Connect with us

RELIGI

Nasihat Zaid bin Aslam: Jangan Gegabah Menilai Amal Orang Lain!

Diterbitkan

pada

Penghakiman yang hakiki hanya terjadi di akhirat kelak, bukan di dunia yang menggoda ini. ilustrasi: nuonline

Dalam kitab Hilyah al-Auliyâ wa Thabaqat al-Ashfiyâ’, Imam Abu Na’im al-Ashbahânî (330-430 H), terdapat sebuah riwayat tentang nasihat Imam Zaid bin Aslam (w. 136 H) kepada anaknya, Abdurrahman bin Zaid. Berikut riwayatnya:

 

حدثنا محمد بن أحمد بن محمد، ثنا الحسن بن محمد، ثنا أبو زرعة، ثنا زيد بن بشر الحضرمي، ثنا ابن وهب، حدثني عبد الرحمن بن زيد بن أسلم، قال: كان إبي يقول: أي بنيّ. وكيف تعجبك نفسك، وأنت لا تشاء أن تري من عباد الله من هو خير منك إلا رأيته، يا بني، لا تري أنك خير من أحد يقول: لا إله إلا الله حتي تدخل الجنّة ويدخل النار، فإذا دخلت الجنّة ودخل النار تبين لك أنك خير منه

Muhammad bin Ahmad bin Muhammad menceritakan kepada kami, al-Hasan bin Muhammad bercerita, Abu Zur’ah bercerita, Zaid bin Bisyr al-Hadrami bercerita, Ibnu Wahb bercerita, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bercerita kepadaku, ia berkata:

“Ayahku berkata, ‘Anakku, bagaimana mungkin kau mengagumi dirimu sendiri, sedangkan kau tidak mau melihat hamba-hamba Allah yang (salah satu dari mereka) lebih baik darimu, (kau tidak akan mengetahuinya) kecuali kau (mau) melihatnya. Anakku, jangan kau (pernah) melihat dirimu lebih baik dari seseorang yang mengucapkan, ‘lâ ilaha illallah’ (tidak ada tuhan kecuali Allah) hingga kau masuk surga dan ia masuk neraka. Sebab, jika kau telah masuk surga dan ia masuk neraka, maka sudah jelas bagimu bahwa kau lebih baik darinya” (Imam Abu Na’im al-Ashbahânî, Hilyah al-Auliyâ wa Thabaqat al-Ashfiyâ’, Kairo: Dar al-Hadits, 2009, juz 2, h. 501)

Nasihat di atas diucapkan oleh Sayyidina Zaid bin Aslam (w. 136 H), seorang tabi’in yang berguru pada banyak sahabat Nabi. Ayahnya, Aslam (w. 80 H), merupakan budak Sayyidina Umar bin Khattab. Zaid bin Aslam terkenal kepakarannya dalam bidang hadits, fiqih dan tafsir. Ia meriwayatkan hadits dari banyak sahabat dan tabi’in, seperti Sayyidina Abdullah bin Umar, Sayyidina Aslam maulâ ‘Umar bin al-Khattab, (ayahnya sendiri), Sayyidina Jabir bin Abdullah, Sayyidina Anas bin Malik, Sayyidina Ali bin Husain, Sayyidina Sa’id bin Musayyab dan lain sebagainya. (Imam al-Dzahabi, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1985, juz 5, h. 316)

Ia pun memiliki banyak murid, seperti Imam Malik bin Anas, Imam Sufyan al-Tsauri, Imam Sufyan bin ‘Uyainah, Imam Abdurrahman al-‘Auzai, dan masih banyak yang lainnya (Imam al-Dzahabi, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, juz 5, h. 316). Hampir semua muridnya menjadi ulama besar sekaligus penyambung riwayat haditsnya.

Kepakaran Sayyidina Zaid bin Aslam diakui oleh ulama-ulama lain di zamannya. Ia memiliki halaqah ilmu di Masjid Nabawi (kâna lahu halqatun lil ‘ilmi fi masjid rasûlillah). Bahkan, Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali tidak segan duduk di majlisnya untuk mendapatkan ilmu. Imam al-Dzahabi dalam kitabnya, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, mengutip perkataan Imam al-Bukhari tentang kehadiran Sayyidina Ali Zainal Abidin di halaqah Zaid bin Aslam.

وَقَالَ البُخَارِيُّ: كَانَ عَلِيُّ بنُ الحُسَيْنِ يَجْلِسُ إِلَى زَيْدِ بنِ أَسْلَمَ، فَكُلِّمَ فِي ذَلِكَ، فَقَالَ: إِنَّمَا يَجْلِسُ الرَّجُلُ إِلَى مَنْ يَنْفَعُه فِي دِيْنِه

“Imam al-Bukhari berkata: ‘(Sayyidina) Ali bin al-Husain duduk (mengikuti majlis) Zaid bin Aslam, kemudian perbuatannya ini dipergunjingkan. Maka (Sayyidina) Ali Zainal Abidin berkata: “Sungguh seseorang (seharusnya) duduk (mengikuti majlis) orang yang memberinya manfaat dalam agamanya.” (Imam al-Dzahabi, Siyar A’lâm al-Nubalâ’, juz 5, h. 316)

Setelah cukup mengetahui siapa Sayyidina Zaid bin Aslam, kita akan mulai membahas nasihat beliau kepada anaknya. Dalam nasihatnya, terdapat dua poin penting, pertama, jangan dulu mengagumi amal ibadah diri sendiri sebelum memperhatikan hamba-hamba Allah lainnya.

Sayyidina Zaid bin Aslam berkata (terjemah bebas), “Anakku, bagaimana mungkin kau mengagumi dirimu sendiri, sementara masih banyak hamba-hamba Allah lain yang lebih baik darimu jika kau mau membuka matamu untuk melihat mereka.”

Artinya, kita tidak sepantasnya mengagumi kebaikan kita sendiri tanpa melihat kebaikan hamba-hamba Allah lainnya. Tidak mungkin ada seseorang yang sempurna kebaikannya kecuali para nabi. Sebagai manusia biasa, kita tidak mungkin baik dan berbakat dalam segala hal, tapi kita mungkin lebih baik dari orang lain dalam hal tertentu, begitupun sebaliknya. Dalam ibadah pun kurang lebih sama, selalu ada yang lebih baik dari kita, baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya.

Karena itu, jangan jadikan amal ibadah sebagai keistimewaan yang seakan-akan hanya kita yang memilikinya, padahal tidak. Semua orang punya hak yang sama untuk mendekatkan diri kepada Tuhan; semua orang punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan ridha Tuhan. Lalu, siapa kita yang hanya mengagumi kebaikan diri kita sendiri tanpa mau melihat kebaikan orang lain dan mengaguminya?

Kedua, jangan dulu menilai diri lebih baik sebelum datangnya keputusan akhir dari Allah. Sayyidina Zaid bin Aslam mengatakan (terjemah bebas), “Anakku, jangan pernah kau melihat dirimu lebih baik dari orang lain yang telah menyatakan ‘tiada tuhan kecuali Allah’ (sesama mukmin), hingga kau masuk surga dan ia masuk neraka. Karena dengan itu, telah jelas kau lebih baik darinya.”

Ini peringatan keras dari Sayyidina Zaid bin Aslam kepada kita semua. Tanpa sadar, kita telah memasuki wailayah Tuhan sebagai pemberi keputusan akhir. Kita cenderung menilai diri kita lebih baik, sehingga dengan mudahnya menuduh orang lain sesat, bahkan memvonisnya pasti masuk neraka. Padahal, sebagaimana mereka (orang-orang yang dituduh dan disesatkan), kita pun masih dalam tahap penilaian yang belum pasti tempat kita di akhirat kelak.

Karena itu, Sayyidina Zaid bin Aslam memperingatkan anaknya, untuk tidak gegabah menilai dirinya lebih baik sebelum pengadilan terakhir digelar dan keputusan diberikan. Tidak ada satu pun dari kita yang tahu keadaan kita kelak, apakah kita berada di surga atau di neraka? Semuanya ditentukan oleh Allah, dan hanya Allah lah yang berhak memutuskannya. Maka, daripada sibuk mengagumi diri sendiri dan memandang hina orang lain, lebih baik kita persiapkan diri kita untuk pengadilan terakhir Allah. Maukah kita melakukannya? Itu persoalan yang harus kita selesaikan bersama.  (muhammad afiq zahara/nu.id)

Reporter : nuonline
Editor : kk

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->