Connect with us

HEADLINE

Ibarat ‘Gunung Es’, Hingga Oktober Ada 188 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kalsel

Diterbitkan

pada

Kasus KDRT di Kalsel masih rawan terjadi. Foto : net

BANJARBARU, Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kalimantan Selatan (Kalsel) masih marak terjadi.  Meski dari jumlah yang dilaporan tercatat sebanyak 74 kasus KDRT, tetapi pemerintah meyakini kejadian sebenarnya lebih dari data tersebut.

“KDRT ini bagaikan fenomena gunung es, yang terlihat kecil namun yang terjadi sesungguhnya jauh lebih besar,” ujar Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor dalam sambutan tertulis dibacakan Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan, Fathurrahman, Jum’at (22/11) pada pembukaan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sejak Dini di salah satu hotel di Banjarbaru.

Acara yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  (P3A) Provinsi Kalsel itu dihadiri ratusan peserta dari kalangan pelajar, organisasi, tokoh agama dan tokoh masyarakat dan lembaga terkait lainnya.

Dalam sambutannya, Gubernur melalui staf ahli membeberkan bahwa sampai Oktober 2019, kasus kekerasan di Provinsi Kalsel ada 188 dengan 66 persen kasus terjadi di lingkungan rumah tangga. Dari 214 korban yang mengalami kekerasan di tahun 2019, sebanyal 135 korbannya adalah anak, 65 perempuan dan 14 orang laki-laki.

“Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa perempuan dan anak masih menjadi korban utama dalam tindal kekerasan,” ujarnya.

Sementara itu khusus KDRT, sampai bulan Oktober kasusnya berjumlah 74 orang dengan 61 orang yang mengalami kekerasan adalah perempuan.

Sementara itu Kepala Dinas P3A Kalsel, Husnul Hatimah menuturkan bahwa data kekerasan dalam rumah tangga yang diperoleh adalah kejadian yang dilaporkan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). “Angka itu diperoleh dari pengaduan yang masuk di P2TP2A. Sebenarnya banyak tetapi tidak dilaporkan karena kasus kekerasan khususnya dalam rumah tangga adalah fenomena gunung es,” ujarnya.

Kenapa kasus KDRT diyakini lebih banyak daripada data yang tertulis? Karena masih banyak yang menganggap kasusnya sama saja membuka aib atau dianggap persoalan domestik. Husnul juga menggarisbawahi bahwa KDRT bukan hanya berupa kekerasan secara fisik. Tetapi juga meliputi kekerasan verbal.

Bahkan orangtua pun menurutnya bisa saja tanpa disadari melakukan KDRT terhadap anaknya. Misalnya memelototi anak, mencubit, membeda-bedakan anak dengan anak lain dan kekerasan secara psikologis lainya yang membuat perasaan tidak enak atau menjatuhkan mental anak.

Dengan kegiatan tersebut, Husnul berharap semua unsur  masyarakat dan  lintas sektor ikut mendukung dan berpartisipasi dalam upaya pencegahan KDRT. “Peserta sosialisasi ini lebih banyak dari kaum muda, pelajar dan organisasi dan lembaga terkait. Tujuannya agar kaum muda yang  berumahtangga bisa siap mental dan segalanya sehingga tidak terjadi KDRT,” urainya.

Dia menuturkan bahwa jumlah gugat cerai (istri sebagai penggugat) melebihi jumlah cerai talak. Hal itu juga disebabkan karena usia muda ketika menikah.

Sementara itu Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari KDRT Kementerian PPA RI, Ali Hasan mengungkapkan, data kekerasan terhadap perempuan berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2016 menunjukkan bahwa 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual.

“Kemudian satu dari empat perempuan yang pernah atau sedang menikah pernah mengalami kekerasan berbasis ekonomi. Serta satu  dari lima perempuan yang pernah atau sedang menikah mengalami kekerasan psikis,” katanya.

Sedangkan kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) berdasarkan CATAHU Komnas Perempuan yang dilaunching tanggal 6 Maret 2019 sebesar 406.178. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 348.466.

Dari data tersebut, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol adalah KDRT/Ranah Personal mencapai angka 71% (9.637); di ranah komunitas/publik dengan persentase 28% (3.915) dan di ranah negara dengan persentase 0,1% (16).

Di KDRT/ Ranah Personal kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan flsik 3.927 kasus (41%), kemudian kekerasan seksual sebanyak 2.988 kasus (31%), psikis 1.658 (17%) dan ekonomi 1.064 kasus (11%).

“Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa KDRT merupakah masalah yang serius untuk dicarikan solusinya. Oleh karena itu, perlu meningkatkan pemahaman, persamaan persepsi dan komitmen para pemangku kepentingan dari tingkat pusat sampai daerah dalam upaya memberikan perlindungan dan penanganan korban KDRT sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” tandasnya. (rico)

Reporter : Rico
Editor : Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->