri dari Buah Kelapa

Menurut Prof Hafiz, saat studi agama Islam di Mekkah dan Madinah, Tuan Besar -sebutan khusus yang diberikan penjajah Kolonial Belanda kepada Syekh Arsyad- diberi kepercayaan oleh Syekh Atthaillah untuk mengajar dan mengeluarkan fatwa.

Syekh Arsyad, kata Prof Hafiz, merupakan orang Jawi —sebutan daerah di Nusantara jauh sebelum menjadi Indonesia- yang diberi izin mengajar di Mekkah hingga mendapat gelar syekh. Murid-murid beliau berasal dari berbagai suku dan negara.

Sebelum pulang ke Tanah Banjar, Prof Hafiz mengungkapkan Tuan Besar Syekh Arsyad sempat singgah di Pulau Penyengat hingga sempat mengajar di Masjid Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Hingga, Syekh Arsyad dihadiahi tasbih dari akar bahar.

“Tasbih ini masih disimpan zuriah Syekh Arsyad di Dalam Pagar Martapura. Dari Pulau Penyengat, Syekh Arsyad kemudian ke Batavia (Jakarta) untuk aktivitas dakwah,” beber Prof Hafiz.

Bukti rekam jejak Syekh Arsyad Al Banjari di Batavia adalah membetulkan arah kiblat di Masjid Jembatan Lima, Masjid Luar Batang dan Masjid Pekojan. Dalam catatan sejarah, kiblat Masjid Jembatan Lima ini diputar sebanyak 25 derajat ke kanan oleh Syekh Arsyad pada tanggal 4 Safar 1186 H (7 Mei 1772 M).

“Bahkan, Prof Hamka bahwa Al Banjari telah menyelidiki pembuatan seluruh masjid lepas dari arah kiblat. Hanya Masjid Demak yang mihrabnya menghadap ke kiblat,” ungkap Hafiz.

Baca juga: Dua Hari Pencarian, Lelaki yang Ceburkan Diri di Jembatan Martapura Ditemukan

Prof Hafiz mengatakan banyak keturunan dan murid Syekh Arsyad tersebar di Nusantara. Hingga, penulis Hasiolan Eko P Gultom mengatakan hampir semua ulama di Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Malaysia pernah menimba ilmu (bersanad atau rantai keilmuan) terkait kepada Syekh Arsyad atau murid-murid Al Banjari.

Termasuk, pernyataan Prof KH Saifuddin Zuhri  Menteri Agama RI (1962-1967) bahwa sejarah dan perkembangan Islam di Kalimantan tidak bisa dipisahkan dengan peranan tokoh seorang ulama besar Syekh Muhammad Al-Banjari.

“Inilah jasa Syekh Arsyad Al Banjari yang turut berkontribusi besar bagi pembinaan dan pengembangan Islam di Nusantara. Utamanya, membentuk karakter muslim Ahlussunnah wal Jamaah sampai sekarang masih dirasakan oleh masyarakat. Utamanya, masyarakat Banja,” kata doktor peradaban Islam lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Hingga kini, beber Hafiz, karya tulis Syekh Arsyad Al Banjari dipelajari bahkan menjadi kajian ilmiah di perguruan tinggi. “Bagi masyarakat Banjar, Syekh Arsyad merupakan Wali Allah yang mulia dan agung, sehingga dihormati dan dicintai. Faktanya, banyak jamaah yang masih menziarahi kubah Datu Kalampayan,” pungkasnya.

Argumen Hafiz Anshari juga diperkuat Bambang Subiyakto. Sejarawan ULM ini mengatakan kehidupan Syekh Arsyad sejak kecil hingga usia lanjut penuh dedikasi dan pengabdian yang merupakan bagian utama terpenting.

“Sejak kecil merupakan rakyat biasa hingga mendapat kesempatan tinggal di Istana Kesultanan Banjar. Hingga mendapat kesempatan menimba ilmu ke Haramain. Fase-fase kehidupan Syekh Arsyad ini menunjukan keanekaragaman hidup yang dijalaninya,” katanya.

Bambang juga menyebut ada beberapa sahabat Syekh Arsyad dalam perjalanan laut menuju ke Jeddah seperti Syekh Abdussamad,  Abdul Wahab, dan Abdurrahman. Hingga pada 1772 atau awal tahun 1773, tiba di Martapura bersama Abdul Wahab, menantu sekaligus sahabatnya.

“Sejak Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari tiba di Tanah Banjar, perkembangan dakwah Islam makin pesat. Beliau adalah pelopor dan motor penggerak, karena penyebaran Islam makin aktif pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19,” papar guru besar sejarah ini. (Kanalkalimantan.com/al)

Reporter : al
Editor : kk


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->