Connect with us

HEADLINE

Denny: Cengkeraman Oligarki Politik Hukum di Kalsel Masih Ada!


Refleksi Akhir Tahun Hukum, Politik, dan Ekonomi Kalsel 2019 (1)


Diterbitkan

pada

Denny Indrayana saat menjadi pembicara di refleksi akhir tahun politik hukum, dan ekonomi Kalsel 2019 di Banjarmasin. Foto: Fikri

BANJARMASIN, Setiap provinsi akan sulit melepaskan diri dari warna politik hukum nasional. Tidak terkecuali di Kalimantan Selatan. Terlebih lagi menjelang Pilkada serentak di tahun 2020. Ini merupakan argument yang disampaikan pakar hukum tata negara Prof Denny Indrayana, di sela diskusi refleksi akhir tahun, di salah satu café ternama di kawasan Kayutangi Banjarmasin, Senin (30/12) sore.

“Politik hukum nasional di bidang kepemiluan masih sarat dengan persoalan teknis. Terakit dengan DPT yang belum beres dan substansif. Saya menduga ini akan menjadi masalah di Pilkada 2020 dan akan tetap menjadi isu saat kita menyelenggarakan pemilu. Selama kita masih belum menuntaskan masalah kependudukan kita,” kata Denny.

Yang menjadi isu krusial dan sulit untuk diselesaikan, menurut Denny, adalah soal meletakkan prinsip dasar kepemiluan. Bukan hanya soal langsung, umum, bebas dan rahasia atau LUBER-nya saja, tetapi jujur dan adilnya.

Di sisi lain, adanya cengkeraman oligarki politik dalam politik hukum di Kalimantan Selatan, tentu menjadi atensi bagi Denny. Apalagi, jika berdampak pada pemilu, di mana segala kepentingan berbaur di wadah kepentingan politik hukum.

Menurut Denny, baik tingkat nasional maupun Kalsel, masih ada dominasi oligarki politik. Denny memaknainya sebagai sesuatu yang sangat kuat dan dapat mempengaruhi, menyodorkan, dan memasukkan kepentingan tidak hanya politik, tetapi juga kepentingan bisnis ke dalam tata pemerintahan. Kendati demikian, Denny tak mau menyebut siapa saja pelaku oligarki politik yang ada di Kalsel

“Pemilik modal ini sekarang sudah masuk sangat dalam, tidak hanya pada level usaha tapi juga memiliki partai, dan media, sehingga pengaruhnya di pemilu menjadi sangat besar. Persoalannya adalah, pemilu kita menjadi sangat miskin dengan substansi kejujuran dan keadilan. Karena yang muncul lebih kepada demokrasi prosedural,” kata Denny, Senin (30/12).

Demokrasi prosedural yang dimaksud Denny yaitu pesta demokrasi lima tahunan yang selalu dilakukan dan terlewati. Namun, substansi kejujuran dan keadilannya jadi terabaikan. Denny mengatakan, hal seperti ini sudah terjadi di PIleg 2019 dan diprediksi akan terjadi di Pilkada 2020 mendatang jika seluruh masyarakat tidak berhati-hati. “Bagaimana cengkeraman oligarki atau pemodal sangat mewarnai pemilu kita. Baik di level nasional ataupun di level lokal di Kalsel,” papar Denny.

Lalu, bagaimana oligarki politik berpengaruh terhadap politik hukum di Kalsel yang berimbas pula pada Pemilu di Kalsel? “Harus sama-sama kita cermati dan sama-sama cari jalan keluarnya untuk dihentikan,” sebutnya.

Denny pun menegaskan, pemilu kali ini harus benar-benar meletakkan pemilu sebagai pilihan rakyat. Bukan karena pilihan tertentu atau imbalan-imbalan berupa materi yang pada akhirnya berujung pada kebutuhan finansial. “Akhirnya membackup salah satu calon. Setelah terpilih, calon itu harus mengembalikan modal itu. Itulah yang menyebabkan pembangunan kita tersandra pada perputaran uang,” kata Denny.

Denny tidak menampik, politik hukum nasional juga mewarnai politik hukum di Kalsel, karena tidak lepas dengan adanya kepentingan ekonomi di Kalsel. Selain itu, dominasi oligarki nasional melewati berbagai cengkraman politik ekonominya pun terjadi di Kalsel.

Menurutnya, pemilu harus dikembalikan ke marwahnya yaitu bukan dipengaruhi oleh materi. Tetapi, benar-benar dipengaruhi pilihan hati nurani rakyat. Karena pada dasarnya, pemilu adalah pilihan rakyat, bukan pilihan uang.

Ajang Pilkada 2020 sendiri, papar Denny, diharapkan mampu menjadi kesempatan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat. Yaitu, memilih kepala daerah baik gubernur, bupati maupun walikota yang merupakan pilihan rakyat, bukan pilihan uang.

“Solusi yang saya tawarkan sederhana saja. Bagaimana daulat rakyat itu ada di kita, bukan ada di partai atau oligarki atau pemilik modal itu. Daulat rakyat ada di pemilih, dan kita menentukan apakah kita memilih kepala daerah sebenarnya, atau kita tunduk pada uang,” tandasnya. (fikri)

 

Reporter : Fikri
Editor : Cell

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->