Connect with us

Kota Banjarmasin

Film Atas Nama Percaya, Gugatan dari ‘Bawah Tanah’ Atas Diskriminasi Kepercayaan!

Diterbitkan

pada

Film Atasa Nama Percaya garapan Dandhy Dwi Laksono. Foto : riki

BANJARMASIN, Pemuda Katolik Kalimantan Selatan (Kalsel) bekerja sama dengan HMJ Akidah Filsafat Islam (AFI) UIN Antasari Banjarmasin menyelenggarakan nonton bareng dan diskusi film “Atas Nama Percaya” di Sekretariat Pemuda Katolik, Jl A Yani KM 1, Rabu (18/12) malam.

Acara ini menghadirkan dosen pengajar UIN Antasari Banjarmasin, Muhammad Syafi’i dan  Wakil Internal Pemuda Katolik Kalsel, Stanislaus Sene sebagai pembicara pada diskusi film ini.

Ketua HMJ AFI UIN Antasari Banjarmasin, Muhammad Nur Azmi menjelaskan tujuan diadakannya nonton bareng dan diskusi film “Atas Nama Percaya” ini untuk membuka wawasan.

“Untuk membuka wawasan kita sebagai anak banua, yang mana film ini mengajarkan kita untuk saling menghargai sesama, karena sekarang banyak diskriminasi terhadap kepercayaan atau agama yang berbeda, bahkan disatu agama bisa terjadi,” jelasnya.

Kegiatan yang diikuti 37 orang ini sekaligus sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) dan mengenang meninggalnya Presiden keempat RI yang ke-10 tahun, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gusdur.

“Sebenarnya peringatan hari HAM dan haul Gus Dur ini bukan tujuan inti dari acara, tapi ini hanya sekaligus peringatan yang bertujuan untuk menarik minat kawan-kawan agar berhadir kesini,” terangnya.

Film yang menceritakan kehidupan orang Marapu, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan aliran kebatinan yang tidak diakui pemerintah ini ditanggapi Stanislaus Sene. “Menurut saya Marapu itu bukan aliran, tapi sebuah kebudayaan yang diwariskan turun temurun,” ujarnya.

Stanislus mengatakan, pesan moral yang bisa didapat dari film ini adalah rasa toleransi dan belajar untuk saling menghargai.

Sementara, Muhammad Syafi’i menganggap film karya Dandhy Dwi Laksono ini ingin menceritakan hak orang-orang yang tidak terpenuhi. Syafi’i juga menambahkan di Indonesia definisi Agama dan Kepercayaan itu berbeda.

“Agama dan kepercayaan itu seperti serupa tapi tak sama, karena Agama dan kepercayaan di Indonesia mempunyai definisi yang berbeda,” tambahnya.

Setelah sebelumnya sukses dengan film dokumenter pertamanya yang berjudul “Sexy Killers”, Dandhy Dwi Laksono kembali sukses membuat masyarakat Indonesia membuka pikiran lewat film keduanya ini.

Salah satu audiensi pada kegiatan ini juga memberikan tanggapannya terhadap film ini. Ia mengatakan, ada tiga poin penting yang dapat diambil dari film tersebut. “Yang pertama mencoba menerima orang lain dalam kehidupan bersama, kedua kita mencoba mendesak pemerintah untuk tidak lagi bicara kerukunan, tetapi pemenuhan atas semua hak masyarakat, dan ketiga adalah konflik keniscayaan,” tutupnya. (Riki)

Reporter : Riki
Editor : Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->