Connect with us

VOA

Jelang Eksekusi, Dukungan Kuat Mengalir bagi Baiq Nuril

Diterbitkan

pada

Baiq Nuril, mantan guru honorer korban pelecehan kekerasan seksual yang divonis bersalah. Foto: afp

Tiga hari menjelang eksekusi putusan kasasi MA, dukungan disampaikan kepada Baiq Nuril Makmun, mantan guru yang mengalami pelecehan kekerasan seksual atasannya tetapi divonis bersalah melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik ITE. Sejumlah pihak menyerukan presiden untuk memberikan amnesti.

Dukungan kuat mengalir dari berbagai tokoh dan organisasi kepada Baiq Nuril Makmun, mantan guru honorer yang menjadi korban pelecehan kekerasan seksual dan divonis bersalah melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik ITE.

Kuasa hukum Nuril, Joko Jumadi, kepada VOA mengatakan kliennya merasa sangat terharu dan berterima kasih dengan besarnya dukungan bagi dirinya, termasuk upaya mengumpulkan donasi untuk membayar denda 500 juta rupiah yang dikenakan terhadapnya. Hingga laporan ini disampaikan jumlah uang yang dikumpulkan lewat https://kitabisa.com/saveibunuril mencapai 300 juta rupiah. ‘’Tetapi sayangnya kondisi kesehatan Ibu Nuril melemah ketika ia menerima surat panggilan dari Kejaksaan hari Jum’at lalu (16/11),’’ tambah Joko.

Pihak kejaksaan pada hari Jum’at (16/11) telah mengirim surat kepada Baiq Nuril Makmun untuk datang ke kantor kejaksaan dan menjalani eksekusi pada hari Rabu (21/11).

Joko Jumadi mengatakan akan datang memenuhi panggilan itu, tetapi akan langsung menaympaikan perlawanan. ‘’Hari Rabu nanti (21/11) kami akan datang, tetapi akan melakukan perlawanan agar Baiq Nuril tidak dieksekusi karena salinan putusan itu belum ada. Saya akan datang untuk menghormati panggilan yang diberikan, tetapi kami juga minta Kejaksaan Agung untuk menghormati hak klien kami karena sesuai aturan hukum eksekusi itu dilakukan dengan menggunakan salinan putusan, yang hingga kini belum kami terima.”

Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung MA Abdullah kepada VOA mengatakan putusan itu baru akan disampaikan minggu depan. ‘’Putusan hakim agung itu masih dalam proses minutasi. Insya Allah minggu depan selesai dan akan di-publish sehingga tahu dasar pemikiran, landasan filosofi dan teori yang digunakan.’’ Lebih jauh ia meminta publik untuk menghormati putusan hakim dan tidak menyampaikan opini berlebihan sebelum melihat dasar putusan kasasi tersebut.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan putusan MA yang membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama di PN Mataram, yang membebaskan Baiq Nuril dari seluruh tuntutan dan menyatakannya tidak bersalah melanggar UU ITE. Putusan MA itu menjatuhkan vonis enam bulan penjara dan denda 500 juta rupiah subsider tiga bulan penjara.

Komnas Perempuan Sesalkan Putusan Kasasi MA

Komnas Perempuan menilai putusan MA ini tidak sejalan dengan semangat Peraturan MA No.3/2017 tentang Pedoman Hakim mengadili Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum, yang sedianya berupaya mengintegrasikan dimensi gender dalam proses pemeriksaan perkara di pengadilan. ‘’Salah satu pasal Peraturan MA itu menyatakan bahwa dalam pemeriksaan perkara, hakim sedianya mempertimbangkan kesetaraan gender dan non diskriminasi dengan mengidentifikasi fakta persidangan, yaitu : a) ketidaksetaraan status sosial antara para pihak berperkara; b) ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses keadilan; c) diskriminasi; d) dampak psikis yang dialami korban; e) ketidakberdayaan fisik dan psikis korban; f) relasi kuasa yang mengakibatkan korban/saksi tidak berdaya; dan g) riwayat kekerasan dari pelaku terhadap korban/saksi ;’’ demikian petikan pernyataan tertulis Komnas Perempuan.

Komnas Perempuan menggarisbawahi adanya ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses keadilan Baiq Nuril karena UU ITE dibuat untuk menjawab tantangan digunakannya teknologi untuk melakukan kejahatan, sementara ketika Baiq Nuril menggunakan teknologi untuk membela diri dari kejahatan yang paling sulit dibuktikan dalam sistem hukum Indonesia, yaitu kejahatan seksual lewat kekerasan verbal, ia justru dijerat dengan UU ITE.

ILawNet Serukan Pemerintah dan DPR Segera Revisi UU ITE

Hal senada disampaikan Internet Lawyer Network (ILawNet) yang beranggotakan sejumlah pengacara dan lembaga bantuan hukum, yang secara lebih jauh menilai kasus ini kembali menegaskan adanya persoalan dalam UU ITE yang akhirnya justru membungkam korban. Selain kasus Baiq Nuril, mereka juga merujuk kasus Prita Mulyasari yang dipidana karena menyampaikan keluhan terhadap pelayanan RS Omni di Tangerang dan kasus Wisniati yang dipidana karena dinilai melakukan percakapan yang dinilai asusila melalui media sosial. Oleh karena itu ILawNet menyerukan pemerintah dan DPR untuk segera merevisi UU ITE, khususnya pasal-pasal karet yang terkait kebebasan berekspresi.

Ketua Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE) Mohammad Arsyad juga menyerukan hal yang sama. “UU ITE yang diberlakukan pada tahun 2008 ini harus dicabut karena jika masih ada, tindak kriminalisasi terhadap warga masyarakat masih akan terus terjadi. Hari ini menjerat Ibu Baiq Nuril, lima tahun lalu menjerat saya, delapan tahun lalu menjerat Ibu Prita; bukan tidak mungkin besok, minggu depan, bulan depan atau tahun depan menjerat Anda karena menyampaikan keluhan atau kritik atau curhat terhadap orang atau pihak lain. Hingga hari ini sudah 300 orang lebih jadi korban. Pemerintah yang tetap mempertahankan UU ITE ini adalah pemerintah anti-kritik. Bagaimana bisa mengajak masyarakat berperan serta mengawasi layanan publik misalnya, jika hal-hal yang kita share ke media sosial lalu dianggap sebagai pencemaran nama baik?” ujar Arsyad, aktivis anti-korupsi yang juga pernah dijerat UU ITE karena disangka mencemarkan nama baik politikus Golkar Nurdin Halid lewat statusnya di Blackberry Messenger tahun 2013 lalu. Arsyad sempat ditahan 103 hari di rutan Makassar meski tidak pernah dikenai tuntutan resmi apapun.

SAFEnet Minta Jaksa Agung Tunda Eksekusi Baiq Nuril

Sementara Southeast Asia Freedom of Expression Network SAFEnet, organisasi masyarakat sipil yang memperjuangkan hak-hak digital warga di Asia Tenggara, meminta Jaksa Agung menunda perintah eksekusi putusan MA hingga proses “Pengajuan Kembali” (PK) selesai diproses dan menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.

Menurut rencana sejumlah aktivis perempuan dan pakar hukum akan datang ke Istana Senin ini (19/11) untuk menyampaikan secara langsung permohonan kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. (em)

Reporter:Em
Editor:Voa


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->