Connect with us

Hukum

Uji Materi Pasal Karet UU Pemilukada, Denny: Melawan Kriminalisasi, Ancaman Kebebasan Berekpresi

Diterbitkan

pada

Tim Hukum Hanyar menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (18/6/2025). Foto : Tim Hukum Hanyar

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA – Setelah divonis satu tahun dengan masa percobaan dua tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru, Syarifah Hayana -Ketua DPD Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI)- melalui Tim Hukum Hanyar (Haram Mayarah) menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (18/6/2025) siang.

Syarifah Hayana diklaim telah didiskriminasi dengan penerapan pasal karet, yakni pasal 128 huruf k UU Pemilukada pada persidangan tanggal 17 Juni 2025.

Tim Hukum Hanyar menyatakan bahwa berlakunya pasal 128 huruf k UU Pemilukada secara aktual sangat merugikan pemohon (Syarifah Hayana, red).

“Putusan PN Banjarbaru tersebut merupakan bukti nyata bahwa pasal 128 huruf k jo pasal 187D UU Pemilukada merupakan pasal yang multitafsir karena dengan mudah dikenakan kepada siapapun, terutama kepada pengurus lembaga pemantau Pemilukada, akibat dari berlakunya frasa “kegiatan lain” yang di dalam penjelasannya tidak dijelaskan dengan gamblang dan rinci,” terang Denny Indrayana, kuasa hukum pemohon dalam keterangan resmi yang diterima Kanalkalimantan.com, Kamis (19/6/2025) pagi.

Baca juga: “Ruang Narasi” BEM Uniska MAB: Bedah Kasus Juwita dari Perspektif Hukum dan Keadilan

Oleh karena itu kata Denny, kehadiran pasal 128 huruf k UU Pemilukada yang dimohonkan pengujiannya oleh pemohon sangat jelas bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) berkaitan dengan prinsip kepastian hukum, pasal 28E ayat (3) berkaitan dengan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Kemudian ada pasal 28F berkaitan dengan berhaknya seseorang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, serta pasal 28G ayat (1) UUD 1945 berkaitan dengan kebebasan pemohon sebagai individu untuk mendapatkan hak atas rasa aman dan perlindungan.

“Pasal 128 huruf k jo pasal 187D Undang-Undang Pemilukada merupakan pasal karet yang dapat mengkriminalisasi perbuatan siapa pun dan dengan kegiatan apapun yang dilakukan oleh pengurus pemantau Pemilukada, termasuk pemohon,” sebutnya.

Denny Indrayana dan Tim Hukum Hanyar mengajukan pengujian pasal 128 huruf k UU Pemilukada ini agar tidak ada lagi kriminalisasi terhadap pengurus lembaga pemantau.

Baca juga: Konsumen dan Karyawan Senang Mama Khas Banjar Kembali Buka

“Tujuan utama kami adalah memastikan semua bahwa keberadaan pasal 128 huruf k UU Pemilukada ini tidak lagi dijadikan alat untuk mematikan kinerja lembaga pemantau dengan cara menakuti, mengintimidasi, dan mengancam lembaga pemantau, termasuk pemohon dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,”  jelas Denny.

Masih menurut Denny Indrayana, peran lembaga pemantau sangat krusial dalam mengawasi setiap tahapan Pemilukada, mulai dari pendaftaran calon, masa kampanye, pemungutan suara, hingga rekapitulasi hasil.

“Mereka bertindak sebagai mata dan telinga publik untuk mendeteksi potensi pelanggaran, kecurangan, atau penyalahgunaan wewenang. Kriminalisasi terhadap lembaga pemantau tidak hanya mengancam kebebasan berekspresi, tetapi juga berpotensi merusak kualitas demokrasi di Indonesia,” tegasnya.

Sidang pendahuluan dijelaskan Denny menjadi langkah awal yang signifikan dalam perjuangan mempertahankan ruang sipil bagi pemantauan Pemilukada.

Baca juga: Re-opening Mama Khas Banjar Dihadiri Menteri UMKM, Maman Abdurrahman: Kasus Ini Jadi Pembelajaran

“Pemohon berharap MK dapat melihat urgensi permasalahan ini dan membatalkan Pasal yang berpotensi mencederai demokrasi,” tuntas Denny. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter: wanda
Editor: bie


iklan

Komentar

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca