Connect with us

HEADLINE

Angka Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Banjar Naik 100%


Jika dilihat dari top ranking angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, ternyata Kabupaten Banjar menduduki nomor 2 terbanyak di Kalimantan Selatan.


Diterbitkan

pada

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melonjak di 2017 Foto: net

MARTAPURA, Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Banjar mengalami peningkatan dalam setahun terakhir. Jika tahun 2016 hanya terjadi sebanyak 17 kasus, pada tahun 2017 jumlahnya melonjak menjadi 34 kasus.

Lonjakan angka kekerasan perempuan dan anak yang dilansir Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  (DP2KBP3A) Kabupaten Banjar ini memang cukup memprihatinkan. Jumlah 34 kasus ini, meliputi 17 korban laki-laki dan 27 korban perempuan dengan presentase 100% pelaku kekarasan adalah laki-laki.

Dari 13 Kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Selatan, untuk 2017 telah terjadi 257 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jika dilihat dari top ranking angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, ternyata Kabupaten Banjar menduduki nomor 2 terbanyak di Kalimantan Selatan. Di bawah Kabupaten Tanah Laut yang ada di peringkat 1dengan jumlah 60 kasus dan di atas Kota Banjarmasin yang berada di posisi ke tiga dengan jumlah 26 kasus. (Selengkapnya lihat grafis, red).

Sedangkan untuk 2018, dari Januari hingga April saja sudah ada 15 kasus laporan yang sudah masuk di DP2KBP3A Kabupaten Banjar.  Tentunya, jika dilihat dari sebanyak 543.799 jumlah penduduk Kabupaten Banjar (berdasarkan data Disdukcapil konsolidasi semester 2 tahun 2017, red) yang di antanya ada sebanyak  276.346 laki-laki dan 267.453 orang perempuan ,tentunya semua berpotensi menjadi korban kekerasan perempuan dan anak.

Menurut Dra Hj Siti Hamidah M Si, Bidang Perlindungan Anak DP2KBP3A Kabupaten Banjar, mengatakan, berdasarkan jenis kekerasan yang dialami oleh korban kekerasan pada perempuan dan anak di tahun 2017 yang paling banyak tercatat 31  kasus di lakukan di rumah tangga.

“Banyak faktor yang menjadikan kekerasan dalam rumah tangga, dan ini harus di hindari agar hal tersebut tidak terjadi lagi. Adapun beberapa faktor tersebut seperti berbicara keras dan menyakitkan, tidak sabar, sifat ego, ekonomi, kurang terbuka dalam keluarga, dan lain sebagainya,” ungkap Hamidah.

Dari data yang dihimpun Kanalkalimantan.com, korban menurut banyaknya kekerasan yang dialami jika dirangking tiga besar meliputi, kasus korban seksual ada tercatat sebanyak 17 kasus, disusul kekerasan fisik 14 kasus, dan penelantaran 8 kasus. Jika dikatagorikan berdasarkan umur korban, paling rentan berada di umur 6-12 tahun yang terdiri dari 16 kasus disusul umur 13-17 tahun ada 10 kasus dan 25-44 tahun ada 9 kasus.

“Jika dilihat korban berdasarkan pendidikan, korban berpendidikan SD tercatat sebagai korban terbanyak yaitu sebanyak 12 kasus, disusul korban Pendidikan SLTA 11 kasus, SLTP 8 kasus,  tidak bersekolah 7 kasus dan NA 6 kasus,” terang Hamidah.

Menurut dia, kekerasan terhadap anak adalah segala tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak . Baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.

“Menurut Undang-undang Perlindungan anak No 23 Tahun 2002, Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran anak adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, eksploitasi komersial atau eksploitasi lain yang mengakibatkan cidera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak, atau martabat anak-anak atau kekuasaan,” jelasnya.

Hamidah memang tidak menapikan bahwa telah terjadi peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Banjar dari tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami kenaikan sebanyak 100%.

“Angka laporan kasus kekerasan pada perempuan dan anak cenderung meningkat setiap tahun di Kabupaten Banjar. Meski begitu, hal tersebut dianggap sebagai salah satu bentuk positif dari kesadaran masyarakat terhadap kekerasan perempuan dan anak di masyarakat,sudah ada kesadaran terhadap masyarakat untuk melaporkan kasus tersebut ke pihak berwajib atau pihak terkait juga semakin baik,” jelasnya.

Saat ini, pihaknya juga sudah mempunyai lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, (P2TP2A) yang merupakan sebuah lembaga pemerintah berbasis masyarakat yang bersentuhan langsung dengan perempuan korban kekerasan, yang memiliki kewajiban moral untuk turut serta memerangi dan menanggulangi faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

Di tempat terpisah, Kasi Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Kasus Anak DP2KB3A, Hj Martasiah SKM, M.Kes mengatakan, jika ditelaah secara saksama, terdapat fakto-faktor penyebab utama merebaknya serta tak terkendalinya masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Adapun faktor-faktor tersebut adalah Faktor ekonomi,Faktor Pendidikan, Faktor Media social, Faktor Pernikahan usia dini, Faktor Kepribadian dan kondisi psikologis yang tidak stabil, Faktor Lingkungan, Faktor Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat dan Faktor Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga turut ditutup karena merupakan masalah keluarga bukan masalah social,” sahut Martasiah.

Martasiah juga menjelaskan  “dalam penanganannya terhadap korban kekerasan perempuan dan anak pihaknya sudah berkerjasama dengan pihak kepolisian dan terkait mental, kita juga sudah ada tim pisikolok khusu terkait penangannan kasus kasus tertentu.”

Hak korban kekerasan telah diatur dalam Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan, Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahisaan korban, Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum dan Pelayanan bimbingan rohani.

“Seiring dengan adanya P2TP2A dapat menekan angka kekerasan pada perempuan dan anak khususnya yang ada di Kabupaten Banjar,” pungkasnya. (rendy)

Angka Kekerasan terhadap Perempuan/Anak 2017

Kabupaten/Kota Jumlah Kasus
Tanah Laut 60
Kota Baru 20
Kabupaten Banjar 34
Kabupaten Barito Kuala 5
Kabupaten Tapin 14
Kabupaten HSS 15
Kabupaten HST 9
Kabupaten HSU 19
Kabupaten Tabalong 20
Kabupaten Balangan 17
Kabupaten Tanah Bumbu 10
Kota Banjarmasin 26
Kota Banjarbaru 8
Total 257

Reporter: Rendy
Editor: Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->