Connect with us

HEADLINE

AWAS. Mikro Plastik Kontaminasi Air dan Ikan di Aliran Sungai Barito!

Diterbitkan

pada

Mikroplastik mencemari sungai Barito dan ikan di dalamnya. Foto: ist

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASINSungai Barito di Kalimantan Selatan (Kalsel) sudah tercemar dan menjadi ancaman serius. Sejumlah mikro plastik ditemukan di enam spesies ikan yang diteliti. Minimnya sarana pengolahan limbah domestik diduga menjadi penyebab terkontaminasinya sungai di sepanjang lebih kurang lebih 1.090 km ini.

Fakta terbaru ini ditemukan saat Ecological Observation and Wetland Conservations (Ecoton) melakukan susur Sungai Barito, Sungai Kuin dan Sungai Martapura dalam Ekspedisi Sungai Nusantara, berkolaborasi dengan Kaoem Telapak badan teritori Kalimantan Selatan.

“Kita menemukan minimnya sarana pengolah limbah domestik yang menyebabkan mikro plastik ada di beberapa sungai besar di Banjarmasin ini, kemudian kita juga menemukan beberapa ikan juga mengandung mikro plastik, jadi ini adalah ancaman baru, ancaman serius yang ada di daerah aliran Sungai Barito yang merupakan sungai penting di Kalimantan Selatan,” papar Prigi Arisandi Pendiri sekaligus Direktur Ecoton.id.

Tidak hanya menemukan adanya mikro plastik di dalam air dan ikan, tim juga menemukan rendahnya kadar oksigen yang ada di dalam air. Prigi Arisandi menilai, minimnya keseriusan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat menangani pencemaran di sungai Barito ini.

 

Baca juga : Ketua DPC Demokrat Buka Turnamen Bola Voli AYH Cup se-Balangan

“Rara rata kita menemukan sekitar 1,5 miligram/liter, padahal untuk sungai nasional kelas 2 yang menjadi bahan baku air minum itu tidak boleh kurang dari 4 miligram/liter. Artinya kualitas air di Kalimantan Selatan ini sudah jauh di bawah standar bahan baku mutu,” jelasnya.

Temuan mikro plastik yang terkandung di dalam air sebagai bahan baku air minum dan mikro plastik yang masuk kedalam sample ikan yang dapati kemudian diteliti seperti ikan saluang, gabus, lais, patin, hingga sepat dan ikan Sili Sili, menjadi ancaman serius masyarakat yang mengkonsumsi ikan hasil tangkapan di Sungai Barito.

“Mikro plastik ini merupakan senyawa pengganggu hormon, jika masuk dalam tubuh makan akan mengganggu sistem hormon reproduksi, hingga hormon metabolisme pada manusia, makanya harus ada langkah serius dari pemerintah untuk mengendalikan sumber sumber pencemaran limbah limbah domestik dari pemukiman,” katanya.

Dalam ekspedisi di Sungai Barito ini tim juga melihat kanal sungai yang menjadi sempit akibat bertumbuhnya pemukiman, warga yang bermukim di bantaran sungai dinilai menyumbang langsung limbah cair ke sungai tanpa diolah.

Baca juga  : Jelang Porprov XI Kalsel, KONI Banjarbaru Terus Lakukan Latihan Intens

Atas temuan ini, tim menyarankan harus adanya pengolahan sampah atau TPS di level kelurahan hingga desa, menggencarkan perda yang sudah ada, pembangunan ipal komunal, inisiatif pemerintah dalam mengambil sampah yang ada di sungai, hingga melibatkan kontribusi produsen industri besar penyumbang sampah.

“Dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah itu jelas kalau ada sampah produsen yang tidak bisa diolah secara alami maka itu tanggung jawab produsen, mengingat sungai ini adalah sumber kehidupan, apalagi Banjarmasin ini dikenal dengan kota seribu sungai,” ujarnya.

Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar kedua di Dunia

Indonesia masuk dalam peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik ke Laut setelah Tiongkok dengan estimasi 0,48–1,29 juta metrik ton per tahun. Sampah yang berasal dari aliran sungai yang tidak terkontrol turut penyumbang dan larut ke laut.

Itu menurut Jenna R. Jambeck dalam artikelnya Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean tahun 2015.

Baca juga  : Pasca Perbaikan, Jembatan Paringin Kembali Dibuka untuk Roda 2 dan Roda 4

Menurut Lebreton dalam River Plastic Emissions to The World’s Oceans (2015), masalah sampah di Indonesia umumnya disebabkan oleh aktivitas antropogenik dari darat yang kemudian masuk ke laut melalui sungai-sungai yang ada.

Data menunjukkan, sebanyak 80 persen sampah laut berasal dari sampah yang dihasilkan di daratan yang berasal dari kegiatan antropogenik manusia.

Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kemenkominfo Septriana Tangkary menuturkan sampah asli yang dihasilkan dari aktivitas laut sendiri hanya sejumlah 20 persen.

“Kondisi-kondisi seperti ini yang perlu kita kelola dengan baik, yang direfleksikan dalam langkah-langkah komunikasi, informasi, dan penyadar-tahuan atau edukasi (KIE), ” ungkap Septriana dalam webinar Creativetalk Pojok Literasi, Minggu (26/9/2021).

Baca juga  : UAS Ingatkan Pentingnya Silaturahmi bagi Warga Banjarbaru yang Heterogen

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Muhammad Yusuf menyampaikan laporan International Coastal Cleanup 2018 sampah puntung rokok menempati posisi pertama dengan jumlah 2.412.151.

Sementara sisanya adalah sampah pembungkus makanan dan sampah plastik berupa botol minuman, kantong kresek, sedotan plastik, wadah plastik, tutup minuman plastik dan styrofoam.

“Yang harus kita lakukan dalam menangani sampah, antara lain mengurangi penggunaan produk sekali pakai, mendaur ulang, mengubah mindset masyarakat bahwa laut bukan keranjang sampah,” ungkap Yusuf.

Yusuf menghimbau agar masyarakat bersama-sama melindungi laut Indonesia dari sampah agar Laut bersih, ekosistem laut sehat, ikan melimpah, dan masyarakat sejahtera. (Kanalkalimantan.com/rdy)

Reporter : rdy
Editor : cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->