Budaya
La Puria, Desa Korban Perang yang Penduduknya Hanya Perempuan dan Anak-anak
Di pegunungan di barat laut Kolombia, terdapat sebuah desa bernama La Puria yang menjadi rumah bagi masyarakat adat Embera Katio. Dalam bahasa mereka, ebera berarti manusia, penduduk asli, atau laki-laki. Sayangnya, tidak ada laki-laki dewasa di sana.
Dilansir dari situs nationalgeographic.grid.id, perang saudara di Kolombia yang berlangsung selama beberapa dasawarsa telah menghancurkan La Puria secara perlahan. Beberapa pria di desa tersebut direkrut oleh Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC) atau National Liberation Army (ELN), dua kelompok gerilya kiri yang terbesar di negara tersebut.
Sementara itu, sisanya menjadi korban konflik–mengingat kedua kelompok: gerilyawan dan pasukan keamanan menggunakan taktik kekerasan seperti penculikan, memasang ranjau darat dan perdagangan obat bius.
Menurut Ivan Valencia, jurnalis foto Kolombia yang menghabiskan waktu berbulan-bulan di La Puria untuk mendokumentasikan kehidupan di sana, hanya ada para wanita, anak-anak dan ibu-ibu remaja yang masih tersisa di La Puria.
Para perempuan muda pun memimpin kelompoknya untuk mencari dan mengumpulkan makanan di hutan. Mereka memegang parang sambil menggendong bayi di punggungnya. Ketua adat La Puria pun merupakan perempuan berusia 26 tahun, seorang ibu dari empat anak.
Suara bermain anak-anak terdengar di setiap rumah yang dibangun ibu mereka sendiri. Anak-anak ini kebanyakan lahir dari rahim remaja yang diperkosa oleh para tentara dari kelompok gerilya lokal.
Di usianya yang masih sangat muda, anak-anak di La Puria sudah terpapar situasi perang. Tahun lalu, selama kegiatan terapi seni di sekolah desa, hampir semua anak-anak menggunakan pensil warnanya untuk menggambar dan mewarnai orang-orang yang membawa senjata api. Namun, saat ini, kondisinya mulai membaik.
Untuk pertama kalinya sejak 1960, konflik akhirnya selesai. Meskipun pada 2016, referendum sipil menolak perjanjian damai antara FARC dan pemerintah Kolombia, namun perjanjian ini direvisi dan diratifikasi kembali beberapa bulan kemudian. Jalan menuju perdamaian memang belum pasti, tapi setidaknya gencatan senjata masih dilakukan. ÂÂ
Sayangnya, setelah perang terhenti, masyarakat La Puria tetap ditinggalkan oleh negara. Tanpa bantuan pemerintah di bidang kesehatan dan pelayanan umum, gizi buruk serta sanitasi yang layak, tantangan yang harus mereka hadapi pascakonflik Kolombia tetap berat.
“Saya merasa konsekuensi perang masih berlanjut,†ujar Ivan.
Meskipun begitu, Ivan melihat sedikit cahaya di sana. Ia terkesima dengan semangat hidup orang-orang La Puria.
“Setelah berjalan jauh dari hutan, saya ingat mencapai tempat di mana terdapat banyak warna. Banyak penduduk La Puria yang mengenakan pakaian berwarna terang. Sangat indah melihat warna itu di tengah-tengah tempat kelabu dan penuh kesedihan,†kenang Ivan. ÂÂ
Bagi Ivan yang tidak memahami bahasa Embera, begitu pun penduduk yang tidak mengerti bahasa Spanyol, bahasa visual menjadi satu-satunya penghubung mereka. “Kami berkomunikasi melalui kamera,†pungkasnya. (ngo)
Editor : Kk
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Lelaki di Banjarmasin Habisi Kakak Ipar, Jasad Dibuang ke Wilayah Kintap
-
Kota Banjarmasin3 hari yang lalu
Polresta Banjarmasin Tengah Selidiki Kasus Bayi Meninggal Saat Persalinan
-
HEADLINE3 hari yang lalu
Relokasi Normalisasi Sungai Kuranji di Cempaka Warga Ada yang Tak Setuju
-
HEADLINE2 hari yang lalu
Baliho Curhat Korban Investasi Bodong di Banjarmasin Diturunkan
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Lomba Mancing Ikan di Sungai Kemuning Meriahkan HUT ke-17 Kecamatan Banjarbaru Selatan
-
PUPR PROV KALSEL3 hari yang lalu
Tingkatkan Capaian Akses Layanan Air Limbah dan Air Minum, Dinas PUPR Kalsel Gelar Workshop