Connect with us

Bisnis

Tak Ada Masa Transisi, Perusahaan Tambang Wajib Transaksi di Bank Domestik!

Diterbitkan

pada

Perusahaan tambang wajib transaksi di bank lokal Foto: net

JAKARTA, Kementerian ESDM menegaskan tidak ada masa transisi terkait aturan perusahaan tambang wajib menggunakan perbankan dalam negeri dalam ekspor mineral dan batu bara.

“Tidak ada masa transisi. Sudah diterapkan. Ya silakan saja ke BI (jika keberatan). Tanya BI,” kata Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/9).

Kewajiban perusahaan tambang minerba untuk transaksi menggunakan bank dalam negeri bertujuan untuk mengembalikan seluruh hasil penjualannya ke dalam negeri sekaligus memperkuat devisa negara.

Sebagaimana dilansir Kumparan.com, Kebijakan tersebut mulai diterapkan sejak tanggal 5 September 2018 yang diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1952 /84/MEM/2018 tentang Penggunaan Perbankan di Dalam Negeri atau Cabang Perbankan Indonesia di Luar Negeri untuk Penjualan Mineral dan Batu Bara ke Luar Negeri.

Ada enam kriteria yang wajib menjalankan keputusan pemerintah tersebut, yaitu pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, dan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan.

Dalam proses pembayaran hasil ekspor minerba, perusahaan juga harus menggunakan Letter of Credit (LOC), yakni sejenis surat pernyataan atas permintaan pembeli atau importir kepada penjulan atau eksportir, untuk memperlancar dan mempermudah arus barang. LOC tersebut akan dikeluarkan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sri Raharjo menuturkan sebenarnya dalam aturan ini, mekanisme pembayarannya saja yang berubah. Bagi perusahaan yang tidak mematuhi, akan dikenakan sanksi berupa pengurangan ekspor.

Tapi, Sri tidak bisa mengatakan berapa ekspor yang akan dikurangi pada perusahaan yang nakal. Menurutnya itu akan dibebakan setelah melihat kondisi produksi batu bara si perusahaan.  “Kalau enggak ikutin Kepmen ada pinaltinya loh, kalau enggak patuh, disanksi. Tidak diatur di situ (sanksi). Kita lihat aja kalau memang ada yang seperti itu bagaimana kekurangannya,” jelas dia.

Aturan L/C ini sebenarnya sudah pernah diterapkan beberapa tahun lalu tapi hasilnya belum maksimal. Karena itu, saat ini diberlakukan sanksi dengan pengawasan yang lebih ketat.

Sri bilang pengawasan bakal dilakukan semua pihak terkait, bukan hanya Kementerian ESDM. Mereka adalah Bank Indonesia, Bea Cukai, dan Kementerian Perdagangan. Sri bilang untuk mendisplinkan aturan ini, dia meminta pengawasan dilakukan intens selama dua minggu sekali.

“Jadi tadi pagi kami rapat dengan BI untuk memastikan cara memonitor itu, karena peran BI, Bea Cukai, Kemendag juga. Pantau bulanan, tapi akan lebaih bagus kalau dengan frekuensi lebih sering dua minggu. Kalau perusahaan diwajibkan melapor, kan pastinya kapan saja bis masuk informasinya. Jadi real time,” ujarnya.(cel/kum)

Reporter: Cel/kum
Editor: Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->