Connect with us

Hukum

Kuasa Hukum Tak Puas Klarifikasi TNI AL Terkait Pemindahan Jumran ke Lapas Balikpapan

Diterbitkan

pada

Jumran saat dibawa ke Lapas Kelas IIA Balikpapan melalui Bandara keluarga Juwita, jurnalis korban pembunuhan berencana eks Anggota TNI AL didampingi kuasa hukum. Foto: dok.kanalkalimantan

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Pihak
keluarga Juwita, korban pembunuhan berencana eks Anggota TNI AL Kelasi Jumran, baru saja menerima surat resmi jawaban dari aduannya ke Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali.

Surat tersebut merupakan tanggapan hukum atas jawaban Mabes TNI AL tertanggal 16 September 2025. Aduan ini sebelumnya telah diberikan keluarga bersama kuasa hukum buntut pemindahan diam-diam narapidana Jumran ke Lapas Kelas IIA Balikpapan.

Pihak keluarga menilai bahwa surat jawaban Kasal tersebut tidak menjawab secara substansial terhadap permohonan keberatan keluarga sebelumnya.

Dalam surat tersebut, keluarga -Subpraja Ardinata dan Susi Anggraini- menilai bahwa pemindahan terpidana Jumran dari wilayah hukum Banjarbaru ke Lapas Balikpapan dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas dan melanggar asas legalitas administratif.

Baca juga: Film “Kulminasi Misbach Tamrin” Meriahkan Madani International Film Festival 2025


Keluarga menyebut bahwa dalam putusan Pengadilan Militer Banjarmasin, Jumran telah dipecat dari dinas militer (PTDH) sehingga status hukumnya berubah menjadi warga sipil.

Dimana berdasar pada Pasal 256 ayat (3) UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, eksekusi pidana terhadap mantan prajurit yang sudah dipecat seharusnya dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Umum, bukan diatur sepihak oleh Oditurat Militer.

Selain itu, keluarga menilai jawaban Mabes TNI AL hanya bersifat normatif dan tidak menjelaskan dasar administratif, koordinasi lintas lembaga, atau SK resmi dari Kemenkumham terkait pemindahan Jumran ke Balikpapan.

“Kami menilai ada unsur maladministrasi dan pelanggaran prinsip keterbukaan publik. Tidak ada pemberitahuan resmi kepada keluarga korban mengenai alasan pemindahan tersebut,” tulis keluarga dalam suratnya.

Keluarga menyoroti keterlambatan penyampaian surat jawaban dari Mabes TNI AL yang baru diterima pada 9 Oktober 2025, padahal bertanggal 16 September 2025 — terlambat hampir 23 hari sejak dikeluarkan.

Baca juga: Sajian Dapur MBG Tungkaran Terindikasi Mengandung Nitrit alias Basi

Dan mengingat surat permohonan keberatan telah disampaikan sejak 15 Juli 2025, hal ini dianggap sebagai bentuk kelalaian administratif yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan tekanan psikologis bagi keluarga korban.

Sementara itu Ketua Tim Kuasa Hukum yang tergabung dalam Advokasi Untuk Keadilan (AUK) Juwita, Dr Muhammad Pazri, menilai bahwa substansi jawaban TNI AL tidak memadai secara hukum dan administratif, bahkan berpotensi bertentangan dengan prinsip lex specialis dan lex generalis dalam sistem peradilan.

“Jika Jumran sudah diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas militer, maka kewenangan pelaksanaan pidananya beralih sepenuhnya ke Kementerian Hukum dan HAM. Pemindahan ke Lapas Balikpapan tanpa SK Kemenkumham adalah bentuk penyimpangan administratif dan harus diklarifikasi secara hukum,” ujar Pazri dalam keterangan yang diterima Sabtu (11/10/2025).

Ia juga menekankan bahwa kasus ini tidak hanya soal teknis pemasyarakatan, tetapi juga menyangkut keadilan bagi korban dan keluarganya.

“Keadilan tidak boleh berhenti di meja peradilan. Transparansi pelaksanaan hukuman adalah bagian dari hak korban dan keluarga untuk mengetahui bahwa keadilan benar-benar ditegakkan,” tambahnya.

Pazri meminta Kepala Staf TNI AL untuk segera:

1. Memberikan klarifikasi tertulis dan terverifikasi mengenai dasar hukum pemindahan terpidana Jumran;

2. Menindak pejabat atau institusi yang diduga menyalahgunakan kewenangan administratif;

3. Menegaskan status hukum Sdr. Vicky FS, yang hingga kini belum jelas apakah turut diproses hukum atau hanya berstatus saksi;

4. Menjamin pelaksanaan hukuman secara transparan, tanpa fasilitas khusus bagi pelaku.

“Kami mendesak agar TNI AL membuka hasil pemeriksaan internal, bila ada, dan menyampaikan secara terbuka kepada publik. Ini bukan hanya soal keluarga Juwita, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap keadilan militer di Indonesia,” tegas dia.

Keluarga juga telah menyampaikan tembusan surat tanggapan kepada sejumlah lembaga negara, termasuk Panglima TNI, Komisi I dan III DPR RI, Komnas HAM, Ombudsman RI, dan Menteri Hukum dan HAM, sebagai bentuk pengawasan dan transparansi publik.

“Ini bukan sekadar permintaan klarifikasi, tapi upaya moral agar tidak ada lagi korban yang diperlakukan dengan ketidakpastian hukum seperti ini,” tutup Pazri. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter: wanda
Editor: bie


iklan

Komentar

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca