Connect with us

HEADLINE

Tanpa Jaminan Kesehatan, Lindawati Tinggal di Rumah Gubug Bersama Anaknya

Diterbitkan

pada

Rumah gubug yang dihuni Lindawati bersama anaknya Foto: Rico

BANJARBARU, Gencarnya pembangunan yang dilakukan Pemko Banjarbaru ternyata tak menjadi kue yang bisa dinikmati oleh Lindawati (36). Janda yang ditinggal suaminya meninggal dunia pada 2015 lalu, kini harus hidup bersama anaknya Dahlawati (3,5) di sebuah gubuk mengenaskan di Desa Sungai Tiung Cempaka, Banjarbaru.

Di balik pepohonan arah menuju jalan ke Rumah Pohon Cempaka, tersembunyi sebuah gubuk jomblo dari bahan bangunan bekas yang ditianggali Lindawati bersama anaknya. Mereka menetap di sana, setelah suaminya Feriyandi dan anak tertuanya, meninggal dunia akibat kecelakaan lalulintas di Bati-bati tahun 2015.

Di atas tanah milik pengusaha di Banjarbaru, Linda hanya bisa bertahan tinggal di  bangunan yang didirikan oleh suaminya tersebut. Karena jauh dari pemukiman yakni sekitar 10 km dari kantor kecamatan, Linda yang menghuni wilayah RT 22 Sungai Tiung ini tidak terjangkau listrik. Begitu pun fasilitas air bersih, dan MCK. Bahkan, untuk kebutuhan air minum tak jarang mengandalkan tampungan dari air hujan.

Setelah ramai menjadi perbincangan di media sosial, kini banyak masyarakat yang tersentuh hatinya untuk mengunjungi gubung tersebut. Untuk datang menyampaikan simpati sembari memberikan bantuan sekadarnya kepada Linda.

Selama ditinggal suaminya, Linda dan Dahla tak pernah memiliki jaminan layanan kesehatan gratis seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) ataupun jatah Raskin dari pemerintah. Bahkan saat pusat dan Pemko Banjarbaru gencar membagikan Kartu Indonesia Sehat.

 “Jangankan untuk mengurus dokumen, membeli kebutuhan hidup sehari-hari saja sangat kesulitan,” ujarnya.

Keseharian, hanya dihabiskan bersama putri bungsunya. “Saya hanya bisa pasrah menjalani hidup. Untungnya juga masih ada bantuan beras dari Pak RT, selebihnya kadang juga harus minta ke keluarga yang juga sama-sama miskian,” ujarnya.

Lalu, kenapa Linda tak mau pindah dengan keluarga lainnya? Alasannya, dia tak mau membebani keluarga atau saudaranya yang lain. Karena mereka juga masih hidup kekurangan.

Untuk menyambung hidup bersama anaknya, Linda hanya mengandalkan pekerjaan serabutan bersih-bersih. Itu pun jika ada tetangga yang memerlukan jasanya. “Jika sedang tidak ada pekerjaan ya bersih-bersih rumah saja dan mendampingi anak,” jelasnya

Angka kemiskinan di kota Banjarbaru dalam dua tahun terakhir meningkat, sementara anggaran pendapatan daerah di kota berjuluk Idaman menurun.

Kondisi itu disampaikan Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani dalam Rapat Paripurna Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LKPj) Walikota Banjarbaru tahun anggaran 2017, Selasa (27/3), di ruang Sidang Graha Paripurna DPRD Kota Banjarbaru.

Sebelumnya pada tahun 2016 tingkat kemiskinan di kota Banjarbaru hanya 4,62%, naik menjadi 4,68% pada tahun 2017. Namun, Walikota Banjarbaru H Nadjmi Adhani mengatakan, angka kemiskinan yang meningkat di kota berjuluk Idaman itu dikarenakan angka penetapan standard hidup layak atau garis kemiskinan di kota Banjarbaru cukup tinggi.

Dari data BPS Kalsel menyebutkan, batas garis kemiskinan di Kalsel, kota Banjarbaru adalah yang paling terbesar dari 13 kabupaten/kota di Kalsel.

Sekedar diketahui saja, BPS merilis batas garis kemiskinan untuk Provinsi Kalsel untuk tahun 2016 sebesar Rp 377.480 perkapita/bulan, kemudian pada tahun 2017 lalu menjadi Rp 402.424 perkapita/bulan.

“Setelah kami kroscek ke BPS, batas garis kemiskinan untuk kota Banjarbaru tahun 2017 yakni Rp 539.608 perkapita/bulan. Paling tinggi dari kabupaten/kota lain di Kalsel, sehingga saat standard garis kemiskinan dari BPS itu maka terjadi peningkatan angka kemiskinan, padahal angka pertumbuhan di kota Banjabaru paling tinggi di Kalimantan Selatan,” ujar Nadjmi.

Dari data BPS tahun 2016 jumlah penduduk miskin di kota Banjarbaru tercatat 11.060 jiwa (4,62%) dengan batas garis kemiskinan Rp 505.380 perkapita/bulan. Sementara pada tahun 2017, jumlah penduduk miskin dalam ribuan jiwa mencapai 11.540 jiwa (4,68%) dengan batas garis kemiskinan Rp 539.609 perkapita/bulan.

Selain meningkatnya angka kemiskinan, anggaran pendapatan daerah kota Banjarbaru turut mengalami penurunan pada tahun 2017. Sebelumnya realisasi pendapatan daerah kota Banjarbaru pada tahun 2016 sebanyak Rp 1.066.843.072.866, menurun menjadi Rp 667.623.799.206. Nadjmi menyebut, penurunan dikarenakan faktor eksternal dari pemerintah pusat yang melakukan pemangkasan anggaran kepada daerah se Indonesia.

“Pemerintah pusat memangkas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Jadi sementara untuk kinerja pemerintah daerah yang diukur dengan peningkatan PAD itu mengalami penurunan luar biasa yaitu 35,32% atau sekitar Rp 228.918.583.185. Saya kira itu yang harus dilihat kalau faktor eksternal dari pemerintah pusat,” katanya.(rico)

Reporter:Rico
Editor:Cell


Uploader Terpercaya Kanal Kalimantan

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->