Connect with us

Kanal

Sejumlah Sekolah di Banjar Tolak Vaksin MR Selama Belum Ada Stempel Halal MUI

Diterbitkan

pada

Sejumlah sekolah menolak imunisasi MR yang belum jelas kehalalannya dari MUI Foto: rendy

MARTAPURA, Pro kontra pemberian vaksin Measles dan Rubella (MR) karena kandungan dalam vaksin MR yang diketahui serta belum adanya sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), terjadi di beberapa sekolah di Kabupaten Banjar. Padahal, pemberian vaksin MR ini merupakan program nasional yang dilakukan serentak di semua wilayah Indonesia.

Tak hanya di Kabupaten Banjar, pro kontra terkait vaksin MR juga terjadi di beberapa daerah lain di luar Kalsel. Sebelumnya Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar menggelar imunisasi MR pada bulan Agustus hingga September nanti.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar Ikhwansyah mengatakan, program imunisasi merupakan standar pelayanan prima yang wajib diberikan agar dapat melindungi masyarakat terhadap penyakit berbahaya. “Pada bulan Agustus sampai dengan September kita akan melaksanakan imunisasi MR secara massal dan diberikan secara gratis. Dengan sasaran anak-anak usia 9 bulan sampai dengan 15 tahun. Target sebanyak 153.808 orang anak di Kabupaten Banjar,” paparnya.

Dari penjelasan Ikhwansyah, penyakit MR dapat menyebabkan komplikasi antara lain seperti diare, radang paru, radang otak, kebutaan bahkan sampai menyebabkan kematian. “Untuk di Kabupaten Banjar sendiri kasus campak pada tahun 2016 ada sebanyak 23 kasus dan di tahun 2017 ada sebanyak 25 kasus,” paparnya.

Namun, pencanangan imunisasi MR tersebut tidak berjalan dengan lancar di Kota Serambi Mekkah ini. Data yang dihimpun Kanalkalimantan.com, ada beberapa sekolah di Banjar yang menyatakan menolah atas pemberian vaksin tersebut karena belum jelasnya sertfikasi halal vaksin MR dari MUI. Daftar nama sekolah yang meminta penundaan pelaksanaan imunisasi MR tersebut diantaranya sekolah Darul Ma’rifat putera Martapura, Darul Ma’rifat puteri Martapura, SMP Sungai Tabuk, MTs Nurrahman Martapura, MI Nurrahman Martapura, SDN Pasayangan 1 Martapura, TK Assalam Martapura, TK IT Manbaul Ulun Kertak Hanyar, PAUD IT Manbaul Ulum Kertak Hanyar.

Menurut Kepala Darussalamah Bangun Jaya dan Darul Ma’rifah Sekumpul (Sekolah KH Zaini Abdul Ghani), HM Hamdani Muhdad mengatakan, secara tegas pihaknya menolak pemberian vaksin tersebut karena masih tidak ada sertifikasi halal dari MUI dan belum ada keterangan dari Kemenag Kabupaten Banjar.

“Saya kepala sekolah yang membawai murid-muridnya, kami menolak pemberikan vaksin MR kepada anak murid kami mengingat masih belum adanya sertifikasi halal dari MUI. Di sisi lain orang tua murid juga pada menolak untuk diberikan vaksi kepada anak-anaknya,” tegasnya.

Bahkan saat pelaksanaan vaksinasi, banyak orang tua murid yang meliburkan anaknya sekolah. “Waktu hari pelaksanaan sampai anak-anak murid meliburkan diri karena takut diberikan vaksin, intinya kami menolak dan masih menunggu hasil sertifikasi itu,” pungkasnya.

Adapun data jumlah imunisasi MR di tiap kabupaten atau kota yakni untuk Tanah Laut ditargetkan 92.769 anak. Kemudian Kotabaru 99.604 anak dan Kabupaten Banjar sebanyak 153.808 anak. Barito Kuala yaitu 83.161 anak dan Tapin 48.510 anak. Sedangkan Hulu Sungai Selatan 61.008 anak dan Hulu Sungai Tengah 70.578 anak. Serta Hulu Sungai Utara yang berjumlah 64.630 anak.

Sedangkan Tabalong yakni 67.957 anak dan Tanah Bumbu 99.722 anak. Kemudian untuk Balangan mencapai 36.592 anak dan Banjarmasin menjadi jumlah terbanyak yaitu 176.209 anak. Adapun Kota Banjarbaru mencapai 65.974 anak.

Sebelumnya, Fadly Mansoer, Sekretaris MUI Kalsel, mengatakan setiap vaksin yang dimuniasasikan harus mendapatkan sertifikasi halal. “Yang jadi permasalahan belum bersertifikat halal dari MUI. Apalagi, dalam UU 33 tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Halal. Artinya vaksin MR harus berlabel halal dahulu,” jelas dilansir Tribun.com.

Khusus soal imunisasi, Fadly menyatakan ada fatwa yang dikeluarkan MUI Fatwa Nomor 4 Tahun 2016 soal imunisasi yang menyatakan imunisasi diperbolehkan asal menggunakan vaksin yang halal. “Dalam aturan itu ada klausul yang menyatakan jika setiap vaksin harus bersertifikasi halal dari MUI,” katanya.

Terkait label halal pada vaksin MR, ada lima point yang dinyatakan MUI Pusat yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI, Prof DR KH Maruf Amin pada surat bernomor B-904/DP-MUI/VII/2018 tertanggal 25 Juli 2018. Isinya yakni, tidak benar MUI telah menyatakan bahwa vaksin MR halal atau boleh digunakan. Sampai saat ini vaksin MR bahkan belum didaftarkan untuk proses sertifikasi halal.

Komisi fatwa MUI tidak menyatakan kehalalan vaksin MR atau kebolehan penggunaannya. Secara tegas surat tersebut menyatakan kehalalan vaksin MR merupakan syarat udatama adanya dukungan dari komisi fatwa terhadap imunisasi MR.

Butir ketiga isi surat MUI, imuniasi merupakan bagian dari upaya pengobatan yang sangat dianjurkan oleh agama Islam. Namun demikian, ajaran agama Islam mewajibkan penggunaan obat-obatan/vaksin yang halal.

Oleh karena itu, kepastian kehalalan vaksin MR sebelum dilakukan imuniasi merupakan bagian dari keimanan dan keyakinan umat Islam yang harus dilindungai sesuai amanan UUD tahun 1945.

Keempat, Dewan Pimpinan MUI mengimbau Kementerian Kesehatan untuk tunduk dan patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Untuk kepentingan hal tersebut MUI menyatakan kesiapan membantu Kementerian Kesebatan mencari solusi demi suksesnya pelaksanaan Gerakan Nasional Imuniasi MR yang bersesuaian dengan ketentuan ajaran Islam. Kelima, Dewan Pimpinan MUI akan mengambil kebijakan secara nasional terkait vaksin MR pada 8 Agustus 2018. (rendy) Reporter: Rendy Editor: Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->