Connect with us

Kabupaten Kotabaru

Disebut Pengrusakan Pagar di Wisata Goa Lowo Kotabaru, Begini Penjelasan Polisi

Diterbitkan

pada

Suasana jumpa pers di Mapolres Kotabaru terkait sengketa lahan di wisata Goa Lowo. Foto: muhammad

KANALKALIMANTAN.COM, KOTABARU – Pasca pembukaan portal pembatas dari seng dan kawat berduri di objek wisata Goa Lowo, Desa Tegalrejo, Kecamatan Kelumpang Hilir, Kabupaten Kotabaru, pada Jumat (6/5/2022) kemarin, masih menyisakan masalah.

Masyarakat saat libur Lebaran yang datang ke objek wisata tersebut sempat menikmati wahana hiburan air di lokasi wisata tersebut.

Belakangan, muncul anggapan bahwa pihak kepolisian yang berhadir pada saat mediasi terkait persoalan sengketa lahan antara Bumdes sebagai pengelola objek wisata Goa Lowo dan pihak Nurul Huda -penggugat-, terkesan memaksa membuka pagar, bahkan disebut melakukan pengrusakan.

Melihat polemik tersebut, pada Rabu (11/5/2022), jajaran Polres Kotabaru menggelar jumpa pers dalam menjelaskan duduk permasalahannya. Keterangan pihak polisi disampaikan Wakapolres Kompol Andi Sofyan didampingi Kabag Ops Kompol Agus Rusdi Sukandar, Kasat Reskrim AKP Abdul Jalil dan Kasat Intelkam Iptu Shoqif Fabrian.

 

 

Baca juga: 1.171 PPPK Guru se Kalsel Dilantik dan Diambil Sumpah

Dijelaskan Wakapolres Kotabaru, kehadiran kepolisian saat pembukaan portal seng dan kawat berduri itu murni untuk menjaga situasi Kamtibmas di daerah tersebut, dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.

“Tidak ada yang namanya pemaksaan. Apalagi sebelum terjadinya pembukaan pagar pembatas kami juga telah melakukan mediasi mencari solusi terbaiknya,” tutur Kompol Andi Sofyan.

Salah satu warga Tegalrejo. Foto: muhammad

Pun, sebelum dilaksanakan pembukaan pagar yang berada di kawasan wisata Goa Lowo menuju akses wahana hiburan kolam renang, Polres Kotabaru sudah berapa kali melakukan mediasi mencari jalan keluar terbaik. “Kehadiran anggota kepolisian dalam rangka memberikan rasa aman dan menjaga kondusifitas daerah,” tegas Wakapolres Kotabaru.

“Berdasarkan hasil kesepakatan, kita meminta agar akses jalan tersebut yang dilalui masyarakat agar dibuka,” sambungnya.

Saat pelaksanaan mediasi, pihaknya memberikan arahan kepada kedua belah pihak dan ketika pembukaan pagar sama sekali tidak ada pembongkaran, berdasarkan kepentingan umum dan ketertiban masyarakat, apalagi kemarin dalam kondisi suasana lebaran.

“Intinya pada saat pelaksaan kita sama-sama memberikan solusi terbaik agar kondusifitas daerah dapat terjaga dengan baik,” tambahnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim AKP Abdul Jalil menambahkan, kehadiran aparat kepolisian hanya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, karena tidak menghendaki perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat sendiri.

Baca juga: Dinkes Kapuas Gelar Koordinasi dan Evaluasi Program Imunisasi 

“Berdasarkan Undang-Undang Agraria menyatakan, tidak ada yang namanya tanah kosong, yang ada hanya tanah tersebut milik bangsa Indonesia, hak dimiliki oleh negara, hak adat atau ulayat, dan hak perorangan atau badan usaha. Setelah saya lakukan overlay bahwa lahan tersebut masuk dalam tanah restan atau percadangan (hak milik negara) yang dikuasakan kepada Kementerian Transmigrasi, dan hanya boleh dikelola, namun tidak bisa dimiliki,” jelasnya.

Seharusnya, katanya lagi, pihak Nurul Huda melakukan gugatan kepada PUTN, karena sudah membayar pajak kepada negara. Ia juga meminta kepada pihak desa agar memberikan kesempatan kepada masyarakat yang melakukan gugatan.

Terkait dengan adanya pengaduan oleh warga ke Propam Polda Kalsel atas persoalan pembukaan pagar tersebut, ia hanya menjawab itu merupakan hak warga, namun tentunya akan ada kajian melihat persoalan tersebut.

Seperti diberitakan sebelumnya oleh Kanalkalimantan.com, berdasarkan penjelasan Nurul Huda, orangtua mereka merupakan warga transmigrasi dari tahun 1982 angkatan ke-2. Saat itu lokasi Goa Lowo masih hutan belantara. Terkait pembukaan jalan yang diberi pagar kawat alias diblokir, pihaknya meminta waktu untuk berkordinasi dengan kuasa hukum.

“Jika jalan tersebut dibuka, kami minta pembagian hasil sebanyak 50% dari penjualan tiket masuk obyek wisata tersebut, dan jika dilakukan pembebasan lahan maka kami minta ganti rugi sebesar Rp 500 juta,” ujar Nurul Huda didampingi perwakilan kuasa hukum pada saat itu.

Pembukaan portal pagar disaksikan dari kedua belah pihak didampingi kepolisian. Foto: muhammad

Berdasarkan penelusuran kanalkalimantan.com di lapangan, pada Minggu (8/5/2022). Didapati informasi dari para tokoh masyarakat, ada tuduhan pengrusakan maupun pemaksaan pembongkaran pagar pembatas tersebut sama sekali tidak benar. Bahkan, saat pembukaan sama sekali tidak ada keributan yang terjadi, justru kehadiri aparat kepolisian membuat masyarakat merasa aman.

“Kemarin setelah kita mediasi itu ada kesepakatan, mau membuka sendiri atau pihak Kepolisian yang membuka pagar tersebut, dan saat pembukaan pihak Nurul Huda juga ikut meyaksikan secara langsung, tidak ada yang namanya intimidasi dari pihak manapun, dan dalam mediasi berlangsung pihak Kepolisian memberikan edukasi terkait status lahan yang menjadi sengketa,” ungkap Suyoto, salah satu warga Desa Tegalrejo.

Dijelaskannya pula, ketika proses mediasi berlangsung, pihak penggugat juga menyampaikan dua tuntutan yakni meminta ganti rugi sebesar Rp 500 juta dan minta 50 persen dari hasil pengelolaan kolam selama dibuka.

Karena untuk kepentingan umum dan kenyamanan para pengunjung berwisata, maka Kepolisian mengambil keputusan untuk pembukaan pagar. Dibuatkan pula dua surat yang berisikan penolakan dan persetujuan pembukaan untuk pihak penggugat, namun penggugat tidak mau menandatangi surat tersebut.

“Sampai petugas dan aparat desa mendatangi penggugat untuk menyampaikan surat tersebut, namun dari pihak penggugat tidak mau tanda tangan, surat penolakannya juga tidak mau tandatangan, malah pihak kuasa hukumnya menyebutkan yang bersangkutan ingin istirahat dan tidak bisa diganggu,” jelasnya.

Senada dengan itu, warga lainnya Suwono sangat menyayangkan sampai terjadi permasalahan sengketa lahan tersebut. Ia warga transmigrasi tahun 1983 angkatan ke-3 dan pernah menjadi perangkat Desa Tegalrejo sebagai salah satu RT dan Kaur Umum.

Baca juga: Dugaan Kasus Mark Up Perjalanan Dinas di DPRD Banjar, Kejari Banjar Diminta Usut Tuntas!

Diterangkannya, pada tahun 1995 lalu sebagaimana instruksi Camat bahwa radius 50 meter dari obyek wisata Goa Lowo tidak boleh dibuat segel tanah, karena akan dijadikan kawasan pariwisata dan perkemahan.

“Berdasarkan keterangan dari ahli waris atas nama Nurul Huda bahwa ia memiliki legalitas segel atas lahan yang diklaim tersebut pada tahun 2002 yang diterbitkan oleh Kades Tarsid. Sepengetahuan saya Kades itu sudah tidak menjabat dari tahun 1998. Saya menduga bahwa stempel yang tertera dalam legalitas segel milik almarhum M Mukminin bukan stempel asli, dan lahan yang klaim tersebut merupakan lahan milik negara,” terangnya. (Kanalkalimantan.com/muhammad)

Reporter : muhammad
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->