Connect with us

NASIONAL

Heboh Fenomena Crosshijaber, PBNU Nilai Sudah di Luar Ajaran Islam

Diterbitkan

pada

PBNU menyatakan crosshijaber merusak tatanan keagamaan Foto : net

JAKARTA, Media sosial dihebohkan mengenai komunitas crosshijaber atau pria yang berpenampilan menggunakan hijab, bahkan bergaya ala hijab syar’i lengkap dengan cadar. PBNU menilai tampilan itu sudah menyimpang dari ajaran ilmu fikih.

“Ya menyimpang ajaran fikih, maksudnya apa datang ke masjid ditutupi pakai hijab. Ini diluar ajaran islam,” kata Ketua PBNU, KH Abdul Manan Gani kepada wartawan, Senin (14/10).

Dalam ajaran Islam, Manan menyebut seorang pria tidak boleh memakai hijab. Dia juga mempertanyakan maksud dan tujuan komunitas crosshijaber.

“Ya baru dengar ini, apalagi marak apa maksudnya? Mau teror atau mau apa? Laki-laki pakai hijab ini saya baru denger. Laki menutup hijab warna hitam ya, kemudian apa maksudnya? Namanya apa? Apa tujuannya itu? Harus tahu identitasnya kan,” jelas dia.

“Sudah menyalahi budaya, kalau salat ditutupi mau apa? laki-laki jidat harus dibuka,” sambung dia.

Seperti diketahui, komunitas crosshijaber adalah pria yang berpenampilan menggunakan hijab, bahkan bergaya ala hijab syar’i lengkap dengan cadar. Istilah crosshijaber diambil dari crossdressing, di mana pria mengenakan gaun wanita dan tampil dengan makeup. Crosshijaber bahkan memiliki komunitas di Facebook dan Instagram, dan bahkan ada tagarnya sendiri.

Crosshijaber jadi sensasi setelah salah satu warganet mengunggah thread tentang keberadaan komunitas tersebut. Diungkapkan bahwa laki-laki yang tampil dengan hijab syar’i ini bahkan berani masuk ke tempat yang semestinya hanya dimasuki wanita, seperti toilet. Mereka bahkan tidak ragu berada di masjid.

Sejumlah akun crosshijaber kini sudah dikunci dan tidak ada foto profilnya. Aksi crosshijaber dinilai meresahkan, khususnya bagi para wanita.

Asal-Usul Crossdressing

Istilah crosshijaber sendiri diambil dari kata crossdressing yakni aksi mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelamin bawaan dari lahir.

Perilaku yang juga dikenal dengan sebutan trasvestisisme ini sering kali dianggap sebagai suatu penyimpangan karena disalahpahami sebagai penyakit seksual. Namun, pada beberapa masa crossdressing merupakan bagian dari kebudayaan tertentu.

Istilah crossdressing ini tak sama dengan kondisi transgender. Seseorang yang melakukan crossdressing ini pun dapat memiliki tujuan beragam dari sebagai penyamaran hingga sebagai hiburan atau ekspresi diri.

Crossdressing bukanlah fenomena modern. Seperti dilansir Fashion History, raja Asyur Sardanapulus, juga dikenal sebagai Ashurbanipal pada abad ke-5 SM, dikatakan telah menghabiskan sebagian besar waktunya di istananya mengenakan pakaian wanita dan dikelilingi oleh para selirnya. Ketika berita tentang perilaku ini dikenal luas, beberapa bangsawan memberontak. Meskipun crossdressing dipandang rendah karena menunjukkan kelemahan feminin, ia berjuang lama dan berani berpakaian beda dari gendernya selama dua tahun, sebelum akhirnya bunuh diri.

Pada 1420-an di Prancis ada seorang wanita yang berpakaian sebagai pria demi ikut perang membebaskan negaranya dari penjajahan Inggris. Joan of Arc berpakaian sebagai seorang pria untuk memimpin tentara Prancis ke medan perang, sebuah pekerjaan yang dianggap tidak pantas dilakukan oleh seorang wanita. Sebagai seorang gadis berusia 12 tahun di pedesaan Prancis, ia telah menerima penglihatan dari orang-orang suci masa lalu dan menjadi yakin bahwa takdirnya adalah membebaskan Prancis dari penjajah Inggris. Dia ditolak sebagai seorang wanita, tetapi berpakaian sebagai seorang pria dan mengajukan permohonan kepada Charles VII secara langsung untuk diizinkan bertarung. Anehnya, Charles membiarkan gadis petani itu memimpin pasukannya dan dia memenangkan beberapa kemenangan besar, meskipun dia tidak pernah bertarung secara langsung. Joan kemudian dibakar dengan tuduhan sesat karena ‘pakaian pria-nya’, yang dikatakan tidak menghormati hukum Tuhan dan alam.

Bukan hanya militer yang secara tradisional didominasi oleh pria. Dunia musik jazz juga sulit bagi seorang wanita untuk menerobos masuk, maka Dorothy Tipton, wanita asal Amerika tampil sebagai seorang pria bernama Billy. Mengikat payudaranya dan berpakaian sebagai alter egonya, Billy, Dorothy segera mulai hidup sebagai seorang pria secara pribadi pada 1940. Hanya beberapa kerabat yang tahu rahasianya dan bahkan teman-teman perempuannya yang hidup bersama percaya bahwa dia adalah laki-laki.

Motivasi crossdressing atau bertukar penampilan juga dinilai sebagai ekspresi seni. Pada zaman Edo di Jepang yang dikenal sebagai seni pertunjukan Kabuki, para aktor berpenampilan dan mengambil peran-peran wanita. Kabuki disebut-sebut sebagai salah satu dari tiga bentuk teater klasik Jepang.

Selain itu, dalam buku Investigating Culture: An Experiential Introduction to Anthropology (2004), Carol Delaney mengungkapkan bahwa di Albania ditemukan aksi crossdressing. Beberapa wanita mengenakan baju dan melakukan peran pria dalam keseharian. Mereka tetap memilih sebagai perawan seumur hidup dengan alasan menghindari pernikahan yang tak diinginkannya atau meneruskan garis keturunan dalam keluarga yang tak mempunyai anak laki-laki.

Di dunia modern, crossdressing juga kerap dijumpai. Salah satu yang terkenal adalah pada kesenian cosplay asal Jepang, dimana pria yang berdandan dengan riasan dan berpakaian sebagai tokoh kartun wanita.

Sam Smith, penyanyi yang melakukan tindakan crossdressingSam Smith, penyanyi yang melakukan tindakan crossdressing Foto: Instagram (@samsmithworld)

Beberapa artis international juga kerap tampil dengan crossdressing. Salah satunya adalah Sam Smith yang tampil feminim dengan pakaian hingga sepatu hak tinggi. Jadrn Smith juga jadi pria yang sukai pakai baju wanita di berbagai kesempatan. Di Indonesia sendiri penampilan artis Aming disebut sebagai crossdressing karena terlihat di layar televisi sering mengenakan pakaian wanita.(fai/dnu)

Reporter : Fai/dnu
Editor : Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->