Connect with us

RELIGI

Setahun Penuh, Al Quran Raksasa di Ciwandan Ditulis Tangan Usai Tahajud

Diterbitkan

pada

Mukarromi Ma'shum pengurus ponpes Al-Hikmah menunjukan Al Quran Raksasa (Suara.com/Adi Mulyadi)

KANALKALIMANTAN.COM – Selama setahun penuh, Al Quran Raksasa di Majlis Taklim Al-Hikmah yang berada di Kelurahan Tegal Ratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon dibuat.

Al Quran raksasa itu ditulis tangan oleh pembuatnya setelah Sholat Tahajud atau pada dini hari.

Al Quran atau Mushaf adalah kitab suci umat muslim. Al-Qur’an sendiri menjadi satu-satunya kitab penuntun kehidupan umat muslim dalam menjalankan kehidupan.

Al Quran pada umumnya sering dibaca oleh umat muslim, apalagi pada bulan suci Ramadhan seperti sekarang ini, umat muslim berlomba-lomba menghatamkan isi Al Quran selama bulan puasa.

Baca juga : Mantan Terpidana Bom Bali: Jihadis Pantang Menyerah, Meski Jalan Dihalangi

Namun, ada yang berbeda dengan Al Quran yang ada di Jalan Kimudzakir, Link Cigading, Kelurahan Tegalratu, Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, tepatnya di Majlis Taklim Al-Hikmah.

Al Quran berukuran 1,8×1 meter itu menjadi salah satu icon Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Hikmah. Untuk dapat melihat Al-Qur’an itu, tidak memakan waktu lama lantaran jaraknya terjangkau.

Perjalanan sekitar 25 sampai 30 menit dari pusat Kota Cilegon arah Anyer, tepatnya di depan pabrik Krakatau Posco terdapat plang atau gapura bertuliskan Kelurahan Tegalratu di sebelah kiri. Kurang lebih sekitar 500 meter terdapat mushola Al-Hidayah persis dibelakang mushola itu lah keberadaan Al Quran raksasa itu disimpan.

SuaraBanten.id, yang mendapatkan kesempatan berkunjung mencoba menulusuri Al Quran raksasa itu. Sesampainya disana Mukarromi Ma’shum yang merupakan menantu dari KH. Ahmad Basharudin pendiri Ponpes Al-Hikmah langsung menyambut.

Baca juga : 10 Peristiwa Besar Saat Ramadhan

Mukarromi Ma’shum langsung menceritakan Al Quran tersebut kepada SuaraBanten.id, Al Quran tersebut langsung ditulis tangan oleh KH. Ahmad Basharudin selama satu tahun yakni dari tahun 1990 sampai 1991.

“Proses penulisannya itu pada tengah malam setelah melakukan solat tahajud, bukan berarti dalam penulisan Al Quran itu tidak ada halangan dan rintangan, melainkan beliau selalu teguh untuk menuliskan Al Quran ini,” kata pria yang akrab disapa Romi itu.

Diungkapkan Romi, KH. Ahmad Basharudin sediri adalah seorang ulama yang mempunyai kelebihan dibidang pembuatan kaligrafi. Oleh karena itu, keahliannya dituangkan dalam tulisan Al Quran raksasa ini.

“Beliau menulis sebanyak 4 Al Quran besar, dengan ukuran berbeda-beda. Namun ini yang paling besar. Satu Al Quran diberikan kepada KH. Anom Suryalaya Jawa Timur, satu lagi di berikan kepada Masjid Istiqlal Jakarta, yang duanya ada disini, namun ini yang paling besar,” ungkapnya.

Baca juga : Dua Hari, 3 Warga Banjarbaru Meninggal Karena Covid-19

Dikatakan Romi, pada masa itu KH. Ahmad Basharudin memiliki ribuan santri. Santri tersebut tidak hanya berasal dari wilayah Cilegon, Serang, Pandeglang dan sekitarnya.

“Santri beliau juga ada yang dari luar daerah, seperti Sumatra Jawa dan lainnya, karena banyak juga, dan tentunya ini menjadi Hasanah bagi Kota Cilegon sebagai Kota santri, meskipun kondisi saat ini agak berbeda jadi santri di Cilegon sedikit berkurang, ” katanya.

Setidaknya, lanjut Romi, yang dilakukan oleh KH. Ahmad Basharudin mencerminkan bahwa Kota Cilegon ini kaya. Tentunya, Al Quran itu ditulis untuk memotivasi para santri di Ponpes Al-Hikmah.

“Tentunya juga memberikan kontribusi kekayaan intelektual dengan kapasitas beliau seorang pendidik para santri,” katanya.

Baca juga : Pemerintah Hapus Pendidikan Pancasila, UGM: Cermin Sikap Tak Tanggung Jawab

Ditegaskan Romi, keberadaan Al Quran raksasa yang berada di Ponpesnya itu bukan suatu rekayasa belaka yang dibuat tanpa perjuangan. Melainkan ini adalah fakta

“Ini bukan mengada-ada atau sesuatu yang diada-ada, bukan datang tiba-tiba, melainkan ini ditulis secara langsung oleh ulama, dan ini bukan cetakan,” tegasnya.

Dirinya juga berharap, Al Quran raksasa itu bisa dilirik pemerintah dan menjadikan salah satu icon di Kota Cilegon sebagai salah satu bukti bahwa Kota Cilegon adalah Kota santri.

“Kemudian menjadi warisan bersama, sehingga bisa menjadi motivasi siswa dan siswi di Cilegon untuk mencintai Al Quran dan mencintai kaligrafi sehingga bisa berkarya,” harapnya.(Suara.com)

 

 

 

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->