Connect with us

VOA

Kehidupan Atlet “Video Games”: Begadang hingga Penghasilan Puluhan Juta

Diterbitkan

pada

Kejuaraan LCS Summer laga final cabor DOTA di Detroit, AS Foto : reuters

Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Rangga dan Husni baru terbangun dari tidurnya saat VOA tiba untuk mewawancarai mereka. Keduanya melewatkan jam makan siang setelah kelelahan berlatih untuk tim olahraganya semalaman suntuk. Keduanya lantas bergegas bersiap-siap mandi dan makan sebelum akhirnya siap diwawancara pukul 4 sore.

Bangun siang, atau sore, sudah menjadi rutinitas Rangga dan Husni sehari-hari semenjak setahun resmi bergabung dengan tim olahraga Onic. Atlet kok bangun siang? Alasannya karena Rangga dan Husni bukan atlet biasa yang bisa anda ajak berlari maraton 42 kilometer, apalagi mengangkat beban ratusan kilogram. Namun jika anda berani adu jitu tembak dalam video game PUBG mobile, kemungkinan besar jika anda sekedar pemain amatir, anda pasti takluk oleh keduanya. Rangga dan Husni adalah atlet olahraga elektronik, alias esport cabang PUBG (Players Unknown Battle Ground) mobile sejak digaet Onic di tahun 2018.

Rutinitas bangun siang ini tidak terhindarkan, akibat jadwal latihan mereka yang baru dimulai pukul delapan malam setiap harinya. Gim PUBG dimainkan secara kolektif dalam jaringan daring, sehingga untuk bisa memulai latihan efektif Rangga dan Husni harus mengikuti prime time gim tersebut.

“Biasanya main dari jam 8 sampai jam 1 pagi. 5 jam latihan. Ngga capek sih, kadang-kadang sampai pagi baru tidur. Gue sendiri sih tidur jam 6 pagi, pemain yang lain jam 3-4 subuh udah tidur. Jam 1-2 siang baru bangun, terus mandi, makan, ya paling lihat online PUBG sambil saya buka-buka,” jelas Rangga pada VOA.

Bagi Husni Ramadan, menjadi atlet esport adalah peluang untuk mendulang rezeki. Berawal dari hobinya begadang bermain gim setelah perkuliahan, Husni ditarik bergabung dengan tim Onic setelah memenangkan sebuah turnamen PUBG di kampung halamannya, Jambi.

“Mereka lihat saya di suatu turnamen gitu. Besoknya saya diundang main bersama, tiba-tiba dia nawar (gabung dengan tim Onic). Gue langsung aja bilang oke,” cerita Husni. Tanpa pikir panjang, Husni memutuskan untuk hijrah ke Jakarta dan rela meninggalkan perkuliahan semester tengahnya yang tengah berjalan.

Rekan satu tim Husni, Rangga asal Banten, juga meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai bank untuk bergabung dengan tim Onic. Pria berusia 24 tahun ini masih berhutang untuk menyelesaikan skripsi untuk mendapatkan ijazahnya di sebuah kampus swasta di bilangan Jakarta Barat. “Ya kita udah hobi main game terus dibayar ya udah pasti enjoy dong,” ujar Rangga.

 Gaji dan Fasilitas Atlet esport

Industri profesional esport berkembang dengan pesat. Terbukti dengan mulai bermunculannya klub-klub esport yang dikelola secara professional, tidak kalah dengan standar yang diberlakukan pada olahraga-olahraga konvensional seperti sepak bola dan bulu tangkis. Onic misalnya yang memberikan fasilitas mewah kepada atlet binaannya. Mulai dari game house berupa mansion mewah, lengkap dengan kolam renang, kamar tidur berpenyejuk udara, wifi berkecepatan tinggi, dapur beserta juru masak pribadi, hingga ponsel iPhone untuk masing-masing atletnya. Perbulannya para atlet mendapatkan gaji bulanan dan bonus turnamen kisaran satu hingga lima puluh juta rupiah.

“Ada 1 anak kita dari (atlet gim) Mobile Legends. Jadi mereka datang pertama kali bawa duit Rp 200.000 – Rp300.000 dari Pontianak, datang bawa baju cuma satu kantong plastik ngga bawa tas, cuma bawa kantong plastik. Sekarang dia bisa beliin rumah buat orang tua di Pontianak,” ujar Justin Widjaja direktur manajer ONIC.

Ditanya mengenai sumber pendanaan, Justin mengaku pemasukan terbesar bukan berasal dar turnamen, melainkan dari sponsor. Seperti halnya olahraga-olahraga konvensional pada umumnya, pemain esport akan mengenakan kaos jersey timnya yang dipenuhi dengan merek-merek yang memberikan sponsor untuk klubnya.

Onic sendiri memiliki 40 atlet yang bermain di lima cabang olahraga berbeda. Lima cabang olahraga yang difokuskan Onic sesuai dengan turnamen-turnamen yang banyak digandrungi di Indonesia dan Asia, antara lain PUBG mobile, Pro Evolution Soccer, Mobile Legends, Free fire, dan Chess Rush. Usia pemainnya masih sangat belia, mulai dari 16 hingga 27 tahun. Tiga di antaranya masih bersekolah di tingkatan SMA.


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->