Connect with us

Lifestyle

Cosplayer Banua Defy Sanjaya, Berawal Cinta Hingga Jawara

Diterbitkan

pada

Defy memerankan karakter Kirito dari anime Sword Art Online Ordinal Scale Kirito. Fotogrpaher: CBS Photography

Jika memang sudah mencintai suatu hobi, siapa saja tidak akan tanggung-tanggung dalam mengeluarkan tenaga hingga materi mencapai titik maksimal. Atas dasar hobi itu lah yang membuat Defy Sanjaya, cewek kelahiran Banjarmasin 9 Desember 1994 sangat mencintai dunia cosplay.

Perempuan yang lahir dan besar di Banjarmasin hingga akhir masa sekolah menengah pertama ini sudah mulai mengenal cosplay sejak tahun 2011.

“Aku mulai kenal cosplay ketika SMA di Surabaya,” ujarnya membuka kisah kepada Kanalkalimantan.com.

Cosplay sendiri merupakan sebuah hobi yang dimana pegiatnya mengenakan pakaian beserta aksesoris dan rias wajah seperti yang dikenakan tokoh-tokoh anime, manga, dongeng, permainan video, penyanyi, musisi idola, bahkan film kartun.

Sedari kecil dirinya memang sudah dikelilingi dengan hal-hal yang berbau Jepang, seperti anime dan manga. “Waktu kecil tiap hari Minggu nonton Doraemon kan, dan kebetulan kakakku itu suka ngoleksi komik. Jadi dapat turunan dari kakak-kakak aku, baca komik tiap hari,” bebernya.

Memasuki bangku sekolah dasar si bungsu dari 4 bersaudara ini mulai mengenal anime. Anime pertamanya berjudul Hunter X Hunter. Sejak saat itu pula ia mulai belajar mendalami huruf hiragana dan katakana hingga akhirnya bisa berbahasa Jepang saat ini.

Memasuki bangku SMA, hobinya akan dunia cosplay mulai muncul. Ia dan teman-temannya memulai dengan membeli kostum, wig, softlenss, dan semua hal yang diperlukan untuk cosplay. Berjalan seiring waktu, Defy sudah mulai menjahit dan merancang kostum sendiri.

“Karena aku masuk cosplay, jadi belajar banyak. Bisa make up, bisa bikin baju sendiri,” ungkapnya.

Jebolan SMA Katolik St Louis 1 Surabaya ini membeberkan kostum termahal yang pernah ia kenakan adalah kostum karakter Jeanne d’Arc (Alter), sebuah karakter perempuan di dalam sebuah permainan video. Biaya yang ia keluarkan untuk satu kostum lengkap tersebut berkisar 6 juta-an.

Kostum tersebut ia kenakan tahun lalu di dalam acara Ennichisai, sebuah festival seni dan kuliner Jepang yang diadakan tiap tahunnya di Jakarta.

Perempuan yang pernah mengambil jurusan fashion design di Lasalle College Surabaya ini mempunyai banyak sekali kostum pribadi. Di dalam kamarnya sudah dipenuhi oleh ragam kostum, bahkan di luar kamar ia mempunyai satu tempat khusus untuk meletakkan macam-macam bahan cosplay miliknya.

Sejauh ini, orang tua Defy tidak ambil pusing dengan hobi yang Defy lakukan. Selain itu, Defy mengaku bahwa hobinya ini ia lakukan tanpa meminta sepeser pun dari orang tuanya. Bahkan sejak SMA, ia menyisihkan uang jajan untuk ditabung agar bisa membeli perlengkapan hobinya itu.

Selain sebagai cosplayer, Defy pernah menjadi penyanyi untuk lagu pembuka permainan video PS Vita Neo Angelique Tenshi no Namida dan lagu penutup untuk permainan video PS Vita Chouchou Jiken Lovesodick.

Defy tercatat sudah pernah memenangi juara 1 Cosplay pada Asia Winter Festival 2014, juara 3 Coswalk di J-K Exporia Cultue Day 2015, finalis CLAS:H 2016 Ennichisai World Karaoke Grandprix, favorit juri pada CLAS:H 2017 Ennichisai Jakarta Singles Cosplay, dan finalis 5 besar di Indonesia TGS 2017.

Di beberapa kesempatan, Defy juga pernah menjadi juri fotografi di Choco Days 2016 CYBERPUNK, juri anisong di Choco DAYS x CLASH:H 2018, dan juri lomba nyanyi di Banjarmasin Nihon Matsuri 2018.

Defy memerankan karakter Saber dari anime Fate Stay Night.  Fotographer: Randy Juliant

Suka Duka Cosplayer

Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk Defy menjalani hobinya. Tentu naik turunnya rasa lelah pun ia rasakan, hingga ingin memutuskan untuk pensiun dari dunia cosplay pun sempat singgah dalam pikirannya. Namun, saat kembali menonton anime atau bermain gim, ia kembali menemukan banyak karakter yang membuatnya ingin mencoba me-cosplay karakter tersebut.

“Akhirnya kembali lagi. Lingkaran setan,” katanya disambung tawa.

Selain itu, bagi Defy pribadi ada beberapa karakter yang ia akui tidak bisa ditiru gayanya karena terkena kendala fisik yang sedikit berbeda dengan karakter tersebut. Ia merasa kurang percaya diri untuk membawa karakter tersebut turun ke gelaran acara. “Kalau karakternya tinggi, tapi akunya tidak tinggi itu rasanya kaya kurang. Aku takut melukai karakternya,” ceritanya.

Ada pula satu hal yang tentu tidak hanya Defy rasakan, tapi para cosplayer lain pun merasakan. Ketika para cosplayer sering dipandang tidak cocok bahkan aneh ketika mereka berpakaian menjadi melakukan cosplay hanya karena kondisi fisik yang sedikit berbeda.

Padahal jauh di balik itu, orang-orang yang menilai tersebut tidak pernah tahu bagaimana perjuangan dibalik itu dimulai dari persiapan hingga perlunya tingkat percaya diri yang tinggi agar mereka akhinya bisa berpakaian seperti karakter tersebut.

“Kadang kalau di event yang mereka lihat di situ (fisik) dulu. Mereka tidak memperhatikan usahaku yang lainnya,” ungkapnya.

Defy memerankan karakter Deedlit dari anime Record of Lodoss Wa. Fotographer: Randy Juliant

Respon negatif memang sering membuatnya sedih dan kadang kecewa. Padahal tujuan dari hobi tersebut adalah untuk pelepas penat di kala stres pekerjaan dan kegiatan harian sudah menumpuk.

Masalah seperti itu memang bisa menjadi kendala, tapi jika memang sudah mencintai sebuah hobi, semuanya pun akan kembali lagi ke jalur awal dan kepercayaan diri pun kembali lagi. (mario)

Reporter:Mario
Editor:Abi Zarrin Al Ghifari


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->