Connect with us

Hukum

Pra Peradilan Penetapan Tersangka Syarifah Hayana di PN Banjarbaru

Diterbitkan

pada

Kuasa hukum Syarifah Hayana, Dr Muhammad Pazri usai mengikuti sidang Pra Peradilan di PN Banjarbaru, Senin (26/5/2025) siang. Foto : wanda

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Menguji keabsahan penetapan tersangka terhadap Syarifah Hayana -Ketua DPD Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan-, tim kuasa hukum mengajukan pra peradilan di Pengadilan Neger (PN) Banjarbaru, Senin (26/5/2025) siang.

Syarifah Hayana menjadi tersangka atas dugaan ketidaknetralan pemantau dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilwali Banjarbaru 19 April lalu.

Laporan yang dilakukan Bawaslu Kota Banjarbaru bersama Said Subari sebagai pelapor ditindaklanjuti oleh Kepolisian Resor (Polres) Banjarbaru sebagai termohon dalam persidangan pra peradilan.

Baca juga: Hakim MK Tolak Gugatan PSU Pilwali Banjarbaru

Tim kuasa hukum Syarifah Hayana maju lebih dulu ke meja hijau membawa sembilan poin yang menjadi dasar penetapan tersangka terhadap Syarifah Hayana harus dibatalkan dan dianggap tidak sah dalam prosesnya.

“Di antaranya adanya dasar hukum pra peradilan itu kami kupas tuntas dari A sampai Z, karena ini hal yang khusus kejadiannya, jadi tidak hanya menggunakan Undang-Undang Pemilu tetapi juga ada perpaduan dengan KUHAP beserta turunnya dari Perkap Kapolri,” ujar kuasa hukum Syarifah Hayana, Dr Muhammad Pazri usai sidang pra peradilan di PN Banjarbaru, Senin (26/5/2025) siang.

Kedua, alasan dari pokok permohonan pra peradilan, meliputi klarifikasi penyelidikan penyidikan dikupas tuntas, dirumuskan satu persatu dan termuat pada 32 halaman pra peradilan pihaknya.

Selanjutnya, kata Pazri, berkaitan dugaan pada proses penetapan tersangka terhadap Syarifah Hayana bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

“Merujuk pada pasal yang ditujukan secara umum, padahal clearnya klien kami itu didudukan ke huruf K nya, ada ketentuan di pasal 128 A sampai K, dan di-K-nya itu lah dalam hal kegiatan lainnya. Nah, ini di setiap tahapan pemanggilan itu tidak pernah muncul prosesnya,” jelas dia.

Baca juga: Pemko Banjarbaru Bersama Relawan Siap Siaga Hadapi Karhutla, Sumber Air Sering Jadi Masalah

Pihaknya menguji pada pra peradilan terkait dengan prosedur, dimana ditekankan bahwa ada kesalahan prosedur berkaitan dengan proses penanganan pelanggaran oleh Bawaslu Kota Banjarbaru.

“Dengan proses penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu Kota Banjarbaru tidak berwenang, karena menarik yang namanya Bawaslu Provinsi dan bertanda-tangan juga dalam form klarifikasi,” ungkapnya.

Masih, kata Pazri, hal lain berkaitan dengan tidak berdasarnya pada dua bukti permulaan yang cukup. Kuasa hukum menanyakan tuduhan yang diberikan berdasarkan bukti permulaan yang mana, sehingga cukup ada dua bukti permulaan.

Terakhir, katanya, adalah berkaitan dengan SPDP atau surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. Menurut Pazri, SPDP diterima oleh Syarifah Hayana sesuai dengan Perkap Kapolri adalah tujuh hari setelah adanya laporan polisi.

“Sejak laporan polisi kemarin yang dilakukan oleh tiga orang komisioner Bawaslu ke SPKT Polres harus kita terima yang namanya SPDP. Tetapi fakta di persidangan tadi jawaban dari termohon SPDP yang pertama dititipkan kepada Ketua RT, padahal kan ada kuasa, lalu ada alamat rumah dari prinsipal klien, dan ada kontak person,” sebut Pazri.

Baca juga: Pemkab Banjar Kembali Raih Opini WTP dari BPK RI Perwakilan Kalsel

Dalam SPDP ditemukan fakta dititipkan kepada Ketua RT, maka harus diuji prosedurnya. Pihak kuasa hukum mengaku hanya menerima SPDP setelah ditetapkan tersangka berbarebgan ada empat surat namun SPDP pertama tidak pihaknya terima.

Bahkan dalam gelar perkara, mengingat UU Pemilukada ada UU khusus bukan tindak pidana umum, sehingga menurut kuasa hukum kliennya perlu diundang bersama kuasa agar ada keseimbangan.

“Namun itu tidak dilakukan oleh penyidik, maka besok juga ada saksi fakta yang kami ajukan di persidangan beserta ada dua orang ahli,” imbuhnya. “Ahli yang kami pakai di MK juga sama dengan ahli yang di pra peradilan,” sambungnya.

Dia kembali menegaskan bahwa dalam proses pemidanan yang dilakukan polisi menjadi sarat akan adanya dugaan  kriminalisasi, sebab perkara lain yang diajukan lambat ditangani sedangkan perkara ini cepat.

“Dugaan kriminalisasi disana yang kami tuduhkan ke Gakkumdu sepaket ada Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan,” tutup Pazri. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter: wanda
Editor: bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca