Connect with us

HEADLINE

Kasus ‘Inses’ Hebohkan Kotabaru, Pelaku Ancam Anaknya dengan Sajam Demi Nafsu Bejatnya!

Diterbitkan

pada

Anak-anak menjadi yang paling rawan terhadap kejahatan inses. Foto: net

KOTABARU, Kasus hubungan sedarah atau inses antara ayah dan anak kandungnya sendiri, kembali terjadi di Kotabaru. Perbuatan itu dilakukan selama hampir tiga tahun, hingga sang anak melahirkan dari hasil hubungan amoral tersebut.

Peristiwa ini terbongkar, setelah korban D (19) melaporkan kasus kejahatan seksual yang dialaminya ke polisi. Berdasar laporan dan bukti-bukti yang diungkap korban, unit Buser Polres Kotabaru pun akhirnya menangkap Y (40), sang ayah yang bekerja sebagai buruh bangunan, Kamis (2/1) sekitar pukul 17.00 Wita.

Kapolres Kotabaru AKBP Andi Adnan Syafruddin melalui Kasat Reskrim Iptu Imam Wahyu Pramono mengatakan, tersangka ditangkap tak lama setelah korban melapor. “Saat ini pelaku beserta barang bukti sudah kami amankan. Kejadiannya memang sudah lama, tapi korban baru melapor pada 2 Januari kemarin,” katanya. (Baca: Kejahatan Inses Berlangsung Sejak Zaman Raja Mesir Kuno, red).

Dari hasil penelusuran polisi, tersangka Y melakukan aksi bejatnya tersebut sudah sejak tahun 2017 silam. Bahkan dari hubungan inses tersebut, korban telah melahirkan seorang anak laki-laki pada November 2018 lalu. Saat ini anak dari hubungan sedarah itu dititipkan ke keluarganya.

Dijelaskannya Iptu Imam, selama 2017 hingga 2019 itu tersangka melakukan persetubuhan dengan korban di rumahnya. Mirisnya, istri tersangka juga tinggal di rumah itu. “Tapi tersangka mengancam istri dan anaknya untuk tidak membongkar kasus ini,” katanya.

Kenapa kasus inses ini baru disampaikan korban, karena Y diancam akan dibunuh oleh ayahnya jika tidak mau menuruti nafsu bejatnya. Termasuk jika berani mengungkapkan kelakuan sang ayah kepada polisi atau orang lain. “Korban diancam senjata tajam. Tapi karena lelah terus menjadi budak seks ayah kandungnya. Hingga akhirnya memiliki keberanian melaporkan kasus tersebut ke Polres Kotabaru,” kata Iptu Imam dilansir Tribunnews.com.

Kepada polisi, Y mengaku menyetubuhi anaknya sejak 2017 hingga 2019. Pelaku pun tak ingat lagi sudah berapa kali berbuatan amoral tersebut dilakukan.

Atas perbuatannya, Y diancam pasal UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun. Saat ini tersanga Y ditahan di Mapolres Kotabaru untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

tersangka Y diamankan polisi

Kasus sperti ini bukan pertama kali terjadi di Kotabaru. Sebelumnya pada 2018, tersangka S juga tega menyetubuhi anak tirinya M. Perbuatan amoral ini, terungkap oleh kakak kandung korban hingga dilaporkan ke polisi.

Ceritanya, saat korban didatangi teman cowoknya satu sekolah, pelaku merasa cemburu hingga melakukan kekerasan pada korban setalah teman sekolahnya pulang. S bahkan menyuruh korban berhenti sekolah dan melarang pacaran.

Kebetulan di rumah ada kakaknya. Sang kakak pria itu merasa aneh dengan perlakuan ayah tirinya. Ia pun akhirnya menginterogasi sang adik. Apa yang didapat dari mulut adiknya yang saat itu sudah berusia 16 tahun membuat dadanya bergetar. Sang adik mengaku sudah disetubuhi sejak ia masih berusia 15 tahun.

Setelah menerima laporan dan bukti dari korban, polisi pun akhirnya menangkap S yang sehari-hari bekerja sebagai buruh sawit. Kepada polisi, tersangka mengaku melakukan perbuatan bejat tersebut saat istri yang juga sibuk bekerja di sawit. Sehingga aksi tersebut tidak tercium.

Sebelumnya lagi, kasus inses juga terjadi tahun 2017. Seorang ayah tega perkosa anak kandungnya juga di Kotabaru. Kisah ini terungkap lantaran korban mengadukan perbuatan ayahnya kepada ibu kandungnya. Mendengar keluhan anaknya yang baru berusia 15 tahun, soal perlakuan ayahnya yang tidak senonoh sejak 2013 lalu. Ibu korban pun lantas melaporkan suaminya yang asal Timor Leste itu ke polisi.

Penanganan terhadap Kejahatan Inses

Indonesia sendiri punya undang-undang yang mengatur permasalahan ini. Pemerkosaan atau persetubuhan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak kandungnya itu telah diatur dalam pasal 294 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan pasal 287 KUHP.

Dalam peraturan pasal 294 KUHP disebutkan barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya atau dengan bawahannya yang belum dewasa, diancam pidana penjara maksimal tujuh tahun.

Sedangkan menurut pasal 287 KUHP, pemerkosaan terhadap anak yang belum berumur 15 tahun, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Meski sudah ada undang-undang yang diharapkan dapat mengatasi kejahatan seksual ini, inses termasuk perkara yang jarang dilaporkan jika dibandingkan dengan jenis kekerasan seksual lainnya. Alasannya adalah aib yang dianggap akan membelenggu keluarga mereka setelahnya.

Anak perempuan menempati posisi paling rentan terhadap potensi kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga lain. Anak perempuan juga biasanya berada dalam posisi pasif. Pada akhirnya, inses dengan segala manipulasinya akan mengakibatkan sejarah kelam bagi si anak dan sangat berpotensi menimbulkan gangguan mental dan juga fisik.

Dina Afriani, sarjana hukum dari Universitas Sumatera Utara, mencatat beberapa gejala paling umum yang terjadi pada korban inses. Meliputi hyper arousal berupa depresi dan munculnya reaksi emosional, instrusion berupa kekacauan ingatan dikarenakan korban susah mengontrol pikirannya, dan numbing atau mati rasa.

Ketiga hal itu berpengaruh terhadap gangguan kesehatan dan mental, serta hilangnya konsep diri dan kepercayaan terhadap diri sendiri. Salah satu jalan penyembuhan yang dapat dilakukan kepada korban inses adalah dengan memisahkan antara korban dengan pelaku. Hal ini diperlukan untuk memulihkan mental korban inses agar tidak tertekan atau takut terhadap pelaku. Selain itu, dibutuhkan juga terapi atau konseling.

Masalahnya, inses masuk ke dalam ranah hukum pidana, sedangkan segala hal yang berkaitan dengan hukum acara pidana diperlukan adanya pembuktian yang disamakan dengan pembuktian kejahatan pada umumnya. Padahal, seperti disebut di muka, kejahatan seksual inses termasuk kategori perkosaan seduktif. Tindak kejahatan kerap kali bersifat subtil, sehingga seakan-akan korban tidak dipaksa dan sukarela mengikuti kehendak si pelaku.(cel/trb/tirto)

Editor : Cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->