Connect with us

Kalimantan Selatan

16 Lembaga Desak Gubernur Sahbirin Cabut Somasi ke Warganya dan Fokus Urusi Banjir!

Diterbitkan

pada

Sejumlah koalisi sipil mendesak Gubernur Sahbirin mencabut somasi yang disampaikan penasihat hukumnya kepada masyarakat terkait kritik penanganan banjir Kalsel Foto: rico

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA – Langkah somasi yang dikeluarkan oleh tim kuasa hukum Gubernur Kalsel Sahbirin Noor atas kritik melalui unggahan foto atau video yang berhubungan dengan bencana banjir, juga direspons berbagai kalagan aktivis hukum dan pro demokrasi hingga di Jakarta.

Sebelumnya disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum Sahbirin, melalui somasi tertanggal 17 Januari 2020 itu, mengancam akan melaporkan setiap perbuatan yang menyudutkan kliennya ke polisi dengan menggunakan pasal-pasal pidana dalam UU ITE.

Dalam pernyataan bersama yang disampaikan berbagai aktivis, mulai Koalisi Masyarakat Sipil, YLBHI, ICEL, ICJR, PBHI, ELSAM, Greenpeace, LBH Pers, Imparsial, Walhi Kalimantan Selatan, Walhi Eksekutif Nasional, SAFEnet, PSHK, Institut Perempuan, LBHM, PUSKAPA, mengecam langkah somasi atas kritik warga tersebut.

“Somasi ini merupakan bentuk nyata dari ancaman pada kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam negara demokrasi modern seperti Indonesia. Lebih jauh, dalam kondisi bencana lingkungan yang saat ini terjadi di Kalimantan Selatan, setiap tindakan yang merupakan bagian dari partisipasi publik dalam isu lingkungan tidak dapat dipidana. Termasuk pembuatan foto atau video bernuansa kritik secara tajam dan atau kreatif terhadap pejabat publik,” sebagaimana ditulis dalam pernyataan bersama yang beredar di media sosial.

Direktur Walhi Kalsel, Kisworo yang ikut dalam pernyataan tersebut mengatakan, mestinya Gubernur fokus pada penanganan tanggap darurat. “Selamatkan dulu rakyat. Kasihan rakyatnya belum lagi nanti masa pemulihan. Pangan tersedia atau tidak, bagaimana kesehatannya, bagaiman hidup dan kehidupannya. Ini malah bikin masalah baru,” sesalnya.

Terkait hal tersebut, Koalisi memiliki beberapa catatan:
1). Tindakan kriminalisasi warga yang memberikan kritik terhadap pejabatnya adalah bentuk pembungkaman dan merupakan tujuan yang tidak sah dalam pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Sebagai pejabat publik, maka Gubernur Kalimantan Selatan, H. Sahbirin Noor, seharusnya tidak memiliki privilese untuk dilindungi atas dasar jabatannya. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.013-022/PUU-IV/2006, ketika menghapuskan penghinaan terhadap Presiden, MK menekankan bahaya kriminalisasi berdasarkan jabatan publik.

Penggunaan pidana demikan akan amat rentan pada tafsir apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan, hasilnya hal ini akan menghambat upaya komunikasi dan perolehan informasi, yang dijamin Pasal 28F UUD 1945. Selanjutnya, penggunaan pidana berpeluang menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan dan ekspresi sikap tatkala pidana digunakan aparat hukum terhadap momentum-momentum menyatakan pendapat.

Apabila diperhatikan, maka kekhawatiran dari MK terbukti dalam peristiwa ini. Somasi yang dilakukan oleh Tim Kuasa Hukum Gubernur Kalimantan Selatan telah menciptakan iklim ketakutan bagi warga negara ketika menyatakan pendapat. Tim Kuasa Hukum Gubernur juga telah gagal melihat bentuk kritik yang diajukan kepada Gubernur, karena kritik tersebut jelas disampaikan oleh masyarakat berhubungan dengan benca banjir yang secara faktual memang terjadi, dan jelas merupakan tugas dari Gubernur untuk memberikan informasi dan pertanggunjawaban kepada publik.

2) Kritik terhadap Gubernur Kalimantan Selatan harus dikaitkan dengan Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang menyatakan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Kondisi lingkungan di Kalimantan Selatan memang menjadi sorotan, menurut catatan Walhi Kalimantan Selatan, 50 persen dari luas Kalimantan Selatan yang mencapai 3,7 juta Ha sudah dibebani oleh izin tambang, dengan 33 persen oleh izin perkebunan sawit dan 17 persen untuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Tanaman Industri (HTI). Dalam Provinsi yang sama, Walhi Kalimantan Selatan juga mencatat terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batu bara, sebagian lubang berstatus aktif, sebagian lain telah ditinggalkan tanpa reklamasi.

Dengan kondisi ini, maka sulit memisahkan kritik terhadap Gubernur Kalimantan Selatan dengan kondisi lingkungan yang sedikit banyak juga merupakan tanggung jawab dari yang bersangkutan sebagai pejabat publik. Atas dasar itu, sulit juga untuk tidak melihat somasi dari tim kuasa hukum bukan sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan bereskpresi dan berpendapat dari warga negara.

Atas dasar itu, maka Koalisi meminta Gubernur Kalimantan Selatan, H. Sahbirin Noor melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencabut somasi yang dikeluarkan oleh tim kuasa hukum dan menginformasikan hal tersebut kepada publik.
2. Memprioritaskan penanganan terhadap kerusakan lingkungan hidup akibat aktivitas manusia di provinsinya, terlebih dalam kondisi bencana banjir yang sedang dihadapi.

3. Memprioritaskan langkah-langkah merespons bencana untuk memastikan pendataan penduduk, distribusi bantuan sosial dan upaya pemulihan untuk kesejahteraan warganya berjalan dengan baik.
(Kanalkalimantan.com/ril)

 

Reporter : Ril
Editor : Cell

 

 

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->