Connect with us

VOA

Produksi Inai Irak Terkikis Kelangkaan Air dan Perang

Diterbitkan

pada

Seorang perempuan menggambar dengan inai di kaki seorang pelanggan di salon kecantikannya di Basra, Irak, 10 Maret 2019.

Semenanjung Fao di Irak Selatan, tempat pertemuan Sungai Eufrat dan Tigris, dulunya dikenal karena petak-petak tanaman inai (Lawsonia Inermis) atau Henna dan pohon-pohon kelapanya yang berlimpah. Tapi tanaman hijau yang dulunya tumbuh subur di provinsi Basra ini, kini menjadi tanah tandus.

Sembari berjalan melewati pohon-pohon kelapa yang mati dengan kering, Abbas Abdul, yang merupakan seorang petani di daerah itu, mengatakan kekurangan air dan penggunaan air payau dari Sungai Shatt al-Arab yang tercemar untuk irigasi menyebabkan daerah-daerah yang biasanya ditumbuhi tanaman inai itu menjadi tidak subur lagi. Daun-daun tanaman inai biasanya digunakan sebagai pewarna.

Seorang pria menunjukkan daun inai di tokonya di Basra, Irak, 9 Maret 2019.

“Tanah ini penuh dengan tanaman inai… gelombang air payau mematikan tanaman inai dan pohon-pohon kelapa,” katanya.

Menurut seorang pemilik perkebunan Fadhi Falih Abdulla, sekitar 425 pertanian menghasilkan 5.000 kilogram daun inai per tahunnya, terutama untuk ekspor, namun jumlah itu kini telah turun menjadi sekitar 50 pertanian dan menghasilkan sekitar 300 kilogram saja.

Konflik yang berlangsung selama berpuluh-puluh tahun di Irak, yang pernah menjadi penghasil utama kurma sebelum mengalihkan fokus ekonominya dari pertanian ke minyak, berperan dalam hancurnya pertanian negara itu.

Basra adalah kota kedua yang menderita kehancuran akibat perang, konflik dan menjadi terbengkalai sejak 1980-an. Fao, yang terletak di tepi delta sungai Shatt al-Arab di dekat teluk, adalah yang paling merasakan hal tersebut karena lokasinya sebagai garda terdepan dalam perang Irak pada 1980-1988 dengan Iran.

Abdul Athem Mohammed dari Kantor Pertanian Basra mengatakan sekitar 38.000 pohon kelapa telah mati di daerah itu sejak 2008.

Bubuk inai dijual di sebuah pasar di Basra, Irak, 9 Maret 2019. Foto: reuters

“Kurangnya air yang menyebabkan naiknya gelombang air asin menghantam pertanian di Basra dan menyebabkan menurunnya produksi pertanian tanaman inai di Fao,” katanya.

Pemerintah lokal telah mencoba sebuah proyek untuk menghidupkan kembali perkebunan dalam dua tahun terakhir, dengan membuka lahan pertanian di Basra utara. Selama musim pengumpulan –Januari hingga April lalu Mei- daun akan dipanen setiap 45 hari dan dijual di pasar lokal.

Sara Ibrahim yang merupakan seorang pelanggan salon di Basra, menyebut inai Fao sebagai “warisan”.

“Irak dulu mengekspor tanaman inai Fao ke negara-negara teluk lainnya,” katanya sembari tangannya dihias oleh inai. “Tetapi sulit untuk mendapatkannya saat ini.” (er/ft/kk/voa)

Reporter:er/ft/kk/voa
Editor:KK


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->