Connect with us

HEADLINE

BEM dan Walhi Kompak Tolak Pemanggilan Polda Kalsel terkait Demo UU Omnibus Law

Diterbitkan

pada

BEM dan Walhi Kalsel tolak pemanggilan Polda Kalsel terkait demo UU Umnibus Law beberapa waktu lalu. Foto: putra

KANALKALIMANTAN, BANJARMASIN – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Kalsel bersama organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, sepakat menolak menghadiri panggilan Ditreskrimum Polda Kalsel, Senin (2/11/2020). Hal tersebut ditegaskan saat menggelar konferensi pers di siring Bekantan Banjarmasin.

Pemanggilan Ketua BEM Se-Kalsel Ahdiat Zairullah dan Ahmad Renaldi serta 12 rekannya yang terlibat dalam demo penolakan Omnibus Law beberapa waktu lalu, serta turut menyeret Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono yang akan diminta menjadi saksi, dijadwal berlangsung tadi pagi.

Pemanggilan dari Polda Kalsel tersebut dengan dalih melanggar Pasal 218 KUHP, yakni upaya mengindahkan peringatan dari kepolisian, saat pelaksanaan unjuk rasa jilid 2 pada 15 Oktober 2020 lalu.

Tim kuasa Hukum dari 12 Mahasiswa Muhammad Pazri mengatakan, BEM dan Walhi sepakat tidak menghadiri panggilan penyidik. Mereka balik mengembalikan surat panggilan itu untuk direvisi penyidik. Dikarenakan dari hasil diskusi kawan-kawan yang dipanggil itu menghendaki surat panggilan itu untuk direvisi.

 

“Hasil diskusi kawan-kawan yang dipanggil, para saksi yang dipanggil ini tidak bisa berhadir karena identitas saksi yang dipanggil tidak jelas. Sehingga membingungkan siapa yang dipanggil,” kata Pazri.

Ditambahkanya nama dalam surat pemanggilan harus merujuk KTP, tidak sekedar mencatut nama atau lembaga. Sebab, setiap panggilan yang dihadiri saksi, ada konsekuensi hukum. Apakah memang ada kesalahan penulisan dari penyidik atau beda orang atau bagaimana, ada dugaan surat panggilan tersebut cacat formil. “Syarat formil disesuaikan KUHP dan dikaitkan Perkap Kapolri. Kami meminta polisi merevisi surat panggilan tersebut,” terangnya.

Adapun alasannya ini terkait dengan aturan yang mengacu pada Pasal 1 angka 11 juncto pasal 14, Perkap Polri 12 Tahun 2009 tentang Prosedur Penyelesaian Perkara juga termasuk penyidikan dan penetapan tersangka harus proporsional, profesional dan transparan.

Sementara Kisworo Dwi Cahyono selaku Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel juga menerangkan dalam panggilan tersebut, menyebut dua lembaga sekaligus dalam satu tujuan surat.

“Bagi saya ini sangat membingungkan, dan ada dugaan cacat formil seperti yang dikatakan tim kuasa hukum, bahwa penting menyampaikan ke publik bahwa prosedur yang keliru seperti ini merupakan tindakan yang memalukan,” katanya.

Ahdiyat sendiri pun berharap Kepada kepolisian agar lebih proporsional, profesional, dan transparan. “Jangan sampai ada dugaan semata-mata tujuannya menjerat aktivis,” kata dia.

Sementara Muhammad Padliansyah, Presma BEM Uniska juga sangat menyayangkan saat pernyataan Kabid Humas Polda Kalsel Kombes M. Rifai ihwal status tersangka terhadap rekannya Ahdiyat Zairulah dan Renaldi.
Menyikapi hal tersebut, Pazri selaku kuasa hukum 12 mahasiswa berharap ada klarifikasi resmi dari instansi kepolisian. “Telah mencemarkan nama baik, harkat, dan martabat klien kami dan keluarga besarnya. Prosedur hukum enggak bisa main-main, seolah tersangka, atau asumsi tersangka,” ucap Pazri.

RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law sudah bergulir sejak Tahun 2019 dan terus mengalami penolakan masyarakat hingga saat ini. Dan banyaknya aksi tersebut tidak membuat pemerintah, baik legislatif maupun eksekutif menghentikan pembahasan Omnibus Law. Informasi yang di himpun kanalkalimantan.com perencanaan pengesahan UU kontroversial ini akan disahkan oleh Presiden pada tanggal 5 November 2020. (Kanalkalimantan.com/putra)

Reporter : Cell
Editor : Putra


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->