Connect with us

Film

“22 Menit” Mengenal Heroisme Polisi Taklukkan Pelaku Bom Sarinah

Diterbitkan

pada

Adegan dilm “22 Menit” Foto: net

Film terbaru sutradara Eugene Panji, “22 Menit”, dirilis Kamis (19/7). Menurut Eugene, film tersebut terinspirasi dari kisah nyata pemboman di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta, dua tahun lalu. Film itu dianggap kental dengan nuansa heroisme satuan kepolisian.

 “Pasti akan ada anggapan seperti itu, kalau menurut saya. Kita fair saja,” ujar Eugene mengenai munculnya tanggapan filmnya menonjolkan aksi polisi melumpuhkan kelompok teroris. Eugene menuturkan, jika memang ada hal baik yang dilakukan kepolisian, hal itu patut diapresiasi. Sebaliknya, saat ada perilaku atau aksi yang tak tepat, maka kritik pun perlu diluncurkan.

Walau didukung pihak kepolisian, Eugene mengatakan filmnya tersebut tak serta-merta menonjolkan sisi heroisme polisi semata. Ia membagi porsi beberapa perspektif sehingga meletakkan lima tokoh utama dalam film ini.

Dalam film 22 Menit, Eugene mengaku mengapresiasi sigapnya kepolisian dalam menangani aksi pengeboman. Melalui proses riset dalam kurun satu tahun lebih, ia mengumpulkan beberapa bukti dan informasi mengenai seperti apa proses polisi melumpuhkan kelompok teror kurang dari satu jam. Hal itu pula yang melatari pemberian judul 22 Menit, yang merujuk pada durasi yang diperlukan kepolisian meringkus pelaku teror saat itu.

Eugene memilih mengemas peristiwa bom Sarinah dalam bentuk film fiksi lantaran ia hanya menuangkan latar peristiwa dan beberapa kisah nyata dalam film ini sekitar 70 persen. Sisanya, tetap ada tuangan dramatisasi dan kisah tambahan lain. Eugene ingin film 22 Menit tetap bisa menjadi rekaman pengingat atas peristiwa yang pernah terjadi. Penonton tetap bisa ambil pembelajaran meski dari tontonan fiksi.

Eugene menggarap film ini di bangku sutradara bersama Myrna Paramita. Unsur humanis lebih ditekankan Eugene dan Myrna dalam film ini. Karena itu muncul lima sudut pandang dalam film yang dibintangi Ario Bayu dan Ade Firman Hakim tersebut.

Pernyataan Eugene atau pihak polisi yang mendukung penuh pembuatan film ini bisa dibilang menjadi pembelaan sepihak. Sebab, secara keseluruhan dalam film, polisi memang tampil demikian sempurna, dari menyusun rencana pembekukan sampai aksi penyerangan dan penangkapan. Dukungan penuh pihak kepolisian kentara dari bagaimana perlengkapan yang disediakan sampai proses pengamanan area syuting.

Bantuan tersebut, menurut Eugene, semata-mata membuat kondisi dan kinerja polisi terlihat jauh lebih nyata dari kehadiran karakter polisi di film-film lain.

Ario Bayu, sebagai pemain utama yang memerankan salah satu pasukan antiteror, menuturkan pengalamannya mengikuti pelatihan khusus selama satu bulan. Menurut dia, apa yang ia jalani selama proses latihan mendudukkan dirinya untuk mengetahui kinerja polisi sebenarnya. “Pakai rompi antipeluru itu berat banget, belum bawa senjata dan harus standby pegang tegak lurus gini (sembari mencontohkan gerakan memegang senjata), itu berat,” ucapnya.

Film 22 Menit berdurasi 75 menit. Film dengan adegan penuh baku tembak antara polisi dan teroris ini dilengkapi dengan efek CGI. Selain di Jakarta, rencananya film ini melanjutkan road show ke beberapa daerah, seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, Karawang, Bandung, Cirebon, Solo, dan beberapa kota lain, termasuk Makassar.(cel/tmp)

Reporter: Cel/tmp
Editor: Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->