Connect with us

Historia

PAM Swakarsa, Memori ‘Kekerasan Sipil’ yang Kembali Muncul

Diterbitkan

pada

PAM Swakarsa memiliki sejarah kelam akan kekerasan sipil Foto: VOA

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Wacana pembentukan PAM Swakarsa kembali mencuat usai disampaikan oleh calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo. Sigit berdalih, Pam Swakarsa penting dihidupkan kembali untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibnas). Tapi bagaimana dengan sejarah masa lalu?

Sigit berpandangan, PAM Swakarsa harus lebih diperanaktifkan dalam mewujudkan Kamtibmas. Rencana diaktifkannya kembali PAM Swakarsa pun pernah disampaikan oleh Polri pada tahun lalu. Saat itu, Mabes Polri memastikan konsep tersebut diterapkan berbeda dengan zaman orde baru.

Ide dihidupkan kembali Pam Swakarsa sebenarnya sudah dicetuskan Kapolri Jenderal Idham Azis. Namun, rencana itu mendapatkan banyak protes dari kelompok masyarakat sipil. Ide itu dimunculkan Idham saat menerbitkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pasukan Pengamanan Masyarakat (PAM) Swakarsa.

Salah satu unit yang diatur di dalamnya adalah satuan pengamanan (satpam). PAM Swakarsa sebetulnya sudah ada di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Nasional. Sementara mengenai satpam, ada Perkap Nomor 24 Tahun 2007 tentang Sistem Managemen Pengamanan.

Di dalamnya mengatur mekanisme perekrutan satpam, pendidikan kilat, hingga keterlibatannya dalam Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP). Beberapa di antaranya mencakup jasa konsultan pengamanan, jasa diklat satpam, jasa penyedia tenaga kerja satpam, jasa penyedia peralatan keamanan, hingga jasa pengamanan distribusi uang, emas, dan barang berharga.

Yang membuat peraturan baru itu berbeda adalah diubahnya seragam satpam jadi warna cokelat dan disertai pangkat seperti anggota kepolisian. Di aturan itu juga diatur bahwa satpam bisa berlatar belakang purnawirawan Polri dan TNI atau sudah menjadi warga sipil.

PAMSwakarsa adalah singkatan dari Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa, pada masa Orde Baru, mereka adalah sebuah organ paramiliter yang dibentuk militer untuk membendung aksi demonstrasi mahasiswa.
Dalam sejarahnya, PAM Swarksa pernah terlibat dalam pengamanan Sidang Istimewa 10-13 November 1998 yang melantik B.J Habibie sebagai presiden; mengamankan Sidang Umum MPR pada Oktober 1999; serta membantu aparat membendung demonstrasi mahasiswa yang menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya.

Sebagaimana tertuang dalam buku Siapa Sebenarnya Dalang Pam Swakarsa? (2019) oleh tim penyusun Pusat Data dan Analisa Tempo, pada masa Orde Baru, beberapa anggota Pam Swakarsa mengaku ingin bergabung dan berpartisipasi karena mendapatkan uang saku. Di sisi lain, mereka pun tak punya pekerjaan.

Dilansir Tirto.id, proses rekrutmen anggota Pam Swakarsa saat itu pun tidak dilakukan secara formal, bahkan cenderung “sembarangan”. Pada masa itu, seorang penjual minuman di lingkungan Masjid Istiqlal pernah mengaku diminta mencari calon anggota Pam Swakarsa dan ia mendapat seratus orang.

Bahkan, seorang pengangguran di kawasan Kalipasir, Jakarta Pusat pun mengaku turut bergabung dan ia mendapat pembagian jatah nasi bungkus gratis, lalu diminta mengisi formulir pendaftaran PAM Swakarsa.

Wiranto pernah dituding oleh mantan bawahannya Mayjen (Purn) Kivlan Zen sebagai orang yang bertanggung jawab atas pembentukan Pam Swakarsa ini. Namun, Salahuddin Wahid yang kala itu menjadi anggota Komnas HAM menyatakan itu baru dugaan belaka. Kisah itu tertuang dalam buku Indonesia dalam Sejarah Pemilihan Presiden Langsung Pertama kali – Seri III (2019) oleh Pusat Data dan Analisa Tempo.

Pembentukan Pam Swakarsa kala itu memang mendapat kecaman dari beberapa tokoh. Sebagaimana tercatat dalam buku Kivlan Zen: Personal Memoranda, dari fitnah ke fitnah (2020) oleh Dra. Titi Dwi, M.Si, tokoh seperti Gus Dur, Megawati, Hamengku Buwono X dan Amien Rais pernah mengecam peran Pam Swakarsa dalam pengamanan Sidang Istimewa MPR. Lewat siaran radio dan televisi, mereka meminta agar Pam Swakarsa dibubarkan.

Diberitakan pada Kamis, 21 Januari 2021 kemarin, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) meminta masyarakat agar tidak mengaitkan Pam Swakarsa yang digagas kepolisian baru-baru ini dengan Pam Swakarsa pada masa orde baru. Menurut KSP, Pam Swakarsa diatur dalam Undang-Undang 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Perlu dipahami bahwa konsep keterlibatan pengamanan swakarsa yang dimaksud Kapolri adalah salah satu amanat UU 2/2002 tentang Polri dimana Polri berkewajiban melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis,” kata Deputi V KSP Jaleswari Pramowardhani saat dikonfirmasi, Kamis (21/1/2021).

Menurut Jaleswari, kepolisian mengeluarkan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020. Aturan tersebut mengatur tentang aspek Pam Swakarsa seperti satuan pengamanan (satpam), satuan keamanan lingkungan (satkamling) hingga kewajiban perizinan yang dikeluarkan oleh Polri.

Jaleswari mengatakan, ada dua fungsi penting penerapan pam swakarsa. Pertama, memberikan porsi peran bagi masyarakat bersama Polri untuk memaksimalkan upaya menjaga keamanan di lingkungan sesuai undang-undang.

Kedua, mencegah praktik main hakim sendiri karena ada kejelasan legitimasi porsi dan kualifikasi masyarakat mana yang bisa turut membantu Polri lewat mekanisme izin yang ada. Namun pemerintah memahami kekhawatiran publik akibat dampak Pamswakarsa.

“Pemerintah memahami adanya stereotip/memori kolektif yang memiliki dampak sosiologis dari terminologi Pam Swakarsa di masa lalu,” kata Jaleswari.

Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis mencabut Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa.

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menemukan sejumlah poin bermasalah dan berpotensi melanggar HAM dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan (Pam) Swakarsa. Di antaranya terdapat celah hukum yang bertentangan dengan Undang-undang Polri.

Dalam penjelasan Pasal 3 Ayat 1 (c) UU Polri, Pam Swakarsa merupakan bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran dan kepentingan masyarakat sendiri dan memperoleh pengukuhan Polri. Contohnya Satpam dan Satuan Pengaman Lingkungan (Satkamling).

Menurut kesaksian Kivlan Zen yang menggugat Panglima ABRI Wiranto kala itu, Pam Swakarsa dibentuk pada 4 November 1998 dan terkumpul 30 ribu orang yang dikerahkan pada 6-13 November 1998.

Selama jalannya SI MPR 1998, Pam Swakarsa kerap terlibat bentrok dengan demonstran dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil. Mereka tidak ragu melukai massa aksi dengan senjata tajam, seperti bambu runcing dan samurai.

Fatia juga khawatir Pam Swakarsa akan digunakan untuk melawan masyarakat sipil yang selama ini berseberangan dengan pemerintah. “Dengan adanya swakarsa, kita juga melegitimasi adanya keinginan dari pemerintah untuk membentuk kelompok tertentu yang memiliki kewenangan hampir sama dengan polisi. Di mana mereka dapat menggebuk masyarakat sipil lainnya yang dapat mencederai hak warga,” tambah Fatia. (Kanalkalimantan.com/tirto/tempo)

Editor : Cell

 

 

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->