Connect with us

HEADLINE

Kampung Buku, Semangat Membumikan Literasi dari Sebuah Gang di Kota Banjarmasin

Diterbitkan

pada

Suasana di Kampung Buku di Jalan Sultan Adam Sungai Miai Banjarmasin. Foto : fikri

BANJARMASIN, Teknologi semakin menjauhkan anak-anak muda dari buku. Ini sudah menjadi keniscayaan. Tengok saja di berbagai tempat nongkong maupun kafe di sejumlah kota besar seperti Banjarmasin. Jauh lebih gampang menemui teman yang lagi khusuk dengan gawainya, dari pada tekun membaca buku!

Berangkat dari kegelisaan itu, beberapa pemuda di Kota Banjarmasin tergerak mendirikan sebuah tempat yang mampu mewadahi siapapun –termasuk milenial, untuk kembali ingatbuku. Maka, lahirlah Kampung Buku, yang lokasinya berada di Jalan Sultan Adam Sungai Miai Banjarmasin.

Sekilas, mungkin serupa dengan sejumlah “kampung tematik” yang berada di kawasan perumahan ataupun pemukiman. Ternyata tidak, Kampung Buku berada di pinggiran jalan dan tidak berada di kawasan perumahan. Meski demikian, tempatnya sangat representatif dan cukup nyaman bagi yang memiliki hobi baca. Apalagi untuk berbelanja buku.

Kanalkalimantan.com menemui Reja Azhari, salah satu inisiator berdirinya Kampung Buku sekaligus pengelola toko buku Thalib Bookshop di Kampung Buku ini, akhir pekan lalu. Kampung Buku sendiri usianya belum sampai seumur jagung, baru beroperasi pada 31 Juli lalu. Berangkat dari kebiasaan menjual buku-buku yang tidak didapat di Kalimantan Selatan khususnya di Banjarmasin, awalnya Reja melakoni penjualan buku-buku melalui online shop, ketika dirinya menempuh pendidikan S2 di salah satu universitas ternama di Bandung.

“Kami itu awalnya jualan online, dan masing-masing dari kami belum saling kenal. Karena kami jualannya sama di Banjarmasin, pas itu mulai saling kenal di media sosial,” ucap Reja mengawali perbincangan dengan Kanalkalimantan.com. “Tiba-tiba ada keinginan untuk meetup dan beberapa kali, akhirnya bertemu dengan bang Hajri (Hajriansyah) yang punya tempat ini yang tak terpakai. Kosong, bekas gudang lebih tepatnya. Gagasan ini disambut baik bang Hajri dan kami kerjasama, bang Hajri yang mendirikan tempat ini,” sambung Reja.

Di Kampung Buku sendiri, terdapat empat toko buku yaitu Sabuku Bookshop yang dikelola oleh Arh Arif, Thalib Bookshop yang dikelola Reja sendiri, Tanda Petik Books yang dikelola oleh Zian, dan Antasari yang dikelola oleh Noupal. Butuh waktu empat bulan untuk mendirikan Kampung Buku, dari awal rencna hingga realisasinya pada bulan Juli lalu. “Sebelum bulan puasa, makanya masih seadanya saja ini,” tambah Reza.

Selama operasional Kampung Buku, menurut Reja, tidak ada kendala sama sekali. “Paling cuma mati lampu. Kalau mati lampu kan (jadi) gelap nih, kalau malam,” ucap Reja diselingi tawa. Dari keempat toko buku yang ada di Kampung Buku sendiri, menyediakan berbagai buku dengan tema yang berbeda-beda. “Sabuku ini kan kajian lokal Kalimantan. Kalau (toko buku) saya lebih ke sosial politik. Kalau Zian (Tanda Petik Books) lebih ke sastra, seperti novel misalnya. Nah, kalau yang Antasari itu buku-buku langka dan lawas. Kajian agama dan politik, tapi lebih banyak agama,” sambung Reja.

Lalu, bagaimana untuk bisa mendapatkan buku-buku yang tersedia di Kampung Buku ini? “Karena kami ini studi di luar Kalsel, seperti Arif di Yogyakarta, saya di Bandung dan Zian di Jakarta. Jadi kami itu mendapatkan buku itu ditempat kami studi. Di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Karena lebih mudah akses untuk mendapatkan buku-buku itu ketimbang di Kalsel. Nah, pas ketika kami di sini, otomatis kami beli secara online melalui distributor, atau ke penerbit langsung,” kata Reja.

Reja tidak menampik, salah satu tujuan berdirinya Kampung Buku yaitu untuk menambahkan kesadaran akan literasi. Karena, “Salah satu tujuan Kampung Buku ini adalah meningkatkan literasi. Kedua, memberikan akses literasi yang berkualitas,” tutup Reja.

Di kesempatan yang sama, Kanalkalimantan.com juga mewawancarai Hajriansyah, yang merupakan inisiator utama berdirinya Kampung Buku ini. “Kami sudah berinteraksi di media sosial dan toko buku online. Kemudian salah satu pengelola toko buku yaitu Arif menyarakan untuk mendirikan kampung buku ini. Mungkin karena terbawa (suasana) di Yogyakarta,” kata Hajriansyah mengawali pembicaraan.

Hajriansyah menambahkan, awalnya dirinya hendak memberdayakan tanah kosong yang ia miliki, misalnya untuk tempat kumpul-kumpul. Hajriansyah yang memiliki latar belakang seni ini, berupaya mendirikan tempat khusus di mana para seniman bisa berkumpul. “Cuma tidak jalan-jalan, padahal sudah bikin pondasi. 2 tahunan mungkin. Sampai Arif menyuarakan ‘kampung buku’ dan membicarakannya dengan teman-temannya,” kata Hajriansyah.

“Tempatnya ada, teman-teman juga sudah siap. Ya sudah, jalankan,” sambung Hajriansyah. “Kita kan tidak bisa hanya menjual buku. Paling tidak juga harus ada yang jual minuman karena jadi tempat nongkrong kan. Ada yang mau meng handle untuk urusan café nya,” kata Hajriansyah.

Pada saat awal kelahiran Kampung Buku, semuanya serba seadanya. Namun demikian, di Kampung Buku sendiri juga diisi berbagai kegiatan di bidang kesenian, diskusi maupun literasi. “Sambil berjalan, banyak kawan-kawan yang merespon, baik dari kesenian, hobi membaca baik yang kenal maupun tidak kenal. Tanggapannya bagus saja. Bahkan lebih dari ekspektasi semula,” ujar Hajriansyah.

Hajriansyah mengaku takjub, di mana ekspektasi awalnya tempat ini baru akan ramai dikunjungi dalam waktu setahun. Ternyata, dalam kurun waktu tiga bulan saja sudah banyak yang berkunjung ke Kampung Buku.

“Karena jual buku tidak seperti yang jual baju atau makanan. Kalau ibaratnya setahun, baik ada yang beli maupun tidak, tetap jalan, oke kita buka. Memang masih meraba-raba tapi tiap hari ada yang laku dan ramai saja,” ucap Hajriansyah sembari menambahkan, Kampung Buku yang ia kelola kerap kali digunakan anak muda untuk sekadar nongkrong atau berdiskusi.

Kampung Buku sendiri, terbuka untuk umum dan bahkan diperkenankan untuk menggelar acara. “Ya selama kita tidak menambahkan fasilitas apa-apa ya silakan. Mau rapat atau sekadar nongkrong,” kata Hajriansyah.

Lantas, apa yang membedakan antara Kampung Buku dengan toko buku pada umumnya? “Ini kan sebenarnya literasi. Literasi tidak cuma soal baca tulis. Tapi juga pemahaman yang luas, makanya ada teater di sini. Ada diskusi, kelas, supaya tempat ini ramai meski tempat ini jualannya buku dan kopi. Sambil berjalan sambil diperbaiki,” tambah Hajriansyah.

Rencananya, Hajriansyah akan menggarap program perpustakaan di Kampung Buku ini. Karena, perpustakaan diperuntukkan bagi pengunjung Kampung Buku yang tidak mampu membeli buku. “Sambil baca-baca, minum kopi sampai selesai. Kadang-kadang ada yang membaca terus dikembalikan lagi. Tapi nanti akan ada rak khusus untuk perpustakaan dan dipinjam di sini,” tutup Hajriansyah. (fikri)

Reporter : Fikri
Editor : Chell

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->