Connect with us

Kalimantan Selatan

Ditahan KPK, Ini Gambaran Kasus yang Disangkakan ke Mardani Maming

Diterbitkan

pada

Mardani Maming saat mengenakan baju orange KPK. Foto: suara

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU –Mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani Maming akhirnya ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (28/7/2022) malam.

Drama penahanan Maming ini terjadi tak beberapa lama usai ia menyerahkan diri ke KPK pada Kamis siang, sekitar pukul 14.02 WIB. Sebelumnya, tanggal 26 Juli 2022, KPK sempat memasukkan Maming dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena dua kali tak menghadiri panggilan pemeriksaan.

Lantas, kasus apa yang menjerat Mardani Maming?

PK menetapkan Mardani Maming sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait penerbitan izin tambang. Sebelumnya, dalam keterangannya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Maming diduga menerima suap dari sejumlah perusahaan tambang.

 

Baca juga  : Lapas Kotabaru Jadi UPT Percontohan Layanan Kesehatan di Indonesia

“Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan perkara ini ke penyidikan dengan tersangka sebagai berikut MM (Mardani Maming),” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022) malam, seperti dilansir Suara.com– mitra media Kanalkalimantan.com.

Ketika itu, Maming yang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018 mempunyai kuasa untuk memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP).

Pada 2010, seorang pengusaha yang mengendalikan PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), Henry Soetio, mendekati Maming untuk mendapatkan izin IUP OP perusahaan lain.

“IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL), seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu,” terang dia.

Baca juga  : Pedestrian Jalan Panglima Batur Mulai Digarap, dari Depan SMPN 2 hingga Balai Kota

Kemudian, Maming mempertemukan Henry dengan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo pada awal 2011. Marwata menuturkan, Maming diduga memerintahkan bawahannya itu agar memperlancar dan membantu proses perizinan yang diajukan Henry.

Pada 2011, Maming menerbitkan surat keputusan yang mengalihkan IUP OP milik PT BKPL ke PT PCN. Menurut Marwata, diduga terdapat beberapa kelengkapan dokumen administrasi yang sengaja dibuat tanggal mundur atau backdate.

Dokumen tersebut, juga tak dilengkapi dengan tanda tangan dari beberapa pejabat yang berwenang. Adapun dalam penerbitan IUP OP ini, Maming diduga menerima suap lebih dari Rp 104,3 miliar selama 7 tahun. Marwata menuturkan, tindakan Maming telah melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mengatur: “Pemegang IUP dan IUPK (izin usaha pertambangan khusus) tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.”

Dalam perkara ini, Maming pun disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Kanalkalimantan.com/kk)

Reporter: kk
Editor: cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->