Connect with us

HEADLINE

Banjarbaru Jadi Ibu Kota Kalsel, Ahli Hukum: UU Provinsi Kalsel yang Disahkan Rentan Digugat ke MK

Diterbitkan

pada

Dr M Pazri MH, Presdir Borneo Law Firm, pemerhati kebijakan publik. Foto: dok.pribadi

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Kabar pemindahan ibu kota Kalsel ke Banjarbaru memantik pendapat beragam, ada yang pro ada yang kontra. Warga Kalsel seakan terbelah menjadi setuju dan tidak setuju.

Sejatinya melalui judicial review berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Dr M Pazri MH, pemerhati kebijakan publik menganalisis bahwa Undang-Undang (UU) Provinsi Kalimantan Selatan yang baru disahkan rentan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Setelah ia mencermati dan membaca UU Provinsi Kalsel tersebut, banyak menuai polemik. Katanya seperti pada Pasal 4 tentang Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan yang berkedudukan di Kota Banjarbaru.

“Pada pasal tersebut terkesan tidak mengakomodir landasan filosofis, landasan sosiologis, landasan yuridis, kebutuhan Kalsel dan sangat tidak lengkap serta ke depan akan menimbulkan ketidak pastian hukum,” beber Presdir Borneo Law Firm terserbut, saat dihubungi Kanalkalimantan.com, Minggu (20/2/2022).

 

 

Baca juga: Mencoba Bunuh Diri ke Laut, Anak 4 Tahun Nangis Panggil Ayahnya

Pazri menanyakan dimana posisi tawar Pemerintah Provinsi Kalsel dan DPRD Provinsi Kalsel pada saat proses pembetukan UU yang baru disahkan 15 Februari 2022 tersebut, seperti apa kajian teoritik dan praktik empirik masukkannya.

Ia melanjutkan bertanya apakah UU tersebut sudah diakomodir juga dengan masukan masing-masing daerah dan sejauh mana pastisipasi masyarakat Kalimantan Selatan.

“UU tersebut sangat prinsip dan sangat serius. Saya menjadi khawatir pembentuk Undang-Undang hanya berpikir bahwa membentuk Undang-Undang merupakan kewenangannya saja, tanpa memikirkan keinginan masyarakat sebenarnya,” katanya.

Padahal seharusnya, sambung Pazri, rakyat juga memiliki hak untuk mengetahui proses legislasi yang berlangsung di DPR RI.

“Ingat kondisi Kalsel sangat ironis, kaya sumber daya alam namun listrik sering padam, jalan dan sarana prsarana tidak memadai, masyarakat belum sejahtera, serta lapangan kerja sulit,” sebutnya.

Baca juga: Pelaku UMKM di Banjarbaru Kembali ‘Terpukul’ PPKM Level 3

Kalau pun mau menggugat, kata Pazri bisa melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi yang dasarnya adalah Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK berwenan. Antara lain, mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Dan Pasal 9  ayat 1 UU Nomor 12 tahun 2011 lanjut Pazri, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-udangan berbunyi dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

Masih kata Pazri, perlu diingat dalam membuat perundang-undangan yang baik ialah berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Harus memperhatikan dan memuat asas, kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan dan keterbukaan,” tandas Pazri. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter : wanda
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->