Connect with us

NASIONAL

Soal Banjir, Pempov Kalsel Akan Lakukan Kajian terkait Dampak Masifnya Tambang

Diterbitkan

pada

PJ Sekdaprov Kalsel saat tampil di Mata Najwa Foto: trans7/repro

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA – Masifnya tambang dan perkebunan di Kalsel yang berdampak pada bencana lingkungan banjir yang terjadi sebagaimana disampaikan LAPAN, KLHK, Walhi, dan sejumlah lembaga lain, masih menjadi dasar kuat bagi Pemprov Kalsel untuk melakukan evaluasi. Pj Sekdaprov Kalsel Roy Rizali Anwar, yang menjadi salah satu narasumber di acara Mata Najwa yang disiarkan TRANS 7 mengatakan, masih akan melakukan kajian dengan melibatkan akademisi dan profesional.

Kapada Najwa Shihab, selaku tuan rumah acara Mata Najwa, Roy mengatakan, banjir disebabkan anomali cuaca yang menyebabkan turunnya hujan cukup tinggi.

“Terkait soal dampak tambang, perlu penelitian lebih detail. Sebab banjir yang parah seperti ini juga pernah terjadi tahun 1928 di Barabai. Apakah kerusakan alam yang terjadi, kita akan libatkan akademisi dan profesional,” ungkapnya.

Yang jelas, Roy mengatakan, Pemprov Kalsel telah melakukan berbagai langkah dan upaya untuk menjaga lingkungan. Hal tersebut ditegaskan bahwa sejak 2016 pihaknya tidak mengeluarkan satu pun izin tambang.

 

“Termasuk mencabut 625 izin tambang dari 978 izin yang dikeluarkan kabupaten/kota setelah kewenangan izin tambang diserahkan ke provinsi sejak tahun 2017. Termasuk juga ada 6.816 hektare lebih lahan tambang yang sudah dilakukan reklamasi, 2.365 revegetasi yang dilakukan penanaman kembali oleh Pemprov. Pun demikian gerakan revolusi hijau dan perlindungan kawasan Meratus,” tegasnya.

Ia mengatakan, untuk langkah penanganan, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor juga sudah mengumumkan wilayahnya kini berstatus tanggap darurat bencana banjir melalui Surat Pernyataan Nomor: 360/038/Bpbd/2021 tertanggal 14 Januari 2021.

“Kita juga bikin pos komando di sejumlah daerah yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, TNI/Polri. Termasuk libatkan 3.500 relawan, pendirian posko kesehatan di sarana pengungsian,” terangnya.

Sementara itu, Edo Rahman, selaku Direktur Kampanye Walhi yang juga menjadi pembicara di acara tersebut mengatakan, banjir Kalsel tidak semata terjadi karena intensitas hujan. Tapi juga sebagaimana hasil pengamatan Walhi Kalsel, karena hampir setengah dari daratan Kalsel ada aktivitas ekstraktif (Pertambangan dan perkebunan, red).

“Jadi tidak semata karena hujan yang tinggi. Dari total daratan Kalsel berapa banyak yang dibebani dengan izin tambang dan perkebunan yang sudah 15 sampai 20 tahun,” katanya.

Data Walhi Kalsel menyebutkan, berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.

Hal tersebut menunjukkan daya tampung daya dukung lingkungan di Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis. Bahkan dari total luas wilayah 3,7 juta hektare, hampir 50 persen sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit.

“Terkait soal tambang terlantar, Pemprov Kalsel harus memberikan komitmen, bagaimana melakukan evaluasi penatatan ruang. Terutama oleh pemerintah baru ke depan dengan memastikan adanya penegakan hukum,” tegas Edo. (Kanalkalimantan.com/kk)

 

Reporter : Kk
Editor : Cell

 

 

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->