Connect with us

RELIGI

Ketua PGI Kalsel Minta Revisi Dua Pasal di RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Diterbitkan

pada

Ketua PGI Kalsel Kornelius Sukaryanto Foto : Mario

BANJARMASIN, Ada beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang diprotes Persekutuan Gereja Indonesia (PGI).

Beberapa pasal mengatur kegiatan ibadah sekolah minggu dan katekisasi oleh gereja hingga izin yang harus dikeluarkan Kementerian Agama.

Menurut Kornelius Sukaryanto, pendeta sekaligus Ketua PGI Kalsel, hal ini terjadi karena kurangnya informasi dan komunikasi.

“Namanya saja yang sekolah minggu. Di dalamnya ya kebaktian anak-anak. Kalau katekisasi untuk yang remaja dan dewasa. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan pendidikan. Tidak ada ijazah dan juga ujian di dalamnya,” terang Kornelius.

Istilah sekolah minggu sendiri sudah dikenal sejak lama dan melekat di kalangan umat kristiani. Sebutan Sekolah Minggu diambil langsung dari bahasa Inggris sunday school.

Secara teologis gereja mempunyai tanggung jawab untuk mendidik anak-anak dalam moralitas keagamaan. Sehingga diciptakanlah kebaktian anak-anak, remaja, dan umum.

“Jadi RUU itu tidak wajar. Masa ibadah saja harus ada izin dari pemerintah. Rasanya tidak etis jika ibadah diatur oleh undang-undang,” ungkap pria yang sudah masuk dua periode dipercaya menjadi Ketua PGI Kalsel ini.

Begitu pun Besel Jarias, seorang pendeta di Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Eppata Banjarmasin juga menyampaikan pendapatnya bahwa RUU tersebut keliru.

“Sekolah minggu dan katekisasi itu tidak seperti sekolah formal yang ada kurikulum, absen, ujian, dan nilainnya. Semuanya ibadah. Jadi tidak perlu diurus negara,” katanya.

Mengenai pasal 69 ayat (3) tentang sekolah minggu diselenggarakan dalam bentuk program yang memiliki peserta paling sedikit 15 orang peserta didik ini, ia pun turut menyampaikan ketidaksetujuannya.

“Kalau gerejanya besar ya tidak apa-apa. Tapi banyak gereja di daerah yang kadang hanya 3 atau 6 orang yang hadir (sekolah minggu), bahkan ada yang tidak ada sama sekali,” bebernya.

Jika RUU ini nantinya diketuk palu, Kornelisus mengatakan, PGI akan melakukan pergantian istilah dari sekolah minggu menjadi kebaktian anak-anak.

“Gampangnya seperti itu. Tapi kita kan tidak mau, karena istilah sekolah minggu sendiri sudah ada sangat lama,” sebutnya.

Mengenai petisi-petisi daring yang tersebar di media sosial, PGI mengaku tidak memberikan dukungan perihal itu karena bukan merupakan petisi resmi dari PGI.

Saat ini PGI pusat sedang melakukan komunikasi dengan para pemangku kepentingan dan PGI daerah memberikan dukungan. Karena masih dalam rancangan, PGI berharap mereka mendapatkan kesempatan. “Kasih lah kesempatan PGI untuk berbicara,” ucap Kornelius.

PGI mengharapkan agar RUU pada pasal 69 dan 70 segera direvisi. Namun di luar pasal tersebut, PGI tidak mempermasalahkan.  “Di luar pasal 69 dan 79 kami tidak masalah. Justru kami dukung,” pungkasnya.

Berikut isi pasal 69-70 RUU Pesantren dan Pendidikan Agama:

Pasal 69

(1) Pendidikan Keagamaan Kristen jalur pendidikan non formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diselenggarakan dalam bentuk Sekolah Minggu, Sekolah Alkitab, Remaja Gereja, Pemuda Gereja, Katekisasi, atau bentuk lain yang sejenis.

(2) Pendidikan Keagamaan Kristen non formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh gereja, organisasi kemasyarakatan Kristen, dan lembaga sosial keagamaan Kristen lainnya dapat berbentuk satuan pendidikan atau program.

(3) Pendidikan Keagamaan Kristen non formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam bentuk program yang memiliki peserta paling sedikit 15 (lima belas) orang peserta didik.

(4) Pendidikan Keagamaan Kristen non formal yang diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan atau yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Kementerian Agama kabupaten/kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).

Pasal 70

(1) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Kristen yang diperoleh di Sekolah Dasar/ Sekolah Dasar Teologi Kristen, Sekolah Menengah Pertama/ Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen, Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Teologi Kristen/Sekolah Menengah Agama Kristen atau di pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan.

(2) Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal dapat dilaksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang. (mario)

Reporter : Mario
Editor : Abi Zarrin Al Ghifari


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->