Berdasarkan catatan Komisi Antikorupsi, setidaknya terdapat sembilan kategori ketentuan yang bermasalah dalam draf revisi UU KPK. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Mengancam independensi KPK
KPK tidak disebut lagi sebagai lembaga Independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun
KPK dijadikan lembaga Pemerintah Pusat
Pegawai KPK dimasukkan dalam kategori Aparatur Sipil Negara (Catatan: Ketentuan ini bisa mengganggu independensi pegawai KPK yang menangani kasus korupsi di institusi pemerintahan)
Mempersulit dan membatasi penyadapan
Penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada izin dari Dewan Pengawas KPK
Penyadapan diberi batas waktu 3 bulan (Catatan: Berdasar pengalaman KPK, penanganan kasus korupsi membutuhkan waktu yang lama dengan persiapan yang matang. Aturan ini tidak melihat kecanggihan dan kerumitan kasus korupsi yang terus berkembang)
Dewan Pengawas KPK dibentuk DPR
Dewan Pengawas KPK dipilih DPR dan menyampaikan laporan ke DPR setiap tahun (Catatan: DPR memperbesar kewenangannya menjadi tidak hanya memilih pimpinan KPK tetapi juga memilih Dewan Pengawas)
Sejumlah kegiatan penanganan perkara harus mendapatkan izin Dewan Pengawas, seperti: penyadapan, penggeledahan dan penyitaan (Catatan: Aturan ini memperpanjang birokrasi penanganan perkara sehingga akan memperlambat kerja KPK)
Pembatasan sumber penyelidik dan penyidik
Penyelidik KPK hanya berasal dari Polri
Penyidik KPK hanya berasal dari Polri dan PPNS (Catatan: Ketentuan ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat dasar hukum bahwa KPK dapat mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri)
Ketentuan penuntutan mereduksi independensi KPK
KPK diharuskan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan (Catatan: aturan ini mereduksi independensi KPK dalam penanganan perkara serta bisa memperlambat kerja KPK)
Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
Ketentuan di Pasal 11 huruf b UU KPK tentang salah satu kriteria kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak lagi tercantum, yaitu: suatu kasus mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat (Catatan: Pemberantasan korupsi dilakukan sebab merugikan dan meresahkan masyarakat. Peran masyarakat justru dibutuhkan agar pemberantasan korupsi berhasil)
Kewenangan KPK dalam pengambilalihan perkara dipangkas
Pengambilalihan perkara oleh KPK hanya bisa dilakukan untuk proses Penyelidikan
KPK tidak bisa lagi mengambil alih penuntutan, seperti yang sekarang diatur dalam Pasal 9 UU KPK
Kewenangan strategis KPK dalam penuntutan dihilangkan
Sejumlah kewenangan KPK dalam proses penuntutan dihilangkan, yakni: pelarangan ke luar negeri, meminta keterangan perbankan, menghentikan transaksi keuangan yang terkait kasus korupsi, meminta bantuan Polri dan Interpol
Kewenangan KPK mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
Pelaporan LHKPN dilakukan di masing-masing instansi (Catatan: Aturan ini mempersulit KPK melihat kepatuhan pelaporan dan kewajaran kekayaan penyelenggara Negara)
Posisi KPK direduksi hanya melakukan kooordinasi dan supervisi dalam pelaporan LHKPN (Catatan: KPK masih menemukan ketidakpatuhan pelaporan LHKPN di sejumlah institusi)
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memutuskan mencabut status Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin di Banjarbaru… Read More