Connect with us

Bisnis

PT Pegadaian, Perjalanan 118 Tahun sampai Sekarang (1)


Kejayaan Masa Lalu Perusahaan Bukan Jaminan Bisa Berlanjut di Masa Depan


Diterbitkan

pada

Pegadaian terus berubaya meremajakan diri untuk persaiangan global Foto: cell

Rentang panjang usia PT Pegadaian menjadikan sebagai salah satu BUMN tertua di tanah air. Berbagai upaya dilakukan untuk meremajakan perusahaan yang akrab di mata masyarakat bawah ini menjadi lebih mudah dan agresif di persaingan bisnis baru.

Berbagai kebijakan usaha yang akrab dengan milineal, hingga merambah berbagai bisnis yang sebelumnya tak dibayangkan dari sekadar menitipkan jaminan secara tradisional pada masa lalu, dipaparkan melalui acara National Media Gathering & Workshop PT Pegadaian yang digelar di Pesonna Hotel, Jogjakarta, tanggal 25-28 Juli lalu.

Kanalkalimantan.com bersama 30 media nasional lainnya mendapatkan kesempatan mengikuti kegiatan tersebut. Berikut ulasan disampaikan reporter kanalkalimantan.com, Slamet Afifudin yang diturunkan secara berseri mulai edisi ini:

***

Menulis sejarah ekonomi Indonesia, mungkin bisa dimulai dari Pegadaian. Ya, Pegadaian bahkan sudah lama berdiri sebelum Belanda datang ke Indonesia. Ketika itu, masyarakat sudah melakukan transaksi utang dengan jaminan barang tidak bergerak berupa tanah atau melaksanakan gadai tanah.

Tujuan adanya pegadaian sebagai lembaga keuangan bukan bank, sebetulnya sebagai upaya memangkas segala macam praktek pinjam-meminjam yang kerap ‘menjerat leher’ orang kecil seperti ijon dan rentenir yang memberikan pinjaman dengan bunga diluar nalar.

Awalnya, bentuk gadai yang dilembagakan (pegadaian) secara formal berkembang di Italia yang kemudian dipraktekan di wilayah Eropa lainnya seperti di Inggris dan Belanda. Belanda yang datang ke Indonesia membawa konsep gadai melalui Vareenigde Oos Compagine (VOC).

Sejarah Pegadaian di Indonesia dimulai sejak tahun 1746. Saat kedatangan Gubernur Jendral Vareenigde Oos Compagine (VOC) Van Imhoff. VOC sebagai salah satu maskapai perdagangan dari Belanda yang datang ke Indonesia didirikan sebagai bentuk usaha untuk memperlancar kegiatan ekonomi Belanda.

Van Imhoff mendirikan Bank Van Leening di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746 dengan tujuan sebagai lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai. Melalui surat keputusan tertanggal 28 Agustus 1746 dengan modal awal sebesar f 7.500.000; yang terdiri dari 2/3 modal milik VOC dan sisanya dari swasta.

Ketika VOC bubar tahun 1800 maka usaha pegadaian diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Daendels, peraturan gadainya diubah kembali yaitu tentang peraturan tentang barang yang dapat diterima sebagai jaminan gadai seperti perhiasan dan lain-lain. Kedatangan Inggris di Indonesia setelah mengalahkan Belanda, kemudian mengambil alih kekuasaan jajahan Belanda di Indonesia (1811-1816) termasuk Bank Van Leening dan menggantinya dengan Licentie Stelsel.

Aturan pun diubah yaitu setiap orang boleh mendirikan usaha unit gadai, namun dengan syarat harus adanya izin dari pemerintah daerah setempat. Di bawah kekuasaan Raffles, izin dikeluarkan kepada perorangan, khususnya keturunan China.

Pembubaran Bank Van Leening sebagai monopoli gadai membuat masyarakat Indonesia diberi kebebasan untuk mendirikan usaha pegadaian asalkan adanya lisensi dari pemerintah daerah setempat yang dibentuk oleh Inggris.

Imbasnya, kebijakan baru tersebut berdampak negatif dengan munculnya lintah darat yang menyengsarakan masyarakat. Sehingga diganti dengan sistem penyewaan atau Pachstelsel pada tahun 1814, di mana campur tangan langsung oleh pejabat lebih terasa.

Pada saat Belanda datang kembali ke Indonesia pada tahun 1816, Bank Van Leening dengan sistem dan konsep gadai tersebut dilanjutkan dan dipertahankan. Pada saat itu, seluruh wilayah Jawa dan Madura telah memiliki pegadaian, kecuali Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta, di mana sistem penyewaan yang menjadi hak prerogatif kelompok bangsawan tetap berlaku, monopoli pegadaian tidak dikembangkan ke pulau lain sampai tahun 1921.

Lalu pada tahun 1901, berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda no 131 tanggal 12 Maret 1901 mendirikan rumah gadai pemerintah di Sukabumi Jawa Barat pada tanggal 1 April 1901 dengan nama Jawatan Pegadaian. Selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Pegadaian. Hal itu sebagaimana diatur dalam staatsblad tahun 1901 No. 131. Isi dari KUHP-nya ketika itu adalah:

Sejak saat itu di bagian Sukabumi kepada siapapun tidak diperkenankan untuk dengan member gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak membeli kembali, meminjamkan uang tidak melebihi 100 (seratus) golden. Dengan hukuman tergantung kepada kebangsaan para pelanggar yang diancam dalam Pasal 337 KUHP bagi orang-orang Eropa dan Pasal 339 KUI IP bagi orang Pribumi.

Pada mulanya, Jawatan Pegadaian Negara melakukan upaya khusus untuk menumpas segala macam praktek pinjam-meminjam yang tidak diinginkan. Artinya, yang dirugikan masyarakat, misalnya suku bunga yang tinggi, lelang yang diatur, barang gadaian yang tidak terawat.

Seiring perjalanan waktu, pegadaian milik pemerintah semakin berkembang dengan baik sehingga pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan monopoli. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan monopoli pun diatur oleh pihak pemerintah Hindia Belanda dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana yang tercantum dalam Pasal 509 dan Staatsblad No. 266 tahun 1930.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, rumah gadai yang merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan bukan bank ini di kuasai pemerintah Republik Indonesia. Namun Kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karang Anyar (Kebumen) dan ke Magelang karena situasi perang Agresi militer Belanda. yang kian terus memanas.

Jawatan Pegadaian pada tanggal 1 Januari 1967 dijadikan perusahaan Negara (PN) dan berada dalam lingkup Departemen Keuangan Pemerintah RI berdasarkan peraturan No. 176 tahun 1961. Kemudian berdasarkan PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), selanjutnya berdasarkan PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011, bentuk badan hukum Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

Namun, percepatan pertumbuhan dan persaingan ekonomi menuntut PT Pegadaian saat ini untuk lebih membuka diri. Langkah agresif dalam upaya meregenerasi nasabah, layanan, dan varian usaha baru dilakukan untuk bisa bertahan era industri 4.0.

Ibaratnya, pada usia 118 tahun Pegadaian saat ini perusahaan tidak tumbuh menjadi tambah menua. Tapi justru tambah muda dan semakain milenial. Penuh gairah tak kalah dari start up baru yang bermunculan di tanah air!

Hal tersebut seperti disampaikan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk PT Pegadaian, Harianto Widodo. “Kejayaan masa lalu perusahaan, bukan jaminan bisa berlanjut di masa depan. Banyak perusahaan yang legend tetapi tidak mampu bertahan karena terdisrupsi. Oleh sebab itu, meski usia Pegadaian sudah 118 tahun, tetapi terus melakukan regenerasi nasabah dan memberikan fitur produk yang dibutuhkan masyarakat,” jelasnya.

Harianto mengatakan, saat ini terus melakukan perluasan segmen melalui distribution channel seperti kerja sama dengan perbankan anggota Himbara (BRI, BNI, Mandiri, dan BTN) yang mencapai 400.000 agen. Termasuk juga kerjasama unicorn Tokopedia untuk semakin meningkatkan nasabah.(cel/berbagai sumber)

Reporter:Cel
Editor:Cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->