Connect with us

HEADLINE

Mitos Wali Kota Banjarmasin Tidak Bisa Menjabat Dua Periode Tidak Bisa Jadi Patokan

Diterbitkan

pada

Pengamat politik ULM Taufik Arbain Foto : mario

BANJARMASIN, Anggapan tidak ada Walikota Banjarmasin yang bisa menjabat dua periode dinilai hanya sebatas mitos yang hingga kini masih kuat dipercaya masyarakat. Hal itu diungkapkan Taufik Arbain, Akademisi dan Pengamat Politik dari ULM Banjarmasin, saat ditemui Senin, (23/09) siang.

“Mitos itu masih kuat hingga sekarang, khususnya di kalangan masyakat menengah ke bawah,” ucap dosen FISIP ULM Banjarmasin ini.

Ia tak menampik mitos itu sangat kuat dan dipercaya masyarakat. Namun tentunya tak dapat dijadikan patokan bagi menang kalahnya calon kepala daerah. Apalagi jika yang bersangkutan memang memiliki kompetensi untuk kembali menjabat sebagai kepala daerah.

Taufik menambahkan, jika mitos itu bisa saja terjadi namun juga bisa runtuh, tergantung pada kemampuan yang bersangkutan. “Bagi kalangan yang memegang kuat anggapan tersebut, tentu akan mengikuti arus dan mendukung pada siapa calon yang dianggap punya peluang besar,” tuturnya.

Berkaca pada sejarah Pilkada Banjarmasin, memang belum pernah ada yang menjabat dua periode. Seperti yang terjadi pada Pemilihan Wali Kota tahun 2010 lalu yang diikuti oleh petahana saat itu, Yudhi Wahyuni, yang kalah dari kandidat lain, Muhidin, yang berhasil menjabat untuk periode 2010-2015.

Mitos ini yang masih membayangi petahana saat ini, Ibnu Sina, yang digadang-gadang akan kembali maju memperebutkan kursi Wali Kota 2020-2024 pada Pilkada tahun depan.

Saat ini, bursa kandidat yang akan tampil di Pilkada Banjarmasin mulai menggeliat. Meskipun belum banyak yang muncul, beberapa sudah berani mendeklarasikan diri. Sebut saja Ketua DPRD Hj Ananda, Hj Karmila, Wakil Walikota Hermansyah, dan sejumlah tokoh lainya. Namun, sejauh ini mereka masih enggan menggeber dukungan atau show up, karena masih saling intip kekuatan lawan.

Kepada Kanalkalimantan.com, pengamat politik Khairiadi Asa menuturkan, ada kemungkinan komunikasi politik jelang Pilwali Banjarmasin akan muncul usai pelantikan anggota DPRD Kota Banjarmasin. “Partai-partai antar politisi, misalnya tokoh A berpasangan dengan tokoh siapa, ataupun partai A berpasangan dengan partai B, ini masing-masing masih menunggu sebenarnya,” ucap Khairiadi, saat ditemui awal pekan lalu.

Sejauh ini, menurut Khairiadi, beberapa tokoh yang dimunculkan ke khalayak yang nantinya akan dicalonkan pada pilwali Banjarmasin 2020 mendatang seperti Hj Karmila (putri H Muhidin) dari Partai Amanat Nasional (PAN), dan Hj Ananda dari Partai Golkar. “Tokoh-tokoh yang lain ini kan senyap-senyap saja. Artinya, masih wait and see lah. Masih menunggu,” kata Khairiadi.

Khairiadi menekankan, baik Ibu Sina maupun Hermansyah yang merupakan pertahana baik walikota dan wakil walikota, dikarenakan masih menjabat sehingga masih belum menyatakan sikap.

“Dan partainya masih belum menyatakan koalisi, dikarenakan masih terikat (kontrak politik). Karena proses pencalonan sendiri pun tidak terlepas dari peran pengurus partai politik pusat. Jadi yang berperan disetujui atau tidak, di saat pendaftaran tiap-tiap partai, nah di pendaftaran partai itulah nanti masing-masing kandidat mempresentasikan kesungguhannya dalam mengikuti ajang pilkada,” kata Khairiadi.

Sehingga, sangat wajar jika tokoh-tokoh yang cukup ternama belum menyatakan kesiapan. Hal ini, Khairiadi menjabarkan, ada proses dan mekanisme. “Pertama, harus ada pendaftaran di parpol. Kedua, ada komunikasi politik, harus berkoalisi dan tidak bisa berdiri sendiri. Itu kan hari per hari ada terus (komunikasi politik) terlebih mendekati hari pendaftaran calon. Biasanya itu berubah, apalagi waktunya masih panjang,” tambah Khairiadi, sembari menambahkan, kandidat calon walikota yang akan bertarung tentu akan mendapat restu dari pusat.

Khairiadi menyebut, meski belum ada komunikasi politik secara tampak, bukan berarti tidak ada komunikasi politik di balik layar. “Itu pasti, hanya saja tidak terekspos. Jadi gerakan senyap bisa saja terjadi, namun kita belum tahu pasti,” kata Khairiadi.

Jika dibandingkan dengan Pilwali pada tahun 2015 lalu, Pilwali 2020 mendatang, menurut Khairiadi, sangat menarik. Karena jeda waktu antara Pileg dan Pilpres mepet. Dan juga pengaruh Pilpres masih melekat, menarik bagi pemilih.

“Artinya, fanatisme pemilih itu masih kuat. Fanatisme antara kedua kubu di Pilpres 2019 (kubu 01 dan kubu 02) itu, kalau kita lihat di medsos masih terpecah. Polarisasinya masih ada. Apakah ini (akan) terbawa di Pilwali mendatang. Ini yang kita tunggu, apakah partai koalisi 02 hanya mau berkoalisi dengan sesama 02, turunannya ke daerah,” ujarnya. (mario/fikri)

Reporter : Mario/fikri
Editor : Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->