Connect with us

Budaya

Ketika Energi Panting Menguasai dan Mendominasi Panggung

Diterbitkan

pada

pentas Panting kolosal di Taman Budaya Kalsel Foto: Ammar

BANJARMASIN, Sanggar Kambang Pandahan dari Sungai Lulut, Kabupaten Banjar, tampil membuka pergelaran. Mereka duduk pada sebuah instalasi seni berupa 3-4 jukung yang dijadikan 1 di sisi depan Panggung Bachtiar Sanderta Taman Budaya Kalsel, Banjarmasin, pada Jumat (29/6) malam.

Tiba-tiba saja dari atas panggung utama, pemusik lainnya dengan jumlah yang lebih banyak menghentikan kesyahduan mereka dalam memainkan beberapa tembang lagu Banjar. Bukannya bertikai, mereka kemudian bergabung dan memainkan semua alat musik. Kolaborasi antar panting, babun (kendang), piul (biola), dan agung (gong) dengan aneka alat musik modern pun dimulai.

Pertunjukkan panting kolosal, itulah yang dikatakan Kepala UPTD Taman Budaya Kalsel Suharyanti untuk menyebut program tahunan yang sedang berlangsung tersebut. Puluhan seniman musik panting dari berbagai kelompok di Kalsel dikumpulkan. Dari situ terbentuklah Komunitas Pamantingan Banua (KPB).

Pergelaran dan terbentuknya KPB menurut Suharyanti merupakan salah satu upaya memertahankan keberadaan musik panting pada era ini. Setidaknya dari situ, kreativitas para pegiatnya diharapkan akan terus berkembang.

UPTD Taman Budaya Kalsel nampaknya akan menjadikan program tersebut berkelanjutan. Jika kali ini hanya para pamantingan lintas kelompok yang berkolaborasi dengan pemusik modern, kedepannya bakal merambah jenis kesenian tradisional Kalsel lainnya. “Mungkin dikolaborasikan dengan kesenian lain seperti madihin atau yang lainnya,” ucap Suharyanti.

Pertunjukkan bertajuk Warriors of panting itu dialuri sebuah minidrama, sandiwara munculnya panting sebagai alat musik. Ini digambarkan melalui klip yang tersorot pada layar tancap. Ide itu baru tersadari lagi saat zaman sudah pada puncaknya, saat kelestarian alam dan kebudayaan di masa lalu sudah seakan menjadi hayalan yang hanya bisa dinyata-nyatakan lewat media digital. Adegan dimainkan sejumlah aktor tanpa dialog dengan kombinasi media audio visual.

Dijelaskan sang komposer, Ahmad Budi Zakia Sani alias Zaki Bahalap, garapan tersebut menawarkan wacana agar alat musik tradisional tetap sejajar kedudukannya dengan musik modern yang populer. Seperti panting yang dalam pertunjukkan tersebut dapat harmonis dengan berbagai genre dan teknologi musik zaman sekarang.

Jika panting ingin disuka dan dimainkan lebih banyak kalangan, maka setidaknya yang memainkan juga harus dapat merasakan bagaimana kerennya memainkan alat itu. Warriors of Panting tampil dengan gaya atraktif ala Soneta Group. Panting terkesan seperti gitar steinberger buntung warna hitam Rhoma Irama yang masyhur. Tak kalah eksentrik, panting juga diduelkan seperti halnya gitaris dunia. Sesekali tidak dimainkan dengan pakem berduduk.

Mengapresiasi gelaran tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel M Yusuf Effendi menyebut tiga dimensi manfaat. Selain sebagai upaya pengembangan kreativitas dan pelestarian, penampilan Warriors of Panting tentu saja menjadi hiburan yang bermakna bagi masyarakat.

“Kita terus melakukan upaya pengembangan dan pelestarian kesenian di Kalsel. Selain ini kan ada program Seniman Masuk Sekolah,” ujarnya.(ammar)

Reporter: Ammar
Editor: Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->