Connect with us

Hukum

Sakit, Mantan Bupati HST Abdul Latif Batal Baca Pledoi di Pengadilan Tipikor

Diterbitkan

pada

Mantan Bupati HST Abdul Latif Foto : dok

JAKARTA, Mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif tidak bisa menghadiri persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (20/8). Hal ini karena yang bersangkutan sedang berobat ke rumah sakit akibat keluhan di bagian punggung.

Abdul Latif semestinya akan menyampaikan pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor tetapi batal karena sakit.  “Beliau ada keluhan saraf di bagian bawah punggung. Menurut dokter, harus diambil tindakan operasi,” ujar pengacara Abdul Latif, Arief.

Menurut Arief, sebagaimana dilansir Kompas.com, kliennya saat ini sedang berada di Rumah Sakit Abdi Waluyo untuk menjalani perawatan. Sejak beberapa waktu lalu, Latif mengeluh sakit di bagian punggung. Ketua majelis hakim Ni Made Sudani kemudian menunda persidangan selama dua pekan ke depan.

Sebelumnya, Abdul Latif dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Abdul Latif juga dituntut membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Menurut jaksa, Abdul Latif terbukti menerima suap Rp 3,6 miliar. Suap tersebut diberikan oleh Direktur PT Menara Agung Pusaka Donny Witono yang merupakan kontraktor di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan karena Abdul Latif telah mengupayakan PT Menara Agung Pusaka memenangkan lelang dan mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan ruang perawatan kelas I, II, VIP dan super VIP di RSUD H Damanhuri Barabai tahun anggaran 2017.

Pada Maret-April 2016, menurut jaksa, Abdul Latif memanggil Fauzan Rifani selaku Ketua Kadin Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dalam pertemuan itu, terdakwa memberikan arahan agar Fauzan meminta fee kepada para kontraktor yang mendapatkan proyek di Pemkab Hulu Sungai Tengah.

Masing-masing, yakni fee sebesar 10 persen untuk proyek pekerjaan pembangunan jalan. Kemudian, pekerjaan bangunan sebesar 7,5 persen dan pekerjaan lainnya 5 persen. Jumah tersebut dihitung dari setiap nilai kontrak yang sudah dipotong pajak.

Dalam kasus ini, awalnya Abdul Latif selaku bupati meminta agar Donny menyediakan fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak, apabila ingin perusahaannya dimenangkan. Namun, Donny meminta agar fee diturunkan menjadi 7,5 persen. Setelah itu, Abdul Latif menyetujuinya.

Menurut jaksa, setelah terjadi kesepakatan, PT Menara Agung Pusaka dinyatakan sebagai pemenang lelang. Sebagai kelanjutan atas kesepakatan, terdakwa memberikan dua lembar bilyet giro kepada Fauzan Rifani pada April 2017. Adapun, pencairan dilakukan dalam dua tahap.

Pertama, Rp 1,8 miliar setelah pencairan uang muka proyek dan Rp 1,8 miliar setelah pekerjaan selesai. Abdul Latif dinilai melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.(cel/kom)

Reporter : Cel/kom
Editor : Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->