Connect with us

Kesehatan

Geger Penyebaran Video Mesum Mahasiswa Banjarmasin, Ini Kata Psikolog

Diterbitkan

pada

Rifqoh Ihdayati MAP, psikolog dari RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Foto : dok kanalkalimantan

BANJARMASIN, Viralnya video mesum yang melibatkan salah satu mahasiswi dari salah satu perguruan tinggi ternama di Banjarmasin dengan sesosok pria, membuat geger warganet Banjarmasin dalam dua hari terakhir ini. Terbaru, pemeran pria dalam video yang berinisial G, telah membuat laporan di Polresta Banjarmasin, Jum’at (30/8) malam.

Kanalkalimantan.com berhasil menghubungi Rifqoh Ihdayati MAP, psikolog dari RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, melalui sambungan telepon, Sabtu (31/8) sore. Rifqoh, yang pernah bertugas sebagai psikolog di RSUD Ulin Banjarmasin ini menuturkan, saat ini terjadi degradasi moral bangsa, terutama di kalangan remaja. “Hal-hal yang dulu tabu sekarang sepertinya sudah biasa dan tidak perlu dikhawatirkan dan ditutup-tutupi,” ucap Rifqoh.

Menurutnya, zaman dahulu, hamil di luar nikah merupakan hal yang sangat tabu, sehingga harus dikucilkan dari masyarakat. “Sekarang, tahu-tahu mereka menikah, terus melahirkan, kalau dihitung (dari waktu menikah) waktunya belum 9 bulan, sudah biasa saja,” kata Rifqoh.

Psikolog ini memberi contoh kasus penyebaran video mesum Ariel Noah, yang sempat membuat geger bangsa Indonesia. “Beberapa masyarakat mengecam (aksi penyebaran video mesum Ariel), tapi ya pada akhirnya biasa-biasa saja. Seolah-olah saat Ariel berkarya, tidak ada hukum agama yang berlaku bagi dia,” kata Rifqoh.

Secara sederhana, menurut Rifqoh, pada saat ini saja, sering adanya pasangan muda-mudi yang kedapatan bermesraan di tempat umum. “Yang kadang-kadang saya ngelus dadanya gini, ‘itu yang tampak ya, kalau tidak kelihatan orang gimana ya?’ Kalau saya sebagai psikolog mikirnya ke sana,” kata Rifqoh.

“Ada beberapa contoh dan saya menemukan ini. Orangtua yang anaknya masih SD, misalnya anak yang dekat dengan temannya, mungkin karena sering kerja kelompok, tiba-tiba orangtua dengan santainya ‘cie-cie’ secara tidak sadar mendorong ke hal-hal yang tidak pas. Nanti pas SMA ‘kenapa lu gak punya pacar?’ itu kan sudah suatu hal yang saya pikir yang mana orangtua secara tidak sadar sudah menggiring ke hal yang tidak benar,” kata Rifqoh.

Rifqoh menampik efek globalisasi juga berkontribusi terhadap maraknya hal-hal yang menjurus pada degradasi moral. “Contoh, Bill Gates dan Steve Jobs membikin Microsoft dan Apple tapi dia bisa protect anaknya, di mana anaknya tidak boleh memiliki HP hingga berusia 18 tahun, misalnya. Jadi kita tidak boleh menyalahkan globalisasi maupun (kemajuan) teknologi, ketika kita bisa menggunakannya dengan tepat, ya fine aja,” bebernya.

“Contoh, kaitannya dengan pornografi, pada anak sekolah ya. Oke dia main game ya mas. Tapi ya kadang-kadang muncul iklan yang seperti itu lah. Kalau misalnya mereka meng-klik (iklan itu), ya sudah. Itu kalau di kita istilahnya narkolema, narkotika lewat mata. Itu lebih parah daripada narkoba. Karena hormon bopaminnya lebih banyak muncul ketika seseorang mengkonsumsi narkoba,” kata Rifqoh.

Kaitannya dengan penyebaran video mesum, dilihat dari aspek pemeran video mesum, menurut Rifqoh, perlu adanya pendampingan secara psikologis agar tidak mengalami shock. “Yang mendampingi dia (pemeran video mesum) pasti akan berusaha membuat dia bisa kembali bisa tegak berdiri bahwa ‘ya sudah ini kita hadapi’. Tapi di satu sisi harus ada efek jera ya mas, karena bagaimanapun itu paling tidak ada sanksi sosial untuk introspeksi dia.

Oke mungkin tidak disengaja ya seperti kasus Ariel cuma buat konsumsi pribadi. Hal-hal yang seperti itu bisa diminimalisir, kaitannya ketika kita tidak sampai pelaku seperti itu. Kemudian, harus berhati-hati dengan kemajuan teknologi. Gunakanlah smartphone untuk hal yang bermanfaat, kata Rifqoh.

Sedangkan jika dilihat dari sisi pelaku penyebaran video mesum, Rifqoh menjabarkan, berbagai motif penyebaran video mesum bisa saja beragam. Bisa karena balas dendam atau ketidaksengajaan. “Konon kalau dari kasus Ariel karena temannya dendam, tapi ada juga informasi karena unsur ketidaksengajaan, temannya meng copy ke flashdisk kemudian hilang, kita belum tahu pasti. Kalau unsur dendam ya, tetap kaitannya ‘kenapa harus seperti itu?’

“Tapi kalau unsur ketidaksengajaan ya kembali, bahwa kita sebagai pengguna smartphone atau kamera, kita harus jaga hal-hal yang baik saja. Kalau dendam berarti sengaja dan direncanakan, tapi kalau tidak sengaja bisa jadi seperti itu,” ujar Rifqoh.

Lantas, bagaimana jika seandainya penyebar video mesum merupakan seorang psikopat? Menurut Rifqoh, “Memang rumitnya adalah ketika memang misalnya seperti itu harus tetap diperiksa. Karena ketika dia dikatakan sebagai gangguan jiwa, harus ada pemeriksaan yang betul-betul detail oleh psikolog maupun psikiatri. Karena kalau dia sakit, mereka kan direhab,” anjurnya.

“Jadi ada dua hal, dia harus pemeriksaan karena dia akan bebas hukum. Namun kedua, jika dia mengidap gangguan kejiwaan harus direhab dan dipulihkan keadaannya. Jangan sampai nanti mencederai orang lain atau dirinya sendiri. Penegakan diagnosa memang harus dilakukan oleh orang yang kompeten di bidangnya.”

Rifqoh menekankan, perlu adanya pendampingan psikologis, baik pemeran video mesum maupun penyebarnya. Tidak sekadar memeriksa kejiwaannya. “Pendampingannya betul-betul sampai pulih, akhirnya tidak menjadi pengganggu di masyarakat. Akibat dari apa yang dia alami, tidak merusak tatanan yang ada di masyarakat,” katanya. “Makanya, ketika kita menemukan bahwa, ‘oh ternyata si penyebar adalah begini’ memang harus direhabilitasi,”

Kalau pemerintah perhatian, harus dimasukkan ke rumah sakit jiwa (RSJ), kemudian keluarganya juga harus diberikan family teraphy. “Karena banyak kasus, saat masuk RSJ seolah-olah dibuang oleh keluarga. Padahal mereka juga butuh kehangatan keluarga walaupun mereka dititipkan ke RSJ,” tambah Rifqoh.

“Karena dia mahasiswi salah satu universitas di Banjarmasin, otomatis akademisi setempat akan memberhentikan jika terjadi seperti ini. Mau tidak mau harus tetap dilanjutkan, karena proses hukum harus dijalani. Karena kalau misalnya tidak dilakukan akan terjadi kejadian serupa, seolah-olah kita melakukan pembiaran terhadap kasus ini,” ucap Rifqoh.

Menurutnya, dalam pendampingan, yang harus diperhatikan adalah ketika mendampingi si pelaku (baik pemeran video maupun penyebarnya), yaitu meningkatkan harga dirinya. “Karena biasanya orang seperti itu, harga dirinya jadi turun, motivasinya jadi lemah, seolah-olah dia tidak punya masa depan lagi. Yang bisa dilakukan adalah keluarga harus mendukung, karena keluarga adalah orang terdekat. Saya katakana salah jika harus diasingkan atau dikucilkan. Tidak dirangkul, karena jika keluarga tidak melakukan ini, keluarga tetap punya andil. Jangan-jangan ada pola asuh anak yang salah,” kata Rifqoh.

Rifqoh menekankan, tidak boleh menjustrifikasi keluarga (baik pemeran maupun penyebar video mesum), karena orangtua harus sadar, apapun yang terjadi terhadap anaknya harus dirangkul. “Ayo, kita sama-sama introspeksi, apa sih yang salah. Dalam pendampingan juga, psikolog harus mengikutsertakan keluarga.” Selain itu, kepercayaan diri dan harga dirinya harus ditumbuhkan, sembari memberikan edukasi kepada lingkungan sekitar. “Orang itu merasa percaya diri ketika sudah dihangatkan. Bagaimana dia mau (berinteraksi) ke luar jika di dalam rumah saja diabaikan. Jadi, siapkan dulu di dalam rumah, diberikan kehangatan dan bagaimana membuat self confidence-nya muncul,” katanya.

Terakhir, dampak negatif jika pemeran maupun penyebar video mesum tidak diberikan pendampingan secara psikologis, selain tidak ada efek jera juga nantinya, akan menarik diri dari lingkungan sekitar. Rifqoh mengingatkan, jika kondisi ini dibiarkan, bisa jadi akan berdampak buruk, baik bagi si pemeran maupun penyebar video mesum. “Bisa jadi ketika dia sudah dalam keadaan terpuruk sekali, akhirnya dia merasa hopeless, akhirnya dia bisa jadi bunuh diri,” tutup Rifqoh. (fikri)

Reporter : Fikri
Editor : Bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->